Dukuh Giriloyo, Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul misalnya, menyimpan kekayaan warisan budaya, salah satunya batik. Kawasan yang terletak kurang lebih 30 km dari Kota Yogyakarta tersebut mempertahankan warisan batik sejak dahulu seiring dengan pembangunan keraton sekitar tahun 1654.
Membatik memang menjadi aktivitas mayoritas warga di kawasan Giriloyo sebagai mata pencaharian. Hampir setiap hari mereka duduk seharian penuh menggoreskan canthing. Batik tulis khas Keraton Mataram menjadi produk unggulan kawasan tersebut. Tidak mengherankan bila daerah tersebut masyhur dengan julukan sentra batik tulis Giriloyo.
Batik saat ini—bahkan sejak dahulu—menjadi satu dari sekian banyak produk kebudayaan kebanggan Indonesia. Terlebih lagi pada 2 Oktober 2009 batik dinobatkan sebagai Warisan Budaya Asli Indonesia oleh UNESCO. Tidak hanya sebagai kebanggan, batik menyimpan potensi ekonomi yang besar. Bagaimana tidak, hampir seluruh pejabat di Indonesia mempunyai koleksi batik. Pelajar di sekolah-sekolah dan universitas pun demikian. Bisa dikatakan hampir seluruh masyarakat Indonesia mempunyai batik. Sejatinya, inilah potensi pasar yang dapat dikembangkan oleh para produsen batik, termasuk di Giriloyo.
Menyadari pentingnya keberlangsungan sentra batik tulis di Giriloyo, Dompet Dhuafa melalui Masyarakat Mandiri turut menggulirkan program pemberdayaan di kawasan tersebut. Terlebih saat terjadinya Gempa Jogja pada 2006 silam. Gempa mengakibatkan hilangnya aset produktif dan peluang ekonomi bagi para pelaku usaha. Aset usaha yang mereka miliki berupa peralatan dan rumah produksi banyak yang hilang dan rusak tertimpa bencana.
Hingga tiga bulan pasca bencana, ternyata masih banyak pelaku usaha ekonomi dengan skala mikro yang belum memulai kembali melakukan aktivitasnya. Ini dikarenakan ketiadaan aset, baik berupa modal maupun alat produksi untuk berusaha kembali. Termasuk di antaranya para perajin batik tulis di sekitar makam Imogiri.
Maka, Masyarakat Mandiri melakukan pemberdayaan di kawasan Giriloyo dengan tujuan menumbuhkan kembali aktivitas ekonomi para pelaku usaha mikro dan kecil, khususnya perajin batik di wilayah Kabupaten Bantul. Pemberdayaan dilakukan juga dalam rangka meningkatkan peranan lembaga lokal dalam memfasilitasi para pelaku usaha kecil pascagempa untuk mengakses kemudahan pembiayaan, dukungan teknis dan pemasaran produk baik skala lokal, nasional maupun internasional.
Setelah aktivitas pemberdayaan selama setahun (2007-2008), berbagai hal telah dicapai. Capaian tersebut antara lain, para mitra perajin batik telah menerapkan inovasi dengan penggunaan pewarna batik dari bahan alami, selain membuat beragam produk batik seperti tas dan kerajinan kayu. Paguyuban Seni Batik Tulis Giriloyo pun terbentuk sebagai wadah komunitas para perajin batik.
Terkait sisi produksi, paguyuban telah memiliki show room tempat promosi batik karya perajin. Paguyuban juga telah memiliki workshop di tiga tempat sebagai tempat bekerja usaha bersama para mitra perajin batik.
Tidak hanya sebagai tempat produksi, Paguyuban juga menjadikan Giriloyo sebagai tempat wisata batik tulis, serta belajar membatik. Dengan begitu diharapkan kelestarian batik dan semangat mencintai budaya Indonesia semakin tumbuh. Demi kepentingan promosi secara berkala, mereka juga mampu mengikuti berbagai pameran berskala lokal, nasional dan internasional.
Pemberdayaan perajin batik yang dilakukan Masyarakat Mandiri di Giriloyo telah menjaring sebanyak 103 Kepala Keluarga dengan rincian 515 jiwa sebagai penerima manfaat. (gie)