Padang (ANTARA) - Raut wajah bahagia tak bisa dihindari Wahyu bersama rombongan setelah mendarat dengan selamat di Pulau Bando, Kota Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. Perjalanan selama 1 jam 20 menit di bawah terik matahari tersebut langsung terbayarkan saat kapal yang mereka tumpangi bersandar di bibir pantai yang eksotis.
Pasir putih, deburan ombak, kicauan burung, ayunan pohon kelapa yang menari ke kiri dan kanan menyambut kedatangan rombongan Pertamina Patra Niaga Sumatera Bagian Utara (Sumbagut), Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional (LKKPN) Pekanbaru, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI serta beberapa orang mahasiswa untuk melakukan observasi dan penelitian penyu.
Selayang melepas penat dan menghirup udara segar, rombongan mulai bergerak menuju pusat penangkaran atau inkubasi penyu di salah satu sudut Pulau Bando. Di pusat penangkaran ini, pengelola kawasan konservasi bernama Irnal, mulai menjelaskan upaya-upaya penyelamatan hewan purba yang telah dilakukan selama ini.
Dengan tegas ia menyampaikan bahwa Pulau Bando merupakan sebuah pulau yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan nasional yang meliputi habitat penyu serta ekosistem yang ada di sekitarnya. Untuk mendukung upaya konservasi, KKP RI berkolaborasi dengan PT Pertamina Patra Niaga Sumbagut, Aviation Fuel Terminal Minangkabau.
Pertamina sendiri memiliki andil besar dalam menjaga kelangsungan konservasi di pulau itu. Lewat program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), perusahaan di bidang energi milik pemerintah ini merancang sebuah program yang disebut Sistem Informasi Pemberdayaan Nagari Berbasis Konservasi atau lebih dikenal dengan Si Rancak Ulakan.
Inovasi berbasis digital ini merupakan cara modern dan kekinian dalam menyelamatkan habitat penyu sebagai salah satu satwa yang dilindungi Undang-Undang 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, Pertamina Patra Niaga Sumbagut AFT Minangkabau membuat terobosan baru berupa alat inkubasi yang dinamai E-Katuang. Inkubator ini mampu menampung 50 hingga 80 butir telur penyu dimana tingkat keberhasilannya lebih tinggi jika dibandingkan dengan penetasan di alam liar (alami). Gagasan E-Katuang ini muncul sebagai upaya mempercepat dan mengupayakan keberhasilan penetasan telur satwa dilindungi tersebut.
Dengan menggunakan E-Katuang maka proses inkubasi hingga telur penyu berhasil menetas hanya membutuhkan waktu 50 hari. Sementara, jika ditetaskan di alam liar setidaknya membutuhkan waktu 60 hingga 70 hari. Hebatnya, dengan menggunakan alat ini pengelola konservasi bisa melakukan rekayasa genetik atau menentukan jenis kelamin penyu yang diinginkan lewat pengaturan suhu, tingkat kelembapan dan beberapa indikator lainnya.
Kemudian, untuk memudahkan pengelola atau mahasiswa yang melakukan riset tentang penyu di pulau tersebut, Pertamina menyiapkan kode batang di pusat inkubasi. Dengan memindai kode batang itu, maka siapa saja bisa mengetahui berbagai informasi tentang penyu yang sedang diinkubasi.
Sebagai kawasan konservasi, Pertamina menyadari implementasi energi bersih dan hijau wajib dilaksanakan tak terkecuali di Pulau Bando. Hal tersebut juga sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan terutama poin ketujuh yakni energi bersih dan terjangkau, serta poin Ke-13 penanganan perubahan iklim.
Untuk mewujudkan dan mendukung upaya konservasi yang ramah lingkungan, Pertamina membangun dua sekaligus pembangkit listrik yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Pulau Bando.
PLTB vertical axis wind turbine (VAWT) tipe H-Darrieus itu memiliki kapasitas 500 Watt, sementara PLTS yang menggunakan empat panel listrik berkapasitas 2.300 Watt Peak (WP). Gabungan keduanya memiliki energi listrik setara dengan 1.200 Volt Ampere (VA).
Penggunaan PLTS dan PLTB ini juga dilatarbelakangi besarnya potensi energi angin dan tenaga surya di kawasan itu yang sama sekali belum dimanfaatkan. Berangkat dari potensi itu, Pertamina mulai membuat dan memasang PLTB dan PLTS di Pulau Bando di awal 2024.