Bukittinggi (ANTARA) - Pihak Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang mencurigai adanya sindikat perusak citra pesantren melalui aksi pencabulan kepada santri setelah terungkapnya kasus dua oknum guru dari madrasah itu.
"Kami akan cari siapa dalangnya. Dugaan kami pelaku ini bagian dari sindikat yang menyusup ke pesantren," kata juru bicara MTI Canduang, Khairul Anwar, Senin (29/7).
Ia mengatakan jika mengamati kasus serupa di sejumlah sekolah agama lainnya, Khairul Anwar meyakini ini merupakan sindikat.
"Pelaku pertama RA (29) merupakan korban pelecehan pada 2012 lalu di pesantren lain. Sedangkan pelaku kedua, AA (23) merupakan korban RA. Kedua pelaku dulunya juga korban," kata Khairul.
Ia menegaskan MTI Canduang terus mendalami masalah ini dengan berkoordinasi dengan kepolisian dan membuka ruang untuk berkoordinasi mengungkap kasus yang menghebohkan ini.
"Itu bukti keseriusan MTI Canduang menyelesaikan masalah. Kita bongkar, kita perang terhadap hal-hal yang mencoreng agama, adat dan budaya," tegasnya.
Baca juga: MTI Canduang pecat guru cabul dan berikan pendampingan ke seluruh korban
Khairul juga mengungkap dua oknum guru di Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang ternyata lulusan terbaik di sekolah itu dan merupakan mubalig kondang.
"Kedua pelaku merupakan berprestasi di bidang akademik. Mereka merupakan alumni dan menjadi lulusan terbaik di angkatan mereka. Mereka juga meraih predikat cumlaude di perguruan tinggi," kata Khairul Anwar.
Untuk tersangka RA (29), katanya, merupakan mubalig kondang yang sering diundang mengisi pengajian di masjid-masjid.
"Bisa dicek di media sosial, banyak mengisi pengajian. RA ini juga ahli tarikat dengan status mursyid," ujarnya.
Untuk keseharian, kedua pelaku menurutnya sangat sopan dan baik. Oleh sebab itu, pihak pesantren kecolongan atas kasus ini.
Tidak hanya itu, pihak sekolah juga sudah mengupayakan pengamanan semaksimal mungkin. Sejumlah CCTV juga dipasang di lingkungan asrama.
"Tapi pelaku melakukan perbuatan itu di area yang tidak terjangkau CCTV. Kita kecolongan. Pihak yayasan akan melakukan evaluasi menyeluruh," kata dia
Khairul Anwar menambahkan bantahan adanya berita menyebut banyak santri yang jadi korban rudapaksa.
"Itu tidak benar. Dari 40 korban, 3 orang jadi korban sodomi. Sisanya menjadi korban pelecehan. Untuk korban kita berikan pendampingan dari psikolog," pungkasnya.
Baca juga: Polisi tangkap dua orang guru pesantren cabuli 40 siswa di Agam