Padang, (Antaranews Sumbar) - Sekretaris Komisi IV bidang pembangunan DPRD Sumatera Barat Taufik Hidyat meminta pemerintah provinsi (pemprov) serius dan memprioritaskan usulan  pembangunan shelter di daerah rawan tsunami kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).  

"Adanya shelter di daerah rawan tsunami merupakan instrumen penting dalam mitigasi bencana, saat ini jumlahnya masih jauh dari kata cukup untuk wilayah Sumbar," kata dia di Padang, Mingggu.

Sebagai daerah prioritas penanggulangan bencana, Sumatera Barat akan merugi apabila tidak melakukan lobi ke  pusat untuk pembangunan infrakstruktur yang bertujuan  menekan risiko dampak bencana. 

Politisi Partai Hanura tersebut mengatakan dalam hal ini BNPB tentu memiliki anggaran dan perencanaan pembangunan shelter di daerah rawan tsunami melalui Kemterian PUPR. Pemprov tentu harus lebih aktif lagi mengusulkan hal ini ke BNPB, apalagi di sana ada dua pejabat yang berasal dari Sumbar yakni Sekretaris Utama dan Deputi Rehab Rekon BPBD.

"Apabila pemprov ada kendala tentu dapat berkonsultasi dengan kedua orang tersebut untuk merealisasikan pembangunan shelter tersebut," kata dia. 

Menurut anggota dewan daerah pemilihan Kota Padang itu, pembangunan shelter di daerah pesisir Sumatera Barat perlu dilakukan setiap tahun sehingga mencukupi kebutuhan masyarakat dalam mitigasi bencana. 

"Kami berharap ada empat atau lima shelter yang dibangun setiap tahunnya di Sumbar hingga mencukupi kebutuhan dalam penanggulangan bencana terutama daerah rawan seperti Kota Padang, KAbupaten Padang Paiaman, Kota Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat," kata dia.

Sebelumnya Kepala Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang Sumatera Barat Edi Hasymi mengatakan saat ini kota itu baru memiliki empat bangunan shelter yang dapat digunakan ketika bencana gempa dan tsunami melanda wilayah itu.

Keempat bangunan itu berada di kawasan Tabing, Ulak Karang, Asrama Haji, dan Air Tawar. Menurutnya  idealnya Kota Padang memiliki 100 shelter mengingat panjangnya garis pantai dan padatnya penduduk di kawasan itu.

Untuk menambah kekurangan itu pihaknya telah melakukan koordinasi dengan puluhan pemilik atau pengelola gedung tinggi yang berada di zona merah tsunami di kota itu.

Awalnya telah ada 70 bangunan yang akan dijadikan shelter tambahan berupa bangunan kantor, sekolah, kampus dan hotel yang ada di zona merah.

Namun setelah dilakukan verfikasi terhadap kualitas gedung dan kemampuannya bertahan terhadap gempa, akhirnya hanya 58 bangunan yang dipilih.

“Pengelola 58 unit bangunan itu kami ajak bertemu dan membicarakan persoalan ini. Namun jumlah gedung kemungkinan akan berkurang karena akan kami verifikasi ulang,” kata dia.
 

Pewarta : Mario Sofia Nasution
Editor : Ikhwan Wahyudi
Copyright © ANTARA 2024