Prof. Tatacipta Dirgantara, Rektor Baru ITB Periode 2025--2030: Kilas Balik Proses Pemilihan dan Harapan Baru Dunia Pendidikan

id ITP,Padang,Rektor naru

Prof. Tatacipta Dirgantara, Rektor Baru ITB Periode 2025--2030: Kilas Balik Proses Pemilihan dan Harapan Baru Dunia Pendidikan

Ikhwana Elfitri (ANTARA/ist)

Padang (ANTARA) - Pada hari Senin, 20 Januari 2025, Prof. Dr. Ir. Tatacipta Dirgantara, MT resmi dilantik sebagai Rektor ITB periode 2025–2030, menggantikan Prof. Reini Wirahadikusumah yang telah menyelesaikan masa jabatannya. Majelis Wali Amanat (MWA) Institut Teknologi Bandung (ITB) memilih dan menetapkan Prof. Tata sebagai Rektor ITB dalam Rapat Pleno MWA ITB pada 28 November 2024. Sebelum menjabat sebagai rektor, Prof. Tata merupakan Dekan Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB.

Banyak hal menarik yang dapat disoroti dari proses pemilihan Rektor ITB kali ini. Tidak hanya menjadi perhatian sivitas akademika ITB, berbagai pihak dari dunia pendidikan tanah air juga menyimpan harapan besar mengingat peran strategis ITB sebagai model utama pendidikan tinggi di Indonesia. Posisi-posisi penting, seperti menteri di bidang pendidikan, riset, teknologi, hingga jabatan Dirjen Pendidikan Tinggi, pernah beberapa kali diisi oleh dosen dan alumni ITB.

Kilas Balik Pemilihan Rektor ITB

Terdapat sejumlah catatan penting terkait proses pemilihan Rektor ITB.

Pertama, figur yang terpilih, Prof. Tatacipta Dirgantara, adalah tokoh muda yang telah berkiprah di tingkat nasional. Beliau aktif sebagai Wakil Ketua Umum pada Forum Dekan Teknik Indonesia (FDTI) dan pernah meraih penghargaan sebagai Tokoh Transportasi Nasional oleh Kementerian Perhubungan RI serta People of the Year Metro TV 2021.

Kedua, proses penjaringan calon Rektor ITB bersifat inklusif dan terbuka untuk kandidat dari berbagai kalangan tanpa syarat yang berat. Tidak ada pembatasan terkait jabatan akademik dosen atau pengalaman manajerial di perguruan tinggi. Sebagai perbandingan, perguruan tinggi lain di Indonesia biasanya mensyaratkan calon rektor memiliki jabatan akademik minimal Lektor Kepala dan pengalaman manajerial minimal sebagai Ketua Jurusan/Departemen selama dua tahun. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi kepemimpinan puncak di ITB sangat terbuka dan tidak eksklusif.

Ketiga, pemilihan dilakukan secara bertahap dengan eliminasi berjenjang, mulai dari sepuluh besar, enam besar, tiga besar, hingga penetapan satu rektor terpilih. Proses ini melibatkan Senat Akademik ITB, mengingat ITB adalah institusi pendidikan yang sebagian besar kegiatannya berfokus pada bidang akademik. Tahapan eliminasi ini memastikan bahwa kandidat terpilih memperoleh dukungan signifikan dari pemilih. Selain itu, pemilih kandidat yang tereliminasi dapat memberikan dukungannya kepada kandidat lain pada tahapan berikutnya.

Perguruan tinggi lain di Indonesia perlu mencontoh tiga aspek penting dalam proses pemilihan ini, yaitu kualitas figur kandidat, keterbukaan (inklusivitas), serta seleksi dan eliminasi bertahap. Meski kondisi internal tiap perguruan tinggi beragam, ketiga prinsip ini dapat diadopsi secara luas. Sebagai perbandingan, dalam tiga tahun terakhir, proses pemilihan pimpinan di beberapa perguruan tinggi lain sempat menuai polemik, seperti pembatalan hasil pemilihan rektor di salah satu PTN di Pulau Jawa dan pemberhentian wakil rektor di salah satu PTN di Pulau Sumatra setelah hanya menjabat tiga bulan karena dianggap tidak memenuhi persyaratan pengalaman manajerial. Kasus ini bahkan berlanjut hingga tuntutan di Pengadilan Tata Usaha Negara.

Harapan Baru untuk Rektor Baru ITB

Peringkat perguruan tinggi Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan universitas terkemuka dunia, berada di bawah peringkat 1.000 versi THE 2025. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan, target peningkatan peringkat belum memberikan hasil yang memuaskan. Salah satu strategi untuk memperbaiki kualitas tridarma perguruan tinggi adalah menjadikan salah satu universitas di Indonesia sebagai role model, yang dapat diikuti perguruan tinggi lain. ITB, di bawah kepemimpinan Prof. Tatacipta Dirgantara, memiliki potensi besar untuk menjalankan peran ini.

Banyak perguruan tinggi di Indonesia telah melakukan studi banding ke universitas-universitas top dunia, seperti National University of Singapore (peringkat 17 dunia), University of Oxford (peringkat 1 dunia), dan Harvard University (peringkat 3 dunia). Bahkan, banyak dosen di Indonesia yang merupakan lulusan universitas-universitas tersebut. Namun, upaya yang telah dilakukan selama ini belum menghasilkan lonjakan signifikan dalam kualitas maupun peringkat perguruan tinggi di Indonesia.

Sebagai salah satu perguruan tinggi utama di tanah air, ITB diharapkan dapat memimpin dengan program-program inovatif yang mampu mengangkat namanya ke peringkat elit dunia. Ketika ITB berhasil menembus jajaran universitas terbaik dunia, perguruan tinggi lain di Indonesia akan lebih mudah mempelajari dan meniru langkah-langkah strategis yang dilakukan ITB.(*)

Ikhwana Elfitri (Penulis adalah Alumni Teknik Elektro ITB Angkatan 1993 dan saat ini Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Andalas)