Imbang rasakalah di Manahan
Jakarta (ANTARA) - Di tengah ekspektasi akan menang mudah dari Laos pada laga kedua ASEAN Cup 2024, timnas Indonesia justru tersandung di kandang sendiri, di Stadion Manahan, Solo, Kamis.
Laos yang dianggap sebagai kerikil kecil karena menjadi tim berperingkat dunia terendah (186) di Grup B dan terendah kedua di ASEAN Cup 2024 setelah Timor Leste (196), justru menjadi tim yang mampu menghukum Indonesia.
Setelah 12 tendangan Myanmar tak mampu menjebol gawang Indonesia di laga pertama, dengan kesempatan yang sama, Laos memberi pelajaran untuk lini pertahanan Indonesia dengan lesatan tiga gol. Tiga gol yang bersarang ini hasil tiga tembakan tepat sasaran Laos pada laga kemarin malam yang semuanya gagal dihadang Daffa Fasya, kiper yang menggantikan Cahya Supriadi karena cedera.
Phousomboun Panyavong (10'), Phathana Phommathep (14'), dan Peeter Phanthavong (77') mencatatkan namanya di papan skor setelah memanfaatkan transisi serangan balik cepat yang diterapkan oleh pelatih Ha Hyeok-jun.
Sebaliknya, Indonesia di hadapan belasan ribu pendukungnya di Stadion Manahan, harus pontang-panting meladeni permainan cepat Laos. Ketajaman lini serang Garuda masih belum terasah. Beruntung, gol Kadek Arel (13') dan dua gol Muhammad Ferarri (19', 73') menyelematkan muka Indonesia yang hampir dibuat malu di kandangnya sendiri.
Tentu ini bukan sebuah hal yang patut dibanggakan karena hasil imbang melawan Laos terasa seperti kekalahan. Laos pulang ke rumahnya dengan membawa keuntungan satu poin, sedangkan Indonesia bagaikan tak membawa apa-apa karena kehilangan dua poin di rumah sendiri.
Hasil imbang ini mengulangi catatan terburuk Indonesia ketika bermain melawan Laos di turnamen yang dulu bernama Piala AFF ini, tepatnya 12 tahun yang lalu ketika bermain imbang 2-2 di Malaysia. Kamis malam, Laos sedikit mempercantik rekornya karena pertama kali meraih poin di kandang Indonesia dengan mencetak tiga gol.
Menariknya, dua laga imbang melawan Laos pada 2012 dan 2024 ada kemiripan karena timnas Indonesia tak menurunkan skuad terbaiknya. Di 2012, tim terbaik tak bisa turun karena dualisme yang terjadi antara Liga Primer Indonesia dan Liga Super Indonesia. Sementara untuk edisi 2024, Indonesia memilih menurunkan skuad U-22 terkait dengan visi Shin Tae-yong yang ingin melakukan regenerasi, serta kemungkinan pemain-pemain terbaik sulit dilepas oleh klubnya karena ASEAN Cup tak masuk kalender resmi FIFA.
Halaman berikut: Parade kesalahan Timnas Indonesia
Parade kesalahan
Pertandingan melawan Laos membuktikan Indonesia tidak belajar dari kesalahan melawan Myanmar pada laga pertama. Kesalahan-kesalahan melawan Myanmar, salah satunya kesalahan umpan, kembali terjadi.
Akurasi umpan Indonesia memang meningkat sedikit dibanding saat melawan Myanmar, dari 80,9 persen (305/377) menuju 81,6 persen (364/446). Namun, dua kesalahan umpan fatal di area sendiri dihukum oleh Laos dengan serangan cepatnya.
Pada gol pertama, pemain Laos merebut bola dari umpan Dony Tri Pamungkas yang gagal mengoper bola kepada Arkhan Kaka. Kesalahan umpan kembali berlanjut saat Kadek Arel yang baru mencatatkan gol debutnya (13'), salah mengirim operan yang berujung pada gol kedua Laos.
