Batusangkar (ANTARA) - Alinar (70) biasa dipanggil Etek Kalek, adalah wanita paruh baya pengrajin senggan di Nagari Tanjung Barulak, Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar.
Di suatu siang, Etek Kalek tampak sibuk dirumahnya, rumah petak berukuran kecil, bercat putih, tanpa ada kamar tidur dan sedikit ruang tamu dan dapur yang dia tempati bersama sang suami.
Etek Kalek wanita yang periang, sangat ramah, dan raut wajahnya selalu terlihat ceria, lepas tanpa ada beban, begitu dia menyambut kami.
Meski diusia yang sudah tidak muda, semangat dan kerja keras Etek Kalek tidak pernah pudar. Dia masih semangat menganyam satu persatu lidi kelapa untuk dijadikan senggan.
Karena memang satu-satunya usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama suami adalah membuat senggan, lalu hasilnya dia jual di pasar-pasar tradisional yang ada di Kecamatan Batipuh.
"Hanya dengan ini Etek bisa untuk mendapatkan uang, kepandaian lain tidak punya, dulu ada bapak membantu ke ladang sekarang sudah tidak kuat lagi," kata Etek Kalek beberapa waktu belakangan ini.
Etek Kalek seperti tidak tergilas zaman, ditengah perkembangan pesatnya teknologi, dia masih bertahan dengan pekerjaan senggan nya, masih banyak jenis dan ragam senggan yang dikerjakannya.
Di Nagari Tanjung Barulak tidak banyak lagi orang yang bisa mengerjakan kerajinan itu, mungkin salah satunya yang tersisa adalah Etek Kalek, keahlian yang dia warisi dari sang ibu (almarhumah Lisa) puluhan tahun lalu, sejak dia masih remaja.
Meski diusia yang sudah larut senja, tangan Etek Kalek tampak masih seperti muda, jari-jarinya lihai memutar dan menganyam lidi menjadi senggan.
Jika tidak ada kendala dan hambatan, dalam sehari dia bisa membuat dua buah senggan dengan ukuran kecil dan sedang.
Berbanding terbalik disaat dia masih muda, dalam sehari dia bisa mengerjakan empat hingga lima senggan perharinya.
Usia boleh tua namun semangat Etek Kalek tetap muda, itulah sosok yang menggambarkan wanita berusia 70 sekaligus tulang punggung keluarga itu.
Pantang menyerah, hasil kerajinan senggan yang telah dikerjakan Etek Kalek selama satu minggu kemudian dia bawa ke pasar tradisional di daerah itu untuk dijual .
Biasanya dia menjual hasil senggan nya di Pasar di Nagari Pitalah, berjarak kurang lebih tiga kilometer dari rumahnya.
Senggan itu dia bawa dengan cara dijujung di kepala melewati jalan kampung, menuruni bukit, melewati jembatan dengan berjalan kaki.
"Kalau sekarang hanya 10 senggan bisa Etek bawa, itupun sudah berat, kalau dulu adalah banyak," kata Etek Kalek dengan riang.
Senggan Etek Kalek selalu ditunggu, berapapun dia bawa ke pasar selalu habis dibeli konsumen.
Namun ditengah usaha yang dan kerja keras Etek Kalek, tidak sebanding proses pembuatan dengan hasil jualnya.
Satu buah senggan dengan ukuran kecil hanya dipatok seharga Rp7 ribu saja, sementara senggan ukuran besar dibeli seharga Rp15 ribu, sementara pengerjaan senggan itu berhari-hari.
Kemudian hasil dari berjualan senggan itu sendiri dia belikan lidi, bahan baku dari senggan tersebut. Lidi itu biasa dia dapatkan pada masyarakat pembuat ketupat.
Satu ikat lidi dibeli dengan harga bervariasi, ada yang tiga ribu ada juga yang lima ribu, tergantung besaran ikat dari lidi tersebut.
Lidi yang dibeli tidak sembarangan lidi, untuk membuat senggan harus memerlukan lidi yang bagus, muda, dan berukuran besar, supaya senggan yang dihasilkan tahan dan berkualitas.
Disitulah kendala yang dialami Etek Kalek, susahnya mendapatkan bahan baku membuatnya kadang tidak bisa memenuhi permintaan.
"Itulah nak, bahan baku susah sekarang, kadang ada yang minta pesanan tapi kendala dari bahan baku," kata Dia.
Wali Nagari setempat Alfa Enersi mengakui, seiring perkembangan zaman tidak banyak lagi warganya yang menggeluti kerajinan senggan.
Agar kerajinan tersebut tidak hilang di Nagari Tanjung Barulak, Pemerintah Nagari setempat telah melakukan pelatihan pembuatan senggan kepada generasi muda di daerah itu.
Meski banyak yang mengikuti, tidak semua generasi muda yang tertarik dengan kerajinan senggan. Karena selain pengerjaannya rumit harga jual dari senggan itu sendiri relatif murah.
Agar pengrajin senggan tetap eksis di Tanjung Barulak, dia berencana mengadakan pelatihan senggan dengan mengubah bentuk dari senggan itu sendiri agar tidak monoton, seperti berbentuk piring, tempat buah, dan lainnya menjadi lebih menarik.
"Saya lihat saat ini banyak usaha seperti pecel lele piringnya itu menggunakan senggan yang dialas dengan kertas nasi, tidak hanya itu bisa juga untuk pengganti piring sate," kata dia.
Tidak lupa dia berharap kepada Pemerintah Kabupaten Tanah Datar melalui dinas terkait mencoba membantu dan memasarkan produk tersebut, sehingga senggan bisa dilirik lebih luas lagi.
Berita Terkait
Polres Pasaman Barat berikan semangat dan pendampingan ke petani talas
Rabu, 4 Desember 2024 16:17 Wib
BPBD Pariaman bersihkan material pohon tumbang di objek wisata
Rabu, 4 Desember 2024 16:09 Wib
Komisi XII DPR soroti perlunya transformasi sektor pertambangan
Rabu, 4 Desember 2024 15:53 Wib
Kota Solok terus kembangkan produk unggulan pertanian serai wangi
Rabu, 4 Desember 2024 15:53 Wib
Rapat Pleno KPU tetapkan Ramlan-Ibnu menangkan Pilkada Bukittinggi 2024
Rabu, 4 Desember 2024 15:51 Wib
Gerindra sebut Gus Miftah harus dievaluasi buntut ucapan ke penjual es teh
Rabu, 4 Desember 2024 15:35 Wib
Cholil Nafis tekankan pentingnya jaga lisan dalam komunikasi publik
Rabu, 4 Desember 2024 15:34 Wib
Presiden tegur Gus Miftah terkait pernyataan viral ke pedagang es teh
Rabu, 4 Desember 2024 15:34 Wib