Legislator harap pejabat baru Komdigi mampu berantas judi online

id Pelantikan Komdigi

Legislator harap pejabat baru Komdigi mampu berantas judi online

Staf Khusus Menkomdigi bidang Kemitraan Global dan Edukasi Digital Kementerian Komdigi Raline Shah (tengah) mengikuti pelantikan di Kementerian Komunikasi dan Digital, Jakarta, Senin (13/1/2025). Pelantikan para pejabat di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) ini dilakukan setelah pemerintah merombak kementerian yang sebelumnya bernama Kementerian Komunikasi dan Informatika. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/YU (ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA)

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Okta Kumala Dewi berharap pelantikan pejabat baru di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menjadi momentum penting dalam memastikan keamanan ruang digital dari ancaman siber termasuk judi online.

"Pelantikan ini harus menjadi semangat baru untuk menciptakan ruang digital yang aman, bersih, dan bebas dari kejahatan siber yang mengancam stabilitas nasional dan regional," kata anggota Komisi I DPR RI Okta Kumala Dewi melalui keterangan tertulisnya, Senin.

Menurut Okta, judi online menjadi pintu masuk kejahatan transnasional yang diduga melibatkan sindikat besar di Asia Tenggara, termasuk Kamboja. Data dari Kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) menyebutkan bahwa lebih dari 100.000 orang di Kamboja terjebak dalam sindikat yang memaksa mereka bekerja di sektor judi online dan penipuan siber.

Okta Kumala Dewi menjelaskan bahwa sindikat ini kerap menggunakan taktik penipuan melalui lowongan pekerjaan palsu yang menjanjikan gaji tinggi, seperti yang dialami Slamet seorang korban asal Jawa Timur.

Slamet dijanjikan pekerjaan di Vietnam dengan gaji Rp15 juta per bulan namun malah dipaksa bekerja sebagai staf administrasi di sebuah perusahaan judi online di Kamboja di bawah tekanan dan ancaman kekerasan.

"Ini adalah contoh nyata bagaimana sindikat transnasional beroperasi dengan modus penipuan yang terstruktur. Mereka tidak hanya mengincar masyarakat ekonomi rendah, tetapi juga kaum muda yang rentan terhadap penipuan digital," ujarnya.

Okta juga mengungkapkan bahwa kejahatan ini melibatkan jaringan lintas negara yang terorganisir dengan baik, mulai dari perekrut lokal di Indonesia hingga operasi di negara tujuan seperti Kamboja, Myanmar, dan Laos.

Kasus Slamet seorang warga Indonesia yang menjadi korban eksploitasi di Kamboja, menjadi contoh nyata betapa berbahayanya kejahatan ini.

“Judi online adalah ancaman lintas batas yang tidak hanya merugikan korban secara individu, tetapi juga membahayakan keamanan negara melalui praktik pencucian uang, eksploitasi tenaga kerja, dan aktivitas ilegal lainnya,” tegas Okta.

Laporan dari Kementerian Luar Negeri menunjukkan bahwa pada tahun 2024 saja, Kedutaan Besar Indonesia di Phnom Penh menangani 2.946 kasus perlindungan warga negara dengan 76 persen di antaranya terkait judi online.

Pelantikan pejabat baru Komdigi oleh Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid memberikan harapan baru dalam upaya memberantas judi online.

“Komdigi harus memperkuat teknologi pengawasan dan pemblokiran situs judi online. Dengan pejabat baru yang kompeten, kita berharap ada akselerasi dalam upaya menciptakan ekosistem digital yang aman bagi masyarakat,” ujar Okta.

Upaya memberantas judi online juga sejalan dengan upaya lintas kementerian dan lembaga yang dikoordinasikan melalui Desk Pemberantasan Perjudian Daring, yang melibatkan Komdigi, BSSN, PPATK, Polri, dan Bank Indonesia.

Ia menegaskan pemberantasan judi online memerlukan kolaborasi berjamaah dari berbagai pihak. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat harus ikut aktif dalam meningkatkan literasi digital dan melaporkan aktivitas mencurigakan.

“Melalui kerja sama yang solid, kita bisa menghentikan sindikat internasional yang memanfaatkan kelemahan sistem kita. Pemerintah harus memperkuat diplomasi digital dan kerja sama keamanan internasional untuk mengatasi ancaman ini,” ungkap dia.