Rokok Elektronik Tidak Aman

id Rokok Elektronik Tidak Aman

Jakarta, (Antara) - Belum adanya pengawasan dan pengaturan mengenai kandungan zat dari rokok elektronik yang menyebabkan tingginya variasi kandungan sehingga membuatnya tidak aman untuk dikonsumsi. "Keamanan ENDS (electronic nicotine delivery system/rokok elektronik) belum terbukti secara ilmiah. Sedangkan kandungan yang berbahaya adalah nikotin dan konsentrasi tinggi propylene glycol yang merupakan zat penyebab iritasi jika dihirup," papar Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama dalam keterangan melalui surat elektronik di Jakarta, Senin. Tjandra menyebutkan berdasarkan tes oleh FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat), beberapa produk rokok elektronik itu mengandung diethylene glycol yang merupakan zat kimia yang pernah digunakan untuk meracuni. Selain itu, laporan dari Badan Riset Kanker Jerman juga menemukan menemukan zat-zat berbahaya dalam cairan yang digunakan dalam rokok elektronik antara lain zat beracun terhadap sel tubuh dengan kadar menengah hingga tinggi dari zat pemberi rasa (flavor), nitrosamin (penyebab kanker), logam beracun (cadmium, nickel dan timbal), Carbonyls yang menyebabkan kanker (formaldehyde, acetaldehyde dan acrolein), komponen organik yang mudah menguap dan rusak di suhu ruang seperti toluene dan m,p-xylene (zat beracun) serta keberadaan kandungan zat aktif yang sangat bervariasi baik jenis maupun kadarnya. Peringatan dari pabrik rokok tersebut juga menyebutkan bahwa konsumen yang memiliki penyakit paru (asma, PPOK, bronchitis, pneumonia) tidak disarankan untuk menggunakan produk tersebut. Juga disebutkan dalam keterangan pabrik rokok elektronik bahwa bagi mereka dengan paru-paru yang terganggu, uap yang dihasilkan dapat menimbulkan serangan asma, sesak napas dan batuk dan untuk tidak menggunakan produk ini jika mengalami keadaan di atas. "Peringatan-peringatan itu mengindikasikan bahwa produk tersebut berbahaya, khususnya bagi sistem pernapasan," kata Tjandra. Beberapa negara termasuk Indonesia disebut Tjandra masih terus mengkaji produk itu untuk kemudian menentukan kebijakan yang diperlukan. Meski demikian, Tjandra memberikan gambaran mengenai ketidakamanan mengkonsumsi rokok elektronik yang disebutnya sebagai cara baru memasukkan nikotin kedalam tubuh. "Efek buruk nikotin terhadap tubuh adalah adrenalin meningkat sehingga tekanan darah meningkat dan denyut nadi meningkat yang dapat menyebabkan keracunan akut nikotin," kata Tjandra. Keracunan akut nikotin tersebut selain menimbulkan rasa ketagihan (adiksi), juga telah menimbulkan kasus kematian pada anak sebelumnya. Rokok elektronik juga disebut Tjandra menimbulkan "rasa aman palsu" pada konsumen karena tidak menghasilkan "asap" yang biasa ditemukan pada pembakaran tembakau/rokok konvensional sehingga dianggap lebih aman. "Efek terhadap orang lain (perokok pasif) juga tetap ada mengingat penggunaan ENDS menghasilkan emisi partikel halus nikotin dan zat-zat berbahaya lain ke udara di ruang tertutup," kata Tjandra. Cara kerja rokok elektronik itu adalah dengan membakar cairan yang terdiri atas campuran berbagai zat seperti nikotin dan propilen glicol menjadi uap dan mengalirkannya ke paru-paru. Produk tersebut pertama kali dikenalkan di China pada tahun 2003 dan distribusi semakin mendunia melalui internet. (*/jno)