Bukittinggi (ANTARA) - Petugas Kantor Imigrasi Agam bersama Kemenkumham Wilayah Sumatera Barat berhasil mengamankan delapan warga negara Tiongkok yang terbukti tidak memiliki ijin tinggal, satu antaranya ditetapkan sebagai tersangka.
"Tujuh orang terbukti menggunakan ijin tinggal tidak sesuai dan melanggar ketentuan, segera akan dideportasi, sementara satu orang ditetapkan tersangka karena memenuhi unsur pasal pelanggaran tentang keimigrasian, ancaman hukumannya denda dan pidana," kata Kepala Divisi Imigrasi Kemenkumham Sumbar, Novianto Sulastono di Bukittinggi, Jumat.
Ia mengatakan semua WNA asal Tiongkok itu ditindak di Kabupaten Pasaman Barat sesuai penegakan hukum keimigrasian.
"Pengamanan awal dilakukan terhadap tujuh WNA yang bekerja di sebuah penambangan biji besi sebuah perusahaan di Kabupaten Pasaman Barat dalam operasi mandiri," katanya.
Dari hasil operasi mandiri tersebut petugas mengamankan tujuh pekerja ilegal dengan 23 lainnya terbukti memiliki dokumen imigrasi resmi.
"Sementara untuk satu orang ditindak Pro Justitia atau penetapan tersangka, ini diamankan dari sebuah kapal MV.Flying Fish di perairan Air Bangis, Pasaman Barat, pelaku terbukti tidak masuk dalam daftar crew list," kata Novianto.
Kepala Kantor Imigrasi Agam, Adityo Agung Nugroho menjelaskan semua WNA diamankan dari informasi awal masyarakat yang mencurigai aktivitas para pelaku di daerah setempat.
"Operasi Mandiri kami gelar awal Mei, mereka diketahui masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta pada April dengan menggunakan visa kunjungan B211B dan langsung menuju Site PT Gamindra Mitra Kesuma," kata dia.
Adityo menyebut, ketujuh WNA inisial HQ, LF, LY, PS, YZ, ZS dan ZX itu dikenakan tindakan administratif keimigrasian sesuai dengan pasal 75 UU nomor 6 tahun 2011 dihukum deportasi kembali ke negaranya.
"Tindakan ini merupakan tindakan represif reduktif pendepotasian yang akan dilaksanakan pada Sabtu (27/5)," katanya.
Sementara untuk satu pelaku yang ditetapkan tersangka inisial LSH terbukti melanggar pasal 122 huruf A dan pasal 123 huruf B UU nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian.
"Ancamannya maksimal hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta," pungkasnya.