Striker Laos Bounphachan Bounkong mencatatkan dua asisnya pada situasi ini, satu kepada Phousomboun Panyavong (10') dan kedua kepada Phathana Phommathep (14').
Seusai pertandingan, Shin Tae-yong menyoroti kesalahan umpan anak-anak asuhnya yang menurutnya menjadi penyebab gagalnya Indonesia meraih kemenangan kedua di ASEAN Cup.
Pada menit ke-69, parade kesalahan Indonesia berlanjut ketika Marselino Ferdinan diusir dari lapangan karena mendapatkan kartu kuning kedua. Penampilan Marselino melawan Laos sangat kontras dengan penampilan-penampilannya sebelumnya yang jauh dari gemar melanggar lawan.
Saat melawan Laos, Marselino bermain tanpa kepala dingin. Tiga pelanggaran menjadi bukti kecerobohannya yang menjadi jumlah tertinggi yang dilakukan pemain Indonesia. Dan permainan ini sebenarnya sangat jauh dari gambaran permainan pemain Oxford United itu yang biasa kita lihat.
Sebelum kartu merah melawan Laos, Marselino bahkan hanya mendapatkan dua kartu kuning di timnas senior. Dua kartu kuning itu didapatkan ketika Indonesia melawan Curacao pada laga persahabatan 27 September 2022 dan juga saat melawan Bahrain pada putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 pada 10 Oktober 2024 lalu.
Meski masih menjadi motor serangan dengan aksi-aksi kreatifnya, Shin Tae-yong menyebut penampilan ke-31 Marselino malam itu bersama timnas senior adalah yang terburuk.
Halaman berikut Di balik jurus lemparan ke dalam Arhan
Di balik jurus lemparan ke dalam Arhan
Situasi lemparan ke dalam Pratama Arhan hingga saat ini menjadi senjata paling efektif untuk membongkar pertahanan lawan. Arhan dengan jurus lemparan jauhnya menghadirkan tiga gol untuk Indonesia. Satu gol lainnya yang tercipta di ASEAN Cup berasal dari situasi bola mati tendangan sudut melalui umpan Dony Tri Pamungkas.
Tentu, keadaan ini sangat tidak ideal untuk sebuah tim. Pada dasarnya, situasi bola mati menjadi senjata alternatif sebuah tim untuk membongkar pertahanan lawan. Senjata utamanya tentu adalah skema open play atau permainan terbuka, bukan sebaliknya. Sayangnya, satu gol open play pun belum diciptakan skuad muda Garuda.
Kegemaran Shin Tae-yong mengubah-ubah komposisi pemainnya akhir-akhir ini juga menjadi bumerang sendiri bagi dirinya. Alih-alih menawarkan pembeda, pelatih asal Korea Selatan itu membuat blunder karena membuat pemainnya sulit padu. Chemistry pemain sulit terjalin karena perbedaan tandem bermain di setiap pertandingan.
Trio bek tengah melawan Myanmar yang tampil solid, Kadek, Ferarri, dan Dony tak diturunkan bersama di barisan tiga bek sejajar karena Shin Tae-yong memilih Kakang Rudianto untuk menemani Kadek dan Ferarri, sedangkan Dony dipilih ditempatkan lebih ke depan di bek sayap kiri yang merupakan posisi aslinya.
Akibatnya, build up dari lini pertahanan yang diinginkan Shin Tae-yong tak berjalan seusai rencana. Ketiga pemain ini juga kesulitan membaca situasi untuk mematikan aliran bola Laos saat mereka melancarkan serangan cepat.
Sebelas kali intersep, 49 pemulihan bola, dan lima sapuan yang dilakukan para pemain Indonesia mencerminkan betapa buruknya koordinasi pertahanan mereka, sehingga sangat mudah ditembus oleh Laos. Sebaliknya, angka intersep, pemulihan bola, dan sapuan Laos lebih tinggi (21 intersep, 50 pemulihan bola, dan 29 sapuan).
Ini juga menandakan permainan Indonesia yang masih terburu-buru dan kurang tenang. Mereka cenderung memaksakan bola ke depan sehingga mudah diantisipasi barisan pertahanan Laos, alih-alih sabar menunggu pertahanan mereka terbuka untuk menciptakan ancaman lebih matang.
