Jakarta (ANTARA) - Sesuatu yang berlebihan tak baik untuk tubuh dan ini juga berlaku untuk gula yang bila asupannya melebihi batas konsumsi maka bisa berdampak buruk pada tubuh mulai dari kulit menua hingga memperparah gejala pada pasien COVID-19. 

Kementerian Kesehatan menyatakan batas konsumsi gula per hari hanya 4 sendok makan per hari. Anjuran ini tidak berbeda jauh dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang sejak tahun 2015 merekomendasikan batas asupan gula yang berupa free sugar baik pada anak atau dewasa yakni maksimal 10 persen dari total energi.

Free sugar yakni gula yang ditambahkan ke dalam produk makanan atau minuman, serta yang secara alami terdapat dalam madu, sirup, fruit juice concentrate.

Ini artinya bila orang dewasa sehat di Indonesia membutuhkan 2000 kalori per hari, maka 10 persen dari jumlah ini yakni 200 kalori atau setara 50 gram, menurut perhitungan Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Gizi Klinik Indonesia Cabang Banten, dr. Juwalita Surapsari, M.Gizi, Sp.GK.

Tetapi pada kenyataannya, tak semua orang mematuhi rekomendasi ini, terutama di masa pandemi yang sudah melanda dunia lebih dari setahun terakhir.

Juwalita yang menyelesaikan bidang gizi klinik di PPSI Ilmu Gizi Klinik Universitas Indonesia itu mengatakan, tren F&B pada tahun 2020-2021 memperlihatkan hampir 7 juta orang Indonesia memesan martabak manis pada tahun 2020. Tak hanya itu, setiap 10 detik ada 1 teh susu varian hazelnut yang masuk dalam pesanan.

Bila dihitung, dalam 1 potong martabak manis terkandung gula sekitar 12 gram atau sekitar 1 sendok makan. Sementara teh susu berukuran 500 ml bisa mengandung 102,5 gram gula.

"Kebayang kalau 50 gram sudah batas atas (gula) yang diperbolehkan nah ini dua kalinya. Orang akan jadi cenderung kelebihan gula. Dalam 1 gelas teh susu 500 ml gulanya bisa sampai 8 sendok makan," ujar dia yang berpraktik di RS Pondok Indah-Pondok Indah, RS PELNI dan Prodia Health Care Bintaro itu dalam sebuah webinar, dikutip Kamis.

Lalu apa yang terjadi bila kelebihan gula? Asupan gula berlebihan bila berlangsung terus menerus bisa menyebabkan berbagai manifestasi masalah kesehatan mulai dari obesitas, penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, kulit makin menua, gigi berlubang, orang cenderung overeating, penyakit ginjal dan liver.

Selain itu, inflamasi atau peradangan juga bisa terjadi dan ini perlu diwaspadai khususnya mereka yang menjalani isolasi mandiri akibat COVID-19. Saat seseorang mengalami infeksi, maka tubuhnya akan berusaha melawan dengan menghasilkan respon inflamasi atau peradangan.

Juwalita mengatakan, konsumsi gula tinggi menyebabkan respon inflamasi yang berlebihan dan ini akan berbanding lurus dengan gejalanya.

Di sisi lain, lingkungan dengan kadar gula tinggi disukai virus dan memudahkannya untuk bertambah banyak atau bereplikasi.

"Jangan sampai yang tadinya gejala ringan tiba-tiba saja dibawa ke rumah sakit karena gejalanya berat," tutur Juwalita.

Hal lain yang terjadi akibat asupan gula berlebihan yakni melemahnya sistem imun tubuh. Studi menunjukkan, asupan tinggi gula menyebabkan menurunnya kemampuan fagosit sela imun dalam memusnahkan infeksi. Tak hanya itu, diet tinggi gula juga akan mengacaukan aktivasi sistem imunitas bawaan.

Tak sampai pada kesehatan fisik, kelebihan gula juga bisa berdampak buruk pada kondisi psikologis seseorang. Juwalita mengatakan, kadar gula darah yang naik dan turun secara cepat akibat konsumsi makanan atau minuman tinggi gula bisa berdampak pada kondisi psikologis seseorang.

Satu studi pada tahun 2017 seperti dikutip dari Healthline, menemukan, konsumsi makanan tinggi gula dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan suasana hati pada pria, dan gangguan serupa berulang baik pada pria maupun wanita.



Selain itu, berbagai penelitian juga menemukan hubungan antara diet tinggi gula dan depresi. Konsumsi gula yang berlebihan memicu ketidakseimbangan bahan kimia otak tertentu. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan depresi dan bahkan dalam jangka panjang bisa meningkatkan risiko mengembangkan gangguan kesehatan mental pada beberapa orang. Ilustrasi gula (Pixabay)

Tips aman konsumsi gula

Ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan agar konsumsi gula Anda tak berlebihan. Pertama, Juwalita membolehkan Anda menambahkan gula ke dalam masakan, karena jumlah yang Anda masukkan biasanya tidak akan berlebihan.

Kedua, sebaiknya hindari produk-produk yang didalamnya terdapat gula tambahan. Misalnya, Anda ingin mengkonsumsi susu, maka waspadalah pada produk yang diberi flavored milk atau yogurt karena biasanya mengandung gula yang ditambahkan di luar laktosa.

Bila Anda ingin minuman manis, sebaiknya carilah minuman yang berasal dari gula alami seperti sayur, buah dan susu.

"Atau bila ingin cake, jangan sampai ada minuman manis lagi di hari yang sama," tutur Juwalita.

Anda bisa menjadikan jus buah dan sayur sebagai alternatif untuk bisa memenuhi kebutuhan mikronutrisi Anda. Tetapi ini tak berarti menggantikan konsumsi kedua makanan ini dalam kondisi segar.

Juwalita mengatakan, khusus untuk buah dan sayur, Anda bisa mengombinasikan keduanya untuk mendapatkan serat, vitamin, antioksidan.

Inilah yang kemudian menjadi alasan CEO dan Presiden Direktur Re.juve, Richard Anthony menghadirkan produk jus kombinasi buah dan sayur. Menurut dia, mengombinasikan kedua makanan ini bisa menjadi cara menyajikannya secara raw tanpa tambahan lainnya.

Dia lalu membantah pendapat yang menyatakan jus buah dan sayur mengandung tinggi gula dan rendah atau bahkan nol serat. Menurut Anthony, produk jus yang terbuat dari 100 persen buah dan sayur segar tanpa tambahan apapun tidak mungkin mengandung gula tinggi.

"Kalau dibilang no fiber, that is wrong. Not all juices are equal. Tergantung pembuatannya, bahan yang digunakan," kata dia.

Sementara untuk serat, Anthony mencontohkan, produk Asian Green 250 ml yang terdiri dari buah-buah segar seperti nanas, apel, mentimun dan bayam mengandung 6 gram serat. Jumlah ini seperempat dari kebutuhan serat harian yakni 25-30 gram.
 

Pewarta : Lia Wanadriani Santosa
Editor : Joko Nugroho
Copyright © ANTARA 2024