Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menginginkan pasar modal Indonesia bisa melakukan pendalaman pasar lagi meskipun saat ini kinerjanya relatif sudah stabil setelah sempat terpuruk akibat pandemi COVID-19.
"Dengan adanya COVID-19 ini, kita sangat clear apa yang harus kita lakukan ke depan. Secara garis besar kita harus menjaga pasar modal kita lebih dalam lagi supaya kita bisa lebih resilient ke depan. Kita cukup bangga bahwa kita akhirnya bisa menahan penurunan IHSG dan membawa kembali kepercayaan investor menjadi lebih baik lagi, bahkan IHSG kita sudah di atas 5.000. Kita yakin ini akan kembali normal sejalan dengan pertumbuhan perekonomian kita ke depan, namun kita harus tetap waspada," ujar Wimboh saat pembukaan Capital Market Summit & Expo 2020 secara virtual di Jakarta, Senin.
Menurut Wimboh, pendalaman pasar modal harus terus dilakukan diantaranya dengan memperbanyak instrumen investasi baik yang sifatnya ritel maupun korporat. Insentif dapat diberikan kepada para penerbit efek atau emiten agar bisa membuat instrumen investasi yang bisa diakses oleh para investor, khususnya investor ritel.
Dengan banyaknya instrumen investasi di pasar modal, lanjut Wimboh, diharapkan harus memenuhi kebutuhan pasar baik instrumen biasa ataupun instrumen lindung nilai (hedging). Investor asing banyak mengeluhkan instrumen hedging di Indonesia yang belum lengkap baik untuk nilai tukar maupun risiko suku bunga, serta hedging default.
"Sehingga investor asing ini kalau ada sentimen negatif strateginya pasti di sell-off karena tidak ada hedging yang mumpuni. Toh kalau ada cukup mahal, terutama nilai tukar. Ini adalah tantangan-tantangan kita bersama," kata Wimboh.
Wimboh menuturkan selain instrumen, yang perlu diperdalam adalah investor selaku pemain (player) di pasar modal dengan memperluas basis investor terutamanya investor ritel. Saat ini basis investor ritel sudah semakin besar. Sekitar 73 persen transaksi di pasar saham adalah transaksi ritel dan merupakan transaksi yang paling banyak dalam lima tahun terkahir.
"Kami sambut baik bahwa akhir-akhir ini banyak basis investor yang terjadi di pasar transaksinya adalah transaksi ritel. Ini harus terus kita lakukan agar ini semakin meluas sehingga kalau banyak investor-investor ritel kita, volatility kita bisa dikendalikan dengan lebih baik," ujar Wimboh.
Ia menambahkan, dalam rangka pendalaman pasar modal, dukungan infrastruktur juga krusial agar semua proses di pasar modal dapat dilakukan secara elektronik sehingga transaksi bisa dilakukan secara cepat oleh investor di manapun.
Selain pendalaman pasar modal, penerapan digitalisasi di pasar modal menjadi penting untuk bisa membuka dan mempercapat akses bagi seluruh investor di seluruh nusantara.
"Digitalsaisi ini bukan saja dilakukan di pasar modal, tapi juga di seluruh sektor keuangan untuk masuk ke akses ritel di daerah, sehingga mempercepat inklusi keuangan kita kepada masyarakat di daerah," katanya.