Kecenderungan bermain kurang sabar juga tercermin dari penurunan akurasi umpan dari babak pertama ke babak kedua saat Indonesia membutuhkan gol kemenangan. Di babak pertama, Indonesia mencatatkan 227 umpan berhasil dari 267 kali atau dengan tingkat akurasi 85 persen. Sedangkan di babak kedua, Indonesia mencatatkan 137 umpan berhasil dari 179 kali atau dengan tingkat akurasi 76,5 persen.
Efektif adalah kata yang tepat untuk menggambarkan penampilan Laos pada di Stadion Manahan. Mereka hanya butuh tiga tembakan untuk mencetak tiga gol dari 11 sentuhan bola pemain Laos di kotak penalti Indonesia.
Jumlah ini berbanding terbalik dengan tim tuan rumah yang bermain kurang nyaman di kandangnya sendiri. Ada 28 sentuhan di kotak penalti Laos dari Marselino Ferdinan dan kawan-kawan yang berbuah sembilan tembakan tepat sasaran ke gawang yang dikawal Keo-Oudone Souvannasangso yang hanya berhasil dikonversi menjadi tiga gol.
Laos membuktikan di sepak bola tidak ada hal yang pasti, bahwa meski ada 61 peringkat dunia di bawah Indonesia, di lapangan semua bisa terjadi. Mereka sangat bisa melawan Indonesia sepanjang 90 menit pertandingan dengan skuad muda yang juga diturunkan di sebelas pertamanya. Usia rata-rata yang diturunkan Ha Hyeok-jun malam itu adalah 22,7 tahun, lebih tua 1,8 tahun dari barisan starter Indonesia.
Hasil pertandingan melawan Laos tentu tak perlu terlalu disesali karena yang terjadi biarlah terjadi. Pertandingan ini biarlah menjadi tontonan yang mesti diulang-ulang para pemain agar mereka tahu betul letak kesalahan mereka sehingga tercipta perbaikan permainan di laga berikutnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Imbang rasa kalah di Manahan
Laos yang dianggap sebagai kerikil kecil karena menjadi tim berperingkat dunia terendah (186) di Grup B dan terendah kedua di ASEAN Cup 2024 setelah Timor Leste (196), justru menjadi tim yang mampu menghukum Indonesia.
Setelah 12 tendangan Myanmar tak mampu menjebol gawang Indonesia di laga pertama, dengan kesempatan yang sama, Laos memberi pelajaran untuk lini pertahanan Indonesia dengan lesatan tiga gol. Tiga gol yang bersarang ini hasil tiga tembakan tepat sasaran Laos pada laga kemarin malam yang semuanya gagal dihadang Daffa Fasya, kiper yang menggantikan Cahya Supriadi karena cedera.
Phousomboun Panyavong (10'), Phathana Phommathep (14'), dan Peeter Phanthavong (77') mencatatkan namanya di papan skor setelah memanfaatkan transisi serangan balik cepat yang diterapkan oleh pelatih Ha Hyeok-jun.
Sebaliknya, Indonesia di hadapan belasan ribu pendukungnya di Stadion Manahan, harus pontang-panting meladeni permainan cepat Laos. Ketajaman lini serang Garuda masih belum terasah. Beruntung, gol Kadek Arel (13') dan dua gol Muhammad Ferarri (19', 73') menyelematkan muka Indonesia yang hampir dibuat malu di kandangnya sendiri.
Tentu ini bukan sebuah hal yang patut dibanggakan karena hasil imbang melawan Laos terasa seperti kekalahan. Laos pulang ke rumahnya dengan membawa keuntungan satu poin, sedangkan Indonesia bagaikan tak membawa apa-apa karena kehilangan dua poin di rumah sendiri.
