Polisi: Gunakan pelat palsu, hukuman Mario Dandy dapat diperberat
Jakarta, (ANTARA) - Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Irjen Pol. Firman Shantyabudi mengatakan penggunaan pelat palsu pada kendaraan yang dipakai untuk melakukan tindak kejahatan dapat dijatuhkan sanksi seperti yang dilakukan oleh Mario Dandy Satryo (MDS).
Menurut Firman, pelanggaran registrasi kendaraan tersebut dapat digunakan oleh penyidik reserse untuk memperberat hukuman terhadap MDS (20).
"Nanti reserse yang tanya. (Kendaraan) ini dipakai untuk apa. Kalau untuk 'mohon maaf' melakukan kejahatan maka nanti bisa memperberat (hukuman) barang kali," kata Firman di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan dalam peraturan lalu lintas, pengguna pelat palsu atau yang bukan nomor kendaraan-nya dapat diberi sanksi paling lama dua bulan dan denda Rp500 ribu.
Meskipun sanksinya kecil, namun jika kendaraan tersebut digunakan untuk melakukan tindak kejahatan, maka penyidik dapat menambahkan pelanggaran registrasi kendaraan tersebut.
"Saya baca di peraturannya, kalau menggunakan pelat yang bukan nomor-nya itu sanksinya cuma dua tahun, atau lima ratus ribu," ungkap Firman.
Kasus penganiayaan yang dilakukan MDS kepada D (17) di kawasan Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan menjadi perhatian publik.
Selain melakukan penganiayaan secara brutal, MDS juga ketahuan menggunakan mobil mewah jenis Rubicon dengan pelat nomor palsu.
Setelah MDS menjadi tersangka, berikutnya S (19) juga telah ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (24/2).
Kasus penganiayaan ini kini diambil alih oleh Polda Metro Jaya pada Kamis (2/3).
Polda Metro Jaya juga telah menaikkan status hukum teman wanita MDS, yaitu AG (15) menjadi anak yang berkonflik dengan hukum karena terseret dalam kasus penganiayaan D (17).
Kedua tersangka dijerat dengan pasal baru. Untuk MDS disangkakan melanggar Pasal 355 KUHP ayat 1 subsider Pasal 354 ayat 1 KUHP subsider Pasal 353 ayat 2 KUHP subsider Pasal 351 ayat 2 KUHP dan atau 76c juncto 80 UU Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.
Sedangkan S dijerat dengan Pasal 355 ayat 1 juncto 56 KUHP subsider Pasal 354 ayat 1 Juncto 56 KUHP subsider Pasal 353 ayat 2 juncto 56 KUHP, subsider Pasal 351 ayat 2 jo 56 KUHP dan atau Pasal 76c juncto 80 UU Perlindungan Anak. (*)
Menurut Firman, pelanggaran registrasi kendaraan tersebut dapat digunakan oleh penyidik reserse untuk memperberat hukuman terhadap MDS (20).
"Nanti reserse yang tanya. (Kendaraan) ini dipakai untuk apa. Kalau untuk 'mohon maaf' melakukan kejahatan maka nanti bisa memperberat (hukuman) barang kali," kata Firman di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan dalam peraturan lalu lintas, pengguna pelat palsu atau yang bukan nomor kendaraan-nya dapat diberi sanksi paling lama dua bulan dan denda Rp500 ribu.
Meskipun sanksinya kecil, namun jika kendaraan tersebut digunakan untuk melakukan tindak kejahatan, maka penyidik dapat menambahkan pelanggaran registrasi kendaraan tersebut.
"Saya baca di peraturannya, kalau menggunakan pelat yang bukan nomor-nya itu sanksinya cuma dua tahun, atau lima ratus ribu," ungkap Firman.
Kasus penganiayaan yang dilakukan MDS kepada D (17) di kawasan Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan menjadi perhatian publik.
Selain melakukan penganiayaan secara brutal, MDS juga ketahuan menggunakan mobil mewah jenis Rubicon dengan pelat nomor palsu.
Setelah MDS menjadi tersangka, berikutnya S (19) juga telah ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (24/2).
Kasus penganiayaan ini kini diambil alih oleh Polda Metro Jaya pada Kamis (2/3).
Polda Metro Jaya juga telah menaikkan status hukum teman wanita MDS, yaitu AG (15) menjadi anak yang berkonflik dengan hukum karena terseret dalam kasus penganiayaan D (17).
Kedua tersangka dijerat dengan pasal baru. Untuk MDS disangkakan melanggar Pasal 355 KUHP ayat 1 subsider Pasal 354 ayat 1 KUHP subsider Pasal 353 ayat 2 KUHP subsider Pasal 351 ayat 2 KUHP dan atau 76c juncto 80 UU Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.
Sedangkan S dijerat dengan Pasal 355 ayat 1 juncto 56 KUHP subsider Pasal 354 ayat 1 Juncto 56 KUHP subsider Pasal 353 ayat 2 juncto 56 KUHP, subsider Pasal 351 ayat 2 jo 56 KUHP dan atau Pasal 76c juncto 80 UU Perlindungan Anak. (*)