Padang (ANTARA) - Sore itu usai melaksanakan shalat Ashar di salah satu masjid, Rudi bersiap melanjutkan aktivitas sebagai pengendara ojek daring, profesi yang sudah digelutinya sejak setahun terakhir.
Warga Padang lulusan SMA itu memilih menjadi pengemudi ojek setelah sebelumnya ia sempat merantau ke Jakarta dan mengadu nasib sebagai pedagang kaki lima.
Namun karena nasib belum berpihak dan orang tua menyuruhnya pulang, ia pun patuh sebagai anak sulung.
Awalnya menjalani profesi sebagai pengantar warga ke mana-mana dengan sepeda motor dijalani dengan senang hati.
Dalam sehari setidaknya ia bisa mengantongi uang untuk dibawa pulang mulai dari Rp75 ribu dan jika sedang ramai orderan bisa mencapai Rp250 ribu.
Ia pun menyisihkan penghasilan bulanan Rp550 ribu untuk membayar cicilan sepeda motor yang diambil untuk ngojek.
Memasuki April 2020 situasi berubah, pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) mewabah dan berdampak pada aktivitas masyarakat di ruang publik.
Puncaknya pada 22 April 2020 Pemerintah Kota Padang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang artinya Rudi tak bisa lagi mengangkut penumpang untuk sementara waktu.
Kebijakan ini membuat penghasilannya benar-benar anjlok karena ia hanya melayani pembelian pesanan makanan dan pesan antar barang yang tak seberapa.
Jika dalam kondisi normal dalam satu bulan rata-rata ia bisa meraup penghasilan hingga Rp2 juta, sejak PSBB bisa dapat Rp50 ribu saja sudah bersyukur.
Ternyata PSBB di Padang berlangsung cukup lama dari 22 April hingga 7 Juni 2020.
Hampir tiga bulan PSBB membuat Rudi dan rekannya sesama pengemudi ojek daring mengalami penurunan pendapatan yang signifikan.
Tak hanya sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ia pun kelabakan mencari cicilan sepeda motor.
Baru berjalan enam bulan ia hampir kehabisan cara untuk mengangsur cicilan motor dan khawatir jika menunggak akan ditarik oleh perusahaan pembiayaan.
Sementara ini motor satu-satunya yang menjadi tumpuan pencari nafkah. Jika ditarik ia tak tahu lagi akan bekerja apa.
Saat sedang nongkrong bersama teman sesama pengemudi daring, mereka dapat informasi Presiden memerintahkan agar ada keringanan pinjaman bagi para pemilik usaha termasuk cicilan kendaraan bagi pelaku usaha.
Awalnya ia dan teman-teman mengira cicilan motor akan gratis karena perintah langsung dari Presiden. Namun setelah ditelusuri lagi informasi yang dimaksud adalah restrukturisasi kredit atau keringanan cicilan.
Ia pun mencari tahu lebih lanjut soal program ini dan akhinya mendapatkan keterangan perusahaan pembiayaan tempat ia mengajukan cicilan motor punya program keringanan pembayaran cicilan atau restrukturisasi.
Beruntungnya dalam melakukan pengajuan tak perlu datang langsung ke kantor pembiayaan dan cukup mengunduh aplikasi di telepon pintar kemudian mengisi formulir dan mengirim kembali secara daring.
Rudi bersyukur pengajuan keringanan tersebut disetujui sehingga ia cukup membayar cicilan Rp350 ribu per bulan dan denda keterlambatan selama periode Maret hingga Juni 2020 dihapuskan.
Ia sedikit bernapas lega dan untuk menambah penghasilan Rudi juga bekerja sebagai kurir sembako dan kuliner.
Apalagi di tengah pandemi belanja daring menjadi pilihan warga dan keberadaan kurir amat membantu untuk mengantarkan pesanan.
Rudi pun berhasil bangkit melewati badai pandemi dan cicilan motor tetap terbayarkan kendati kondisi ekonomi masih belum pulih sepenuhnya.
Lain lagi kisah Ratna seorang pelaku usaha tas rajut di Padang yang juga terimbas pandemi karena sepinya pesanan dan penjualan.
