Masyarakat Adat Bukittinggi antisipasi tanah ulayat dijual secara sepihak

id masyarakat adat Kurai Bukittinggi,tanah ulayat,Adat Bukittinggi

Masyarakat Adat Bukittinggi antisipasi tanah ulayat dijual secara sepihak

Tokoh masyarakat adat Kurai Bukittinggi, Taufik Datuak Nan Laweh saat memberikan keterangan terkait upaya masyarakat adat mengantisipasi penjualan tanah secara sepihak. (ANTARA/Al Fatah)

​​​​​​​Bukittinggi (ANTARA) - Masyarakat adat Bukittinggi (Kurai) menggelar aksi antisipasi pengakuan sepihak sebuah objek tanah yang berada di pusat kota daerah setempat. Aksi ini berupa pendirian spanduk papan nama kepemilikan tanah secara adat sekaligus upaya antisipasi pihak lain untuk memperjualbelikan.

Tokoh adat Kurai, Taufik Datuak Nan Laweh, Rabu (21/5) mengatakan tanah yang dimaksud berada di kawasan Sawah Paduan, Kelurahan Pakan Kurai, Kecamatan Guguak Panjang, Kota Bukittinggi.

Luas tanah tersebut diperkirakan mencapai 3.000 meter persegi menurutnya merupakan tanah ulayat milik masyarakat adat Kurai V Jorong di bawah kuasa Datuak Bagindo dari Suku Pisang.

"Isu klaim ini mencuat setelah beredar kabar di media sosial bahwa lahan tersebut telah dibagi-bagi menjadi beberapa kavling dan hendak dijual," kata Taufik.

Masyarakat adat pun bergerak cepat dengan memasang sejumlah plang di enam titik sebagai bentuk pernyataan sikap.

"Setelah melakukan konsolidasi, hari ini kami sepakat memasang plang bahwa tanah tempat kita berdiri ini adalah milik Pasukuan Pisang Nagari Kurai V Jorong di bawah Datuak Bagindo," ujar Datuak Nan Laweh.

Ia menegaskan bahwa lahan Sawah Paduan yang diklaim tersebut merupakan bagian dari tanah ulayat yang secara adat telah berada dalam penguasaan penuh Datuak Bagindo.

"Sawah Paduan adalah kuasa Datuak Bagindo yang diberikan haknya penuh oleh Ninik Mamak se-Kurai V Jorong, tindakan sepihak yang dilakukan oleh pihak tak dikenal ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat adat," katanya.

Ia juga menyayangkan kabar bahwa telah terjadi aktivitas pemancangan batas oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pihak kelurahan di atas lahan tersebut.

"Informasi dari masyarakat, pihak BPN dan kelurahan sudah melakukan pemancangan batas tanah yang akan dijual ini," ungkapnya.

Langkah masyarakat adat memasang plang di enam titik lokasi tanah ulayat ini menjadi simbol perlawanan terhadap dugaan penyerobotan tanah secara tidak sah.

Tokoh adat menyayangkan jika proses pemetaan lahan dilakukan tanpa koordinasi dengan pemegang hak ulayat yang sah.

Terkait hal ini, Lurah Pakan Kurai, Rusdi Yanto, memberikan klarifikasinya. Ia menyatakan tidak pernah menerima surat resmi dari BPN dan juga tidak memberikan izin dalam bentuk apapun terhadap kegiatan pengukuran lahan tersebut.

"Saya tidak mengerti duduk perkara sebenarnya. Sampai saat ini saya tidak menandatangani izin apapun terkait pengukuran tanah. Belum pernah ada alas hak dari lokasi tanah yang dimaksud," ujar Rusdi Yanto.

Namun ia membenarkan bahwa salah seorang staf kelurahan sempat menghadiri kegiatan pengukuran tersebut atas perintahnya karena saat itu ia sedang tidak berada di tempat.

"Saat itu saya sedang tidak berada di tempat, jadi saya perintahkan staff yang ada di kantor. Tetapi resmi atau tidak saya tidak tahu," pungkasnya.