Dengan menetapkan batas usia, anak-anak diharapkan tidak terpapar informasi yang belum sesuai dengan perkembangan mental dan emosional mereka.
Langkah ini juga dinilai dapat mengurangi potensi terjadinya perundungan daring atau cyberbullying, serta mengurangi ancaman kejahatan siber.
Heru juga mengingatkan bahwa negara-negara lain seperti Inggris, Prancis, dan Australia telah menerapkan kebijakan serupa, bahkan ada yang melarang anak-anak di bawah 16 tahun untuk mengakses beberapa platform sosial media.
Kebijakan ini, menurut Heru, dapat mendorong peningkatan literasi digital sejak dini serta memberi pemahaman kepada anak-anak mengenai manfaat dan risiko penggunaan internet sebelum mereka diberikan akses penuh.
Namun demikian, Heru juga menyoroti sejumlah tantangan yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah kesulitan dalam penegakan aturan.
Menurut dia, anak-anak sering kali dapat mengakali pembatasan usia dengan membuat akun palsu atau menggunakan identitas orang lain.
Selain itu, banyak platform media sosial yang belum memiliki mekanisme verifikasi usia yang ketat.
Kemudian, pembatasan usia juga dapat membatasi akses anak-anak terhadap sumber edukasi, di mana internet menjadi salah satu sumber utama untuk belajar, baik untuk tugas sekolah maupun eksplorasi pengetahuan lainnya.
"Kebijakan ini bisa dianggap menghalangi hak anak untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat. Sebagian pihak berpendapat bahwa edukasi dan pengawasan yang lebih intensif jauh lebih efektif daripada pembatasan," ujarnya.
Oleh karena itu, Heru mendorong pendekatan yang lebih efektif dan holistik untuk melindungi anak-anak di dunia maya, seperti penerapan sistem verifikasi usia yang lebih ketat.
Ia mengungkapkan, pemerintah dan platform digital bisa bekerja sama untuk memastikan bahwa data verifikasi usia yang lebih akurat diterapkan.
Selain itu, pendidikan literasi digital harus dimulai sejak dini. Anak-anak, orang tua, dan guru perlu diberikan pemahaman tentang cara menggunakan internet dengan aman.
Sekolah bisa mengajarkan modul khusus yang membahas etika digital dan keamanan siber sebagai bagian dari kurikulum mereka.
Tidak hanya itu, pengembangan platform digital seperti layanan edukasi berbasis internet yang dikurasi khusus untuk anak-anak, juga dapat menjadi salah satu solusi.
Dalam hal ini, pemerintah bisa bekerja sama dengan perusahaan teknologi besar seperti Meta (Facebook, Instagram), Google (YouTube), TikTok, dan lainnya untuk mengimplementasikan kebijakan yang lebih ketat dalam hal perlindungan anak.
Heru menambahkan, dengan kerjasama antara berbagai pihak, kebijakan yang tepat dapat melindungi anak-anak sambil tetap menjaga kebebasan mereka dalam mengeksplorasi dunia digital.
"Pendekatan terbaik adalah kombinasi antara regulasi yang bijaksana, edukasi literasi digital yang menyeluruh, pengawasan orang tua, dan inovasi teknologi untuk menciptakan lingkungan internet yang lebih aman bagi anak-anak," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengamat dorong regulasi selaras lindungi anak di ruang digital