IDAI ungkap tren diabetes tipe 2 pada anak dan remaja akibat gaya hidup tidak sehat

id Diabetes tipe 2,Diabetes pada anak

IDAI ungkap tren diabetes tipe 2 pada anak dan remaja akibat gaya hidup tidak sehat

Ilustrasi konsumsi makanan tidak sehat (ANTARA/freepik.com)

Jakarta, (ANTARA) - Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengungkapkan adanya tren diabetes tipe dua pada anak dan remaja yang muncul karena faktor gaya hidup yang tidak sehat.

"Sekarang yang mengkhawatirkan adalah tren diabetes tipe 2 pada remaja dan anak. Yang harusnya muncul di usia 40 tahun ke atas, ini sudah ditarik lebih prematur lagi ke anak-anak. Jadi anak-anak sekarang sudah banyak yang diabetes tipe 2," ungkap Piprim saat dijumpai di Gedung Dr R Soeharto, Jakarta Pusat, Kamis (2/3).

"Tipe 2 ini ada faktor genetik sedikit, tapi faktor gaya hidup, faktor pola makan itu yang sangat-sangat penting. Nah pola makan seperti apa? Kalau kita lihat, dasar dari diabetes tipe 2 adalah resisten insulin," sambungnya.

Resisten insulin adalah gangguan penyerapan glukosa pada otot dan peningkatan produksi glukosa oleh hati. Penyebab dari resisten insulin adalah karena mengonsumsi makanan yang bersifat manis dan karbohidrat.

Lebih dalam, Piprim mengingatkan bahwa gaya hidup dengan mengonsumsi junk food menjadi salah satu penyebab anak mengalami diabetes tipe 2. Sebab makanan-makanan tersebut mengandung tinggi gula hingga tinggi tepung.

"70 persen anak diabetes itu obesitas. Hanya 30 persen anak diabetes tipe 2 yang tidak obesitas. Jadi kalau tipe 2 nanti kaitannya dengan obesitas, sindrom metabolik. Tapi tipe 1 biasanya kurus," terangnya.

Piprim juga mengingatkan bahwa diabetes memiliki bahaya jangka panjang. Misalnya bisa mengakibatkan gangguan pada mata, diabetic retinopathy yang bisa menyebabkan kebutaan. Kemudian bisa juga terkena gagal ginjal kronik, serangan jantung, stroke hingga penyumbatan pembuluh darah di kaki yang berisiko diamputasi.

"Jadi sekarang kita harus kembali dengan jargonnya ya. Yang merusak masyarakat itu adalah junk food. Makanan, snack, segala macam yang ada barcodenya. Lawan dari junk food adalah real food, makanan yang tidak punya barcode. Misalnya ikan, telur, ayam, sayuran, tahu dan tempe," katanya.

"Ayo kembali ke real food. Kembali ke makanan Indonesia, makanan tradisional kita, makanan nenek moyang kita itu jauh menyehatkan. Kaya protein hewani dan nabati. Tapi anak-anak, balita khususnya, itu hewaninya dulu yang dipenuhi," pesan Piprim. (*)