Hasil imbang ini mengulangi catatan terburuk Indonesia ketika bermain melawan Laos di turnamen yang dulu bernama Piala AFF ini, tepatnya 12 tahun yang lalu ketika bermain imbang 2-2 di Malaysia. Kamis malam, Laos sedikit mempercantik rekornya karena pertama kali meraih poin di kandang Indonesia dengan mencetak tiga gol.
Menariknya, dua laga imbang melawan Laos pada 2012 dan 2024 ada kemiripan karena timnas Indonesia tak menurunkan skuad terbaiknya. Di 2012, tim terbaik tak bisa turun karena dualisme yang terjadi antara Liga Primer Indonesia dan Liga Super Indonesia. Sementara untuk edisi 2024, Indonesia memilih menurunkan skuad U-22 terkait dengan visi Shin Tae-yong yang ingin melakukan regenerasi, serta kemungkinan pemain-pemain terbaik sulit dilepas oleh klubnya karena ASEAN Cup tak masuk kalender resmi FIFA.
Halaman berikut: Parade kesalahan Timnas Indonesia
Parade kesalahan
Pertandingan melawan Laos membuktikan Indonesia tidak belajar dari kesalahan melawan Myanmar pada laga pertama. Kesalahan-kesalahan melawan Myanmar, salah satunya kesalahan umpan, kembali terjadi.
Akurasi umpan Indonesia memang meningkat sedikit dibanding saat melawan Myanmar, dari 80,9 persen (305/377) menuju 81,6 persen (364/446). Namun, dua kesalahan umpan fatal di area sendiri dihukum oleh Laos dengan serangan cepatnya.
Pada gol pertama, pemain Laos merebut bola dari umpan Dony Tri Pamungkas yang gagal mengoper bola kepada Arkhan Kaka. Kesalahan umpan kembali berlanjut saat Kadek Arel yang baru mencatatkan gol debutnya (13'), salah mengirim operan yang berujung pada gol kedua Laos.
Striker Laos Bounphachan Bounkong mencatatkan dua asisnya pada situasi ini, satu kepada Phousomboun Panyavong (10') dan kedua kepada Phathana Phommathep (14').
Seusai pertandingan, Shin Tae-yong menyoroti kesalahan umpan anak-anak asuhnya yang menurutnya menjadi penyebab gagalnya Indonesia meraih kemenangan kedua di ASEAN Cup.
Pada menit ke-69, parade kesalahan Indonesia berlanjut ketika Marselino Ferdinan diusir dari lapangan karena mendapatkan kartu kuning kedua. Penampilan Marselino melawan Laos sangat kontras dengan penampilan-penampilannya sebelumnya yang jauh dari gemar melanggar lawan.
Saat melawan Laos, Marselino bermain tanpa kepala dingin. Tiga pelanggaran menjadi bukti kecerobohannya yang menjadi jumlah tertinggi yang dilakukan pemain Indonesia. Dan permainan ini sebenarnya sangat jauh dari gambaran permainan pemain Oxford United itu yang biasa kita lihat.
Sebelum kartu merah melawan Laos, Marselino bahkan hanya mendapatkan dua kartu kuning di timnas senior. Dua kartu kuning itu didapatkan ketika Indonesia melawan Curacao pada laga persahabatan 27 September 2022 dan juga saat melawan Bahrain pada putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 pada 10 Oktober 2024 lalu.
Meski masih menjadi motor serangan dengan aksi-aksi kreatifnya, Shin Tae-yong menyebut penampilan ke-31 Marselino malam itu bersama timnas senior adalah yang terburuk.
Halaman berikut Di balik jurus lemparan ke dalam Arhan
Di balik jurus lemparan ke dalam Arhan
Situasi lemparan ke dalam Pratama Arhan hingga saat ini menjadi senjata paling efektif untuk membongkar pertahanan lawan. Arhan dengan jurus lemparan jauhnya menghadirkan tiga gol untuk Indonesia. Satu gol lainnya yang tercipta di ASEAN Cup berasal dari situasi bola mati tendangan sudut melalui umpan Dony Tri Pamungkas.
