Padang, (Antara Sumbar) - Bank Indonesia Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) mencatat angka inflasi di provinsi itu pascalebaran atau Juli 2017 merupakan terendah dalam tujuh tahun terakhir berada pada angka 0,48 persen.

         "Artinya tidak seperti yang dikhawatirkan kenaikan harga-harga usai Lebaran 2017 masih terkendali dan tercatat paling rendah dibandingkan rata-rata inflasi setelah Idul Fitri sejak  tujuh tahun terakhir," kata Kepala BI perwakilan Sumbar Puji Atmoko di Padang, Kamis.

         Ia menyampaikan berdasarkan  catatan yang ada  rata-rata inflasi bulanan Sumbar pascalebaran dari 2011 hingga 2016 tercatat sebesar 1,16 persen.

         Meskipun secara tahunan laju inflasi Sumbar tercatat 3,93 persen  atau  berada di atas laju inflasi nasional sebesar 3,88 persen, namun  secara tahun berjalan, dari Januari ke Juli 2017, inflasi Sumbar sebesar 0,79 persen  atau  berada di bawah inflasi nasional sebesar 2,60 persen, ujarnya.

         Ia menyampaikan laju inflasi bulanan  Sumbar pada Juli 2017 merupakan yang tertinggi ke-8 di antara 26 provinsi yang mengalami inflasi secara nasional.

         Puji memaparkan secara spasial bulanan, pergerakan harga Sumbar disumbang oleh Kota Padang yang mengalami inflasi  0,54 persen dan Bukittinggi  0,09 persen.

         "Inflasi bulanan Sumbar disumbang oleh kenaikan harga kelompok barang yang diatur pemerintah  dan kelompok inti," kata dia.

         Ia menyebutkan kenaikan tarif  angkutan udara   memberi  andil inflasi sebesar 0,51 persen seiring dengan tradisi pulang basamo yang  mencapai satu bulan  usai Idul Fitri sehingga berdampak pada periode arus balik yang lebih lama di Sumbar.

         Namun kenaikan harga kelompok ini sedikit tertahan dengan turunnya tarif angkutan antarkota yang memberi andil deflasi 0,02 persen, katanya.

         Sementara pada kelompok inti  terjadi kenaikan harga  sebesar 0,67 persen  disumbang oleh kenaikan harga bimbingan belajar, Taman Kanak-Kanak dan  nasi dengan lauk.

         Sebaliknya pada  kelompok bahan pangan bergejolak  pada Juli 2017 mengalami deflasi 1,65 persen disumbang  turunnya harga cabai merah, jengkol, petai, dan bawang putih, daging sapi dan daging ayam ras.

         Ia mengatakan  masih melimpahnya pasokan cabai merah lokal Sumbar serta bertambahnya pasokan cabai Jawa membuat harga komoditas ini kembali turun.

         Selain itu, peran Satgas Pangan yang dipimpin oleh Kepolisian Daerah Sumatera Barat turut membantu memperlancar distribusi pasokan bahan pangan sehingga mampu meredam gejolak harga yang berlebihan, ujarnya.

         Ia  memperkirakan tekanan inflasi ke depan cukup rendah berasal dari kelompok bahan pangan bergejolak yang perlahan-lahan mulai memasuki periode akhir panen sehingga berdampak pada jumlah pasokan  di pasar.

         Sebelumnya  Gubernur  Sumbar Irwan Prayitno dalam pertemuan tingkat tinggi Tim Pengendali Inflasi Daerah mendorong dilakukan  penanaman kembali cabai merah seiring berakhirnya periode panen pada  Juli 2017 serta  melakukan pemetaan siklus inflasi komoditas jengkol dan petai.

         Sejalan dengan itu  Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar mengemukakan angkutan udara masih menjadi pemicu inflasi terbesar di Padang pada Juli 2017 dengan andil sebesar 0,66 persen.

         "Pada Juli 2017 Padang mengalami inflasi 0,54 persen atau mengalami kenaikan dibandingkan Juni 2017 yang hanya 0,34 persen," kata Kepala BPS Sumbar Sukardi.

         Menurutnya meskipun pada Juli Lebaran Idul Fitri telah usai namun pengguna transportasi udara masih tinggi terutama para perantau Sumbar yang hendak kembali ke ibu kota. (*)

Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024