Dampak perang Rusia-Ukraina: memperlambat pertumbuhan negara berkembang Asia

id proyeksi ADB,pertumbuhan ekonomi ,negara berkembang,ekonomi asia,perang rusia ukraina

Dampak perang Rusia-Ukraina: memperlambat pertumbuhan negara berkembang Asia

Foto Dokumen: Seorang pekerja berjalan melewati kantor pusat Asian Development Bank (ADB) di Manila 17 Juni 2009. ANTARA/REUTERS/Cheryl Ravelo

Manila (ANTARA) - Bank Pembangunan Asia (ADB) mengatakan pertumbuhan di negara berkembang Asia kemungkinan akan lebih lambat tahun ini daripada yang diperkirakan sebelumnya karena perang di Ukraina diperkirakan akan menggagalkan pemulihan ekonomi di kawasan yang masih belum pulih dari pandemi COVID- 19.

ADB dalam sebuah laporan yang dirilis Rabu, mengungkapkan ekonomi gabungan blok itu, yang meliputi China dan India, diproyeksikan tumbuh 5,2 persen tahun ini atau turun sedikit dari perkiraan 5,3 persen pada Desember dan jauh lebih rendah dari pertumbuhan 6,9 persen di tahun sebelumnya.

Untuk tahun 2023 kawasan ini diperkirakan tumbuh 5,3 persen.

"Invasi Rusia ke Ukraina telah sangat mengganggu prospek untuk negara-negara berkembang Asia yang masih bersaing dengan COVID-19," kata ADB dalam laporan Asian Development Outlook

Pemberi pinjaman multilateral yang berbasis di Manila itu mengatakan faktor-faktor lain juga dapat mempersuram prospek pertumbuhan kawasan, termasuk kenaikan harga-harga komoditas yang sedang berlangsung, peningkatan risiko stabilitas keuangan yang mungkin berasal dari kenaikan suku bunga agresif di Amerika Serikat, dan munculnya varian COVID-19 yang lebih mematikan.

Ekonomi China mungkin akan tumbuh 5,0 persen tahun ini, kata ADB, lebih lambat dari proyeksi Desember, dan jauh lebih lemah dari ekspansi 8,1 persen pada 2021, karena wabah COVID-19 mengganggu kegiatan ekonomi dan menurunkan belanja konsumen.

Kecuali Asia Selatan, semua sub-kawasan diperkirakan mencatat pertumbuhan yang lebih lambat dari perkiraan tahun ini. ADB sekarang memperkirakan Asia Timur dan Asia Tenggara masing-masing tumbuh 4,7 persen dan 4,9 persen, bukannya 5,0 persen dan 5,1 persen.

Untuk Indonesia, ADB memperkirakan akan tumbuh 5,0 persen tahun ini, sama dengan proyeksi Desember namun meningkat dari perkiraan September 4,8 persen dan meningkat dari ekspansi 3,7 persen pada 2021.

Dengan kenaikan harga-harga komoditas yang lebih tajam dari perkiraan, ADB menaikkan perkiraan inflasi untuk kawasan ini menjadi 3,7 persen pada tahun 2022 dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,7 persen, sebelum turun menjadi 3,1 persen pada tahun 2023. (*)