Tentu, keadaan ini sangat tidak ideal untuk sebuah tim. Pada dasarnya, situasi bola mati menjadi senjata alternatif sebuah tim untuk membongkar pertahanan lawan. Senjata utamanya tentu adalah skema open play atau permainan terbuka, bukan sebaliknya. Sayangnya, satu gol open play pun belum diciptakan skuad muda Garuda.
Kegemaran Shin Tae-yong mengubah-ubah komposisi pemainnya akhir-akhir ini juga menjadi bumerang sendiri bagi dirinya. Alih-alih menawarkan pembeda, pelatih asal Korea Selatan itu membuat blunder karena membuat pemainnya sulit padu. Chemistry pemain sulit terjalin karena perbedaan tandem bermain di setiap pertandingan.
Trio bek tengah melawan Myanmar yang tampil solid, Kadek, Ferarri, dan Dony tak diturunkan bersama di barisan tiga bek sejajar karena Shin Tae-yong memilih Kakang Rudianto untuk menemani Kadek dan Ferarri, sedangkan Dony dipilih ditempatkan lebih ke depan di bek sayap kiri yang merupakan posisi aslinya.
Akibatnya, build up dari lini pertahanan yang diinginkan Shin Tae-yong tak berjalan seusai rencana. Ketiga pemain ini juga kesulitan membaca situasi untuk mematikan aliran bola Laos saat mereka melancarkan serangan cepat.
Sebelas kali intersep, 49 pemulihan bola, dan lima sapuan yang dilakukan para pemain Indonesia mencerminkan betapa buruknya koordinasi pertahanan mereka, sehingga sangat mudah ditembus oleh Laos. Sebaliknya, angka intersep, pemulihan bola, dan sapuan Laos lebih tinggi (21 intersep, 50 pemulihan bola, dan 29 sapuan).
Ini juga menandakan permainan Indonesia yang masih terburu-buru dan kurang tenang. Mereka cenderung memaksakan bola ke depan sehingga mudah diantisipasi barisan pertahanan Laos, alih-alih sabar menunggu pertahanan mereka terbuka untuk menciptakan ancaman lebih matang.
Kecenderungan bermain kurang sabar juga tercermin dari penurunan akurasi umpan dari babak pertama ke babak kedua saat Indonesia membutuhkan gol kemenangan. Di babak pertama, Indonesia mencatatkan 227 umpan berhasil dari 267 kali atau dengan tingkat akurasi 85 persen. Sedangkan di babak kedua, Indonesia mencatatkan 137 umpan berhasil dari 179 kali atau dengan tingkat akurasi 76,5 persen.
Efektif adalah kata yang tepat untuk menggambarkan penampilan Laos pada di Stadion Manahan. Mereka hanya butuh tiga tembakan untuk mencetak tiga gol dari 11 sentuhan bola pemain Laos di kotak penalti Indonesia.
Jumlah ini berbanding terbalik dengan tim tuan rumah yang bermain kurang nyaman di kandangnya sendiri. Ada 28 sentuhan di kotak penalti Laos dari Marselino Ferdinan dan kawan-kawan yang berbuah sembilan tembakan tepat sasaran ke gawang yang dikawal Keo-Oudone Souvannasangso yang hanya berhasil dikonversi menjadi tiga gol.
Laos membuktikan di sepak bola tidak ada hal yang pasti, bahwa meski ada 61 peringkat dunia di bawah Indonesia, di lapangan semua bisa terjadi. Mereka sangat bisa melawan Indonesia sepanjang 90 menit pertandingan dengan skuad muda yang juga diturunkan di sebelas pertamanya. Usia rata-rata yang diturunkan Ha Hyeok-jun malam itu adalah 22,7 tahun, lebih tua 1,8 tahun dari barisan starter Indonesia.
Hasil pertandingan melawan Laos tentu tak perlu terlalu disesali karena yang terjadi biarlah terjadi. Pertandingan ini biarlah menjadi tontonan yang mesti diulang-ulang para pemain agar mereka tahu betul letak kesalahan mereka sehingga tercipta perbaikan permainan di laga berikutnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Imbang rasa kalah di Manahan