Biasanya dalam sebulan ia dapat mengantongi penjualan hingga Rp5 juta, namun setelah April tak ada satu pun tas yang terjual.
Perempuan yang telah merintis usaha sejak tiga tahun terakhir ini pun mendapatkan pinjaman Kredit Usaha Rakyat dari salah satu bank untuk memperbesar usahanya.
Karena sejak April 2020 penghasilannya nol dari penjualan tas, ibu tiga anak itu pun kesulitan membayar cicilan pinjaman.
Apalagi suaminya juga hanya pegawai kecil di salah satu perusahaan swasta.
Ratna juga mendapatkan informasi dari televisi bahwa akibat pandemi ada keringanan pembayaran kredit. Ia pun menghubungi langsung petugas yang sebelumnya memfasilitasi pinjaman.
Setelah dijelaskan ia mendapatkan keringanan cicilan dan mengajukan permohonan akhirnya disetujui oleh pihak bank.
Ratna pun banting usaha untuk sementara dengan berjualan lontong sayur pagi hari dan pada siang hari ia memilih berjualan lauk pauk.
Meski pendapatan dari berjualan lontong sayur dan lauk pauk tak sebesar pendapatan usaha tas rajutan, setidaknya dapat meringankan pengeluaran keluarga dan mengangsur cicilan.
Ia bersyukur ada keringanan dari pemerintah karena jika tidak tak tahu bagaimana caranya membayar cicilan.
Kebijakan restrukturisasi kredit tidak hanya membuat ia merasa tertolong namun juga menata kembali aliran keuangan usaha.
Stimulus Perekonomian
Sejak pandemi COVID-19 mewabah di Tanah Air, Otoritas Jasa Keuangan bergerak cepat melakukan antisipasi agar industri keuangan tetap terjaga dan ekonomi nasional terkendali.
Pada 19 Maret 2020 OJK mulai menerapkan kebijakan pemberian stimulus bagi perekonomian dengan telah diterbitkannya POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran COVID-2019.
POJK mengenai stimulus perekonomian dikeluarkan untuk mengurangi dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur yang diperkirakan menurun akibat wabah virus Corona, sehingga bisa meningkatkan risiko kredit yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan.
Melalui kebijakan stimulus ini, perbankan juga memiliki pergerakan yang lebih luas sehingga pembentukan kredit macet dapat terkendali dan memudahkan memberikan kredit baru kepada debitur.
POJK ini juga diharapkan menjadi countercyclical dampak penyebaran virus Corona sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran virus COVID-19, termasuk debitur UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, yang disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dalam penerapan ketentuan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso saat menjadi pembicara dalam seminar Capital Market Summit & Expo di Jakarta memaparkan realisasi restrukturisasi kredit dari 100 bank di Tanah Air per 28 September 2020 telah mencapai Rp904,3 triliun dari 7,5 juta debitur.
Ia merinci restrukturisasi senilai Rp359,98 triliun untuk 5,82 juta debitur dan Rp544,31 triliun untuk 1,64 juta debitur.
"Kalau dilihat dari total kredit Rp5.400 triliun, sekarang ini ada sekitar Rp900 triliun masuk program restrukturisasi. Ini yang sudah direstruktur, artinya jumlah nasabah ini pada saat ini tidak bisa mengangsur baik pokok maupun pinjaman," kata Wimboh.
Sementara itu, data dari 181 perusahaan pembiayaan per 13 Oktober 2020 jumlah restrukturisasi telah mencapai Rp175,21 triliun dari 4,73 juta kontrak resmi yang disetujui. Sebanyak 651 ribu kontrak dari UMKM dan ojek online dan 4,08 juta dari non UMKM dan non ojol.
OJK pun berencana memperpanjang masa restrukturisasi kredit hingga Maret 2022 ini ditujukan secara selektif dan berdasarkan asesmen bank kepada debitur yang masih memiliki prospek usaha namun memerlukan waktu lebih panjang untuk kembali normal.
Bagi debitur yang tidak lagi memiliki prospek usaha, perbankan diminta untuk mulai membentuk CKPN sebagai bagian dari mitigasi risiko kreditnya. Selain itu OJK juga tengah menyiapkan perpanjangan beberapa stimulus lanjutan untuk menjaga pemulihan ekonomi.
Grafis restrukturisasi kredit perbankan dan pembiayaan di Sumbar. (Antara/OJK Sumbar)
Kondisi Sumbar
Sementara di Sumatera Barat, Otoritas Jasa Keuangan mencatat restrukturisasi kredit debitur yang terdampak COVID-19 untuk perbankan umum dan Bank Pembangunan Daerah di yang telah disetujui hingga 2 Oktober 2020 mencapai Rp8,4 triliun.
"Dari Rp8,4 triliun tersebut terdiri atas kredit UMKM senilai Rp6,7 triliun dengan 110.250 debitur dan non UKM Rp1,6 triliun dengan 8.989 debitur," kata Kepala OJK perwakilan Sumbar Misran Pasaribu.
Ia menjelaskan restrukturisasi merupakan keringanan pembayaran cicilan pinjaman di perbankan dan perusahaan pembiayaan dalam bentuk penurunan suku bunga, perpanjangan waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit hingga konversi kredit.
"Kebijakan restrukturisasi diberikan alam rangka menjaga stabilitas keuangan dan pemulihan ekonomi," ujarnya.
Misran menerangkan dalam proses restrukturisasi debitur wajib mengajukan permohonan dan melengkapi data yang diminta perbankan.
Kemudian bank akan melakukan penilaian apakah debitur tersebut terdampak langsung serta melihat rekam jejak pembayaran.
"Setelah itu bank akan memberikan restrukturisasi berdasarkan profil kemampuan debitur membayar cicilan," kata dia.
Ia menyebutkan jumlah UKM yang terdampak COVID-19 mencapai 198.705 debitur dengan baki debet Rp9,7 triliun, non UKM 10.961 debitur dengan baki debet Rp2,3 triliun.
Sementara untuk nasabah Bank Perkreditan Rakyat yang restrukturisasi telah disetujui mencapai Rp364 miliar dengan 4.673 debitur terdiri atas UKM Rp347 miliar, dengan jumlah debitur 4.358 dan non UKM Rp17 miliar dengan debitur 315 orang.
Sedangkan restrukturisasi kredit debitur terdampak COVID-19 pada perusahaan pembiayaan di Sumbar hingga 2 Oktober 2020 mencapai Rp2,7 triliun dengan jumlah debitur 81.172.
Ia merinci tiga jenis restrukturisasi kredit terbesar yang diberikan perbankan kepada debitur meliputi penundaan pembayaran pokok atau bunga Rp2,73 triliun untuk 73.792 debitur, perpanjangan jangka waktu Rp1,42 triliun untuk 35.128 debitur dan penurunan suku bunga Rp1,41 triliun untuk 1.501 debitur.
Ia menambahkan kebijakan pemberian keringanan bagi pelaku industri jasa keuangan akibat wabah COVID-19 diberikan melalui kebijakan POJK No36/POJK.02/2020 mulai 2 Juni 2020.
Pembekalan literasi keuangan oleh OJK kepada Salimah Sumbar bekerja sama dengan Ipemi (Antara/istimewa)
Edukasi
Dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi OJK Sumbar juga secara berkala menggelar pertemuan dengan berbagai pihak hingga pemerintah daerah.
Pada 29 September 2020 OJK Sumatera Barat bersama Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (Ipemi) membekali muslimah yang tergabung dalam Persaudaraan Muslimah (Salimah) Sumbar kiat merencanakan keuangan di masa pandemi.
Kepala Kantor OJK perwakilan Sumbar Misran Pasaribu menyampaikan pihaknya terus melakukan edukasi di tengah besarnya dampak pandemi di semua sektor dan pelaku usaha.
"Ditambah maraknya investasi ilegal dan bodong yang menyasar semua lapisan masyarakat strata ekonomi dan pendidikan. Sehingga masyarakat yang tidak paham investasi mudah tergiur di tengah sulitnya ekonomi tanpa memperhatikan prinsip legal dan logis," katanya.
Para perempuan dan pelaku usaha perlu mendapatkan edukasi dalam merencanakan keuangan, mengelola pinjaman dan sumber keuangan serta waspada terhadap investasi ilegal.
Sementara, Staf bidang Edukasi Dan perlindungan konsumen OJK Sumbar Dito Wicaksono memaparkan OJK berperan sebagai regulator dan pengawas perbankan, industri keuangan non bank, dan pasar modal.
Selain itu juga memiliki regulasi terkait perlindungan konsumen dan masyarakat di sektor jasa keuangan.
Masyarakat dapat mengirimkan pengaduan kepada OJK karena pihaknya telah membentuk Satgas Waspada Investasi (SWI) yang beranggotakan unsur Pemerintah Provinsi dan perangkat daerah, Kepolisian, Kejaksaan, Bank Indonesia, OJK, hingga Kanwil Kemenag.
Ia mengingatkan masyarakat perlu mengenali ciri-ciri investasi ilegal yaitu menjanjikan keuntungan tak wajar dalam waktu singkat, memanfaatkan tokoh masyarakat atau publik figur adanya klaim tanpa risiko, selain legalitas yang tidak jelas.
Untuk memudahkan masyarakat dapat menghubungi layanan pengaduan OJK 157 bagi yang membutuhkan akses dan layanan.
Pada kesempatan itu juga dipaparkan soal perencanaan keuangan di masa pandemi meliputi pengenalan kondisi keuangan pribadi, identifikasi tujuan keuangan, dan membuat rencana keuangan, agar bisa lebih efektif, efisien dan bermanfaat.
"Keuangan yang sehat adalah yang memiliki indikasi memiliki dana cadangan empat sampai 12 kali pengeluaran rutin, maksimal cicilan 30 persen dan setidaknya 10 persen dari penghasilan dapat ditabung," ujarnya.
Sementara Pimpinan Wilayah (PW) Salimah Laila Isrona menyampaikan pembekalan yang diberikan bermanfaat bagi organisasi perempuan karena banyak yang terdampak akibat pandemi ini.
Selain itu, Laila menyatakan harapan nya agar Salimah dapat bersinergi dengan OJK untuk meningkatkan literasi keuangan perempuan dan menjalin kerjasama lainnya.
Pada sisi lain ketua Ipemi PD Padang Fitri Majid menyampaikan kegiatan ini menjawab keresahan para pengusaha di masa pandemi.
Ia berharap dengan adanya kegiatan ini bisa bermanfaat dan menjadi solusi untuk perencanaan keuangan dunia usaha agar tetap dapat bertahan dan bangkit kembali di tengah pandemi.
Warga Padang lulusan SMA itu memilih menjadi pengemudi ojek setelah sebelumnya ia sempat merantau ke Jakarta dan mengadu nasib sebagai pedagang kaki lima.
Namun karena nasib belum berpihak dan orang tua menyuruhnya pulang, ia pun patuh sebagai anak sulung.
Awalnya menjalani profesi sebagai pengantar warga ke mana-mana dengan sepeda motor dijalani dengan senang hati.
Dalam sehari setidaknya ia bisa mengantongi uang untuk dibawa pulang mulai dari Rp75 ribu dan jika sedang ramai orderan bisa mencapai Rp250 ribu.
Ia pun menyisihkan penghasilan bulanan Rp550 ribu untuk membayar cicilan sepeda motor yang diambil untuk ngojek.
Memasuki April 2020 situasi berubah, pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) mewabah dan berdampak pada aktivitas masyarakat di ruang publik.
Puncaknya pada 22 April 2020 Pemerintah Kota Padang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang artinya Rudi tak bisa lagi mengangkut penumpang untuk sementara waktu.
Kebijakan ini membuat penghasilannya benar-benar anjlok karena ia hanya melayani pembelian pesanan makanan dan pesan antar barang yang tak seberapa.
Jika dalam kondisi normal dalam satu bulan rata-rata ia bisa meraup penghasilan hingga Rp2 juta, sejak PSBB bisa dapat Rp50 ribu saja sudah bersyukur.
Ternyata PSBB di Padang berlangsung cukup lama dari 22 April hingga 7 Juni 2020.
Hampir tiga bulan PSBB membuat Rudi dan rekannya sesama pengemudi ojek daring mengalami penurunan pendapatan yang signifikan.
Tak hanya sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ia pun kelabakan mencari cicilan sepeda motor.
Baru berjalan enam bulan ia hampir kehabisan cara untuk mengangsur cicilan motor dan khawatir jika menunggak akan ditarik oleh perusahaan pembiayaan.
Sementara ini motor satu-satunya yang menjadi tumpuan pencari nafkah. Jika ditarik ia tak tahu lagi akan bekerja apa.
Saat sedang nongkrong bersama teman sesama pengemudi daring, mereka dapat informasi Presiden memerintahkan agar ada keringanan pinjaman bagi para pemilik usaha termasuk cicilan kendaraan bagi pelaku usaha.
Awalnya ia dan teman-teman mengira cicilan motor akan gratis karena perintah langsung dari Presiden. Namun setelah ditelusuri lagi informasi yang dimaksud adalah restrukturisasi kredit atau keringanan cicilan.
Ia pun mencari tahu lebih lanjut soal program ini dan akhinya mendapatkan keterangan perusahaan pembiayaan tempat ia mengajukan cicilan motor punya program keringanan pembayaran cicilan atau restrukturisasi.
Beruntungnya dalam melakukan pengajuan tak perlu datang langsung ke kantor pembiayaan dan cukup mengunduh aplikasi di telepon pintar kemudian mengisi formulir dan mengirim kembali secara daring.
Rudi bersyukur pengajuan keringanan tersebut disetujui sehingga ia cukup membayar cicilan Rp350 ribu per bulan dan denda keterlambatan selama periode Maret hingga Juni 2020 dihapuskan.
Ia sedikit bernapas lega dan untuk menambah penghasilan Rudi juga bekerja sebagai kurir sembako dan kuliner.
Apalagi di tengah pandemi belanja daring menjadi pilihan warga dan keberadaan kurir amat membantu untuk mengantarkan pesanan.
Rudi pun berhasil bangkit melewati badai pandemi dan cicilan motor tetap terbayarkan kendati kondisi ekonomi masih belum pulih sepenuhnya.
Lain lagi kisah Ratna seorang pelaku usaha tas rajut di Padang yang juga terimbas pandemi karena sepinya pesanan dan penjualan.
Biasanya dalam sebulan ia dapat mengantongi penjualan hingga Rp5 juta, namun setelah April tak ada satu pun tas yang terjual.
Perempuan yang telah merintis usaha sejak tiga tahun terakhir ini pun mendapatkan pinjaman Kredit Usaha Rakyat dari salah satu bank untuk memperbesar usahanya.
Karena sejak April 2020 penghasilannya nol dari penjualan tas, ibu tiga anak itu pun kesulitan membayar cicilan pinjaman.
Apalagi suaminya juga hanya pegawai kecil di salah satu perusahaan swasta.
Ratna juga mendapatkan informasi dari televisi bahwa akibat pandemi ada keringanan pembayaran kredit. Ia pun menghubungi langsung petugas yang sebelumnya memfasilitasi pinjaman.
Setelah dijelaskan ia mendapatkan keringanan cicilan dan mengajukan permohonan akhirnya disetujui oleh pihak bank.
Ratna pun banting usaha untuk sementara dengan berjualan lontong sayur pagi hari dan pada siang hari ia memilih berjualan lauk pauk.
Meski pendapatan dari berjualan lontong sayur dan lauk pauk tak sebesar pendapatan usaha tas rajutan, setidaknya dapat meringankan pengeluaran keluarga dan mengangsur cicilan.
Ia bersyukur ada keringanan dari pemerintah karena jika tidak tak tahu bagaimana caranya membayar cicilan.
Kebijakan restrukturisasi kredit tidak hanya membuat ia merasa tertolong namun juga menata kembali aliran keuangan usaha.
Stimulus Perekonomian
Sejak pandemi COVID-19 mewabah di Tanah Air, Otoritas Jasa Keuangan bergerak cepat melakukan antisipasi agar industri keuangan tetap terjaga dan ekonomi nasional terkendali.
Pada 19 Maret 2020 OJK mulai menerapkan kebijakan pemberian stimulus bagi perekonomian dengan telah diterbitkannya POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran COVID-2019.
POJK mengenai stimulus perekonomian dikeluarkan untuk mengurangi dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur yang diperkirakan menurun akibat wabah virus Corona, sehingga bisa meningkatkan risiko kredit yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan.
Melalui kebijakan stimulus ini, perbankan juga memiliki pergerakan yang lebih luas sehingga pembentukan kredit macet dapat terkendali dan memudahkan memberikan kredit baru kepada debitur.
POJK ini juga diharapkan menjadi countercyclical dampak penyebaran virus Corona sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran virus COVID-19, termasuk debitur UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, yang disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dalam penerapan ketentuan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso saat menjadi pembicara dalam seminar Capital Market Summit & Expo di Jakarta memaparkan realisasi restrukturisasi kredit dari 100 bank di Tanah Air per 28 September 2020 telah mencapai Rp904,3 triliun dari 7,5 juta debitur.
Ia merinci restrukturisasi senilai Rp359,98 triliun untuk 5,82 juta debitur dan Rp544,31 triliun untuk 1,64 juta debitur.
"Kalau dilihat dari total kredit Rp5.400 triliun, sekarang ini ada sekitar Rp900 triliun masuk program restrukturisasi. Ini yang sudah direstruktur, artinya jumlah nasabah ini pada saat ini tidak bisa mengangsur baik pokok maupun pinjaman," kata Wimboh.
Sementara itu, data dari 181 perusahaan pembiayaan per 13 Oktober 2020 jumlah restrukturisasi telah mencapai Rp175,21 triliun dari 4,73 juta kontrak resmi yang disetujui. Sebanyak 651 ribu kontrak dari UMKM dan ojek online dan 4,08 juta dari non UMKM dan non ojol.
OJK pun berencana memperpanjang masa restrukturisasi kredit hingga Maret 2022 ini ditujukan secara selektif dan berdasarkan asesmen bank kepada debitur yang masih memiliki prospek usaha namun memerlukan waktu lebih panjang untuk kembali normal.
Bagi debitur yang tidak lagi memiliki prospek usaha, perbankan diminta untuk mulai membentuk CKPN sebagai bagian dari mitigasi risiko kreditnya. Selain itu OJK juga tengah menyiapkan perpanjangan beberapa stimulus lanjutan untuk menjaga pemulihan ekonomi.
Kondisi Sumbar
Sementara di Sumatera Barat, Otoritas Jasa Keuangan mencatat restrukturisasi kredit debitur yang terdampak COVID-19 untuk perbankan umum dan Bank Pembangunan Daerah di yang telah disetujui hingga 2 Oktober 2020 mencapai Rp8,4 triliun.
"Dari Rp8,4 triliun tersebut terdiri atas kredit UMKM senilai Rp6,7 triliun dengan 110.250 debitur dan non UKM Rp1,6 triliun dengan 8.989 debitur," kata Kepala OJK perwakilan Sumbar Misran Pasaribu.
Ia menjelaskan restrukturisasi merupakan keringanan pembayaran cicilan pinjaman di perbankan dan perusahaan pembiayaan dalam bentuk penurunan suku bunga, perpanjangan waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit hingga konversi kredit.
"Kebijakan restrukturisasi diberikan alam rangka menjaga stabilitas keuangan dan pemulihan ekonomi," ujarnya.
Misran menerangkan dalam proses restrukturisasi debitur wajib mengajukan permohonan dan melengkapi data yang diminta perbankan.
Kemudian bank akan melakukan penilaian apakah debitur tersebut terdampak langsung serta melihat rekam jejak pembayaran.
"Setelah itu bank akan memberikan restrukturisasi berdasarkan profil kemampuan debitur membayar cicilan," kata dia.
Ia menyebutkan jumlah UKM yang terdampak COVID-19 mencapai 198.705 debitur dengan baki debet Rp9,7 triliun, non UKM 10.961 debitur dengan baki debet Rp2,3 triliun.
Sementara untuk nasabah Bank Perkreditan Rakyat yang restrukturisasi telah disetujui mencapai Rp364 miliar dengan 4.673 debitur terdiri atas UKM Rp347 miliar, dengan jumlah debitur 4.358 dan non UKM Rp17 miliar dengan debitur 315 orang.
Sedangkan restrukturisasi kredit debitur terdampak COVID-19 pada perusahaan pembiayaan di Sumbar hingga 2 Oktober 2020 mencapai Rp2,7 triliun dengan jumlah debitur 81.172.
Ia merinci tiga jenis restrukturisasi kredit terbesar yang diberikan perbankan kepada debitur meliputi penundaan pembayaran pokok atau bunga Rp2,73 triliun untuk 73.792 debitur, perpanjangan jangka waktu Rp1,42 triliun untuk 35.128 debitur dan penurunan suku bunga Rp1,41 triliun untuk 1.501 debitur.
Ia menambahkan kebijakan pemberian keringanan bagi pelaku industri jasa keuangan akibat wabah COVID-19 diberikan melalui kebijakan POJK No36/POJK.02/2020 mulai 2 Juni 2020.
Edukasi
Dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi OJK Sumbar juga secara berkala menggelar pertemuan dengan berbagai pihak hingga pemerintah daerah.
Pada 29 September 2020 OJK Sumatera Barat bersama Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (Ipemi) membekali muslimah yang tergabung dalam Persaudaraan Muslimah (Salimah) Sumbar kiat merencanakan keuangan di masa pandemi.
Kepala Kantor OJK perwakilan Sumbar Misran Pasaribu menyampaikan pihaknya terus melakukan edukasi di tengah besarnya dampak pandemi di semua sektor dan pelaku usaha.
"Ditambah maraknya investasi ilegal dan bodong yang menyasar semua lapisan masyarakat strata ekonomi dan pendidikan. Sehingga masyarakat yang tidak paham investasi mudah tergiur di tengah sulitnya ekonomi tanpa memperhatikan prinsip legal dan logis," katanya.
Para perempuan dan pelaku usaha perlu mendapatkan edukasi dalam merencanakan keuangan, mengelola pinjaman dan sumber keuangan serta waspada terhadap investasi ilegal.
Sementara, Staf bidang Edukasi Dan perlindungan konsumen OJK Sumbar Dito Wicaksono memaparkan OJK berperan sebagai regulator dan pengawas perbankan, industri keuangan non bank, dan pasar modal.
Selain itu juga memiliki regulasi terkait perlindungan konsumen dan masyarakat di sektor jasa keuangan.
Masyarakat dapat mengirimkan pengaduan kepada OJK karena pihaknya telah membentuk Satgas Waspada Investasi (SWI) yang beranggotakan unsur Pemerintah Provinsi dan perangkat daerah, Kepolisian, Kejaksaan, Bank Indonesia, OJK, hingga Kanwil Kemenag.
Ia mengingatkan masyarakat perlu mengenali ciri-ciri investasi ilegal yaitu menjanjikan keuntungan tak wajar dalam waktu singkat, memanfaatkan tokoh masyarakat atau publik figur adanya klaim tanpa risiko, selain legalitas yang tidak jelas.
Untuk memudahkan masyarakat dapat menghubungi layanan pengaduan OJK 157 bagi yang membutuhkan akses dan layanan.
Pada kesempatan itu juga dipaparkan soal perencanaan keuangan di masa pandemi meliputi pengenalan kondisi keuangan pribadi, identifikasi tujuan keuangan, dan membuat rencana keuangan, agar bisa lebih efektif, efisien dan bermanfaat.
"Keuangan yang sehat adalah yang memiliki indikasi memiliki dana cadangan empat sampai 12 kali pengeluaran rutin, maksimal cicilan 30 persen dan setidaknya 10 persen dari penghasilan dapat ditabung," ujarnya.
Sementara Pimpinan Wilayah (PW) Salimah Laila Isrona menyampaikan pembekalan yang diberikan bermanfaat bagi organisasi perempuan karena banyak yang terdampak akibat pandemi ini.
Selain itu, Laila menyatakan harapan nya agar Salimah dapat bersinergi dengan OJK untuk meningkatkan literasi keuangan perempuan dan menjalin kerjasama lainnya.
Pada sisi lain ketua Ipemi PD Padang Fitri Majid menyampaikan kegiatan ini menjawab keresahan para pengusaha di masa pandemi.
Ia berharap dengan adanya kegiatan ini bisa bermanfaat dan menjadi solusi untuk perencanaan keuangan dunia usaha agar tetap dapat bertahan dan bangkit kembali di tengah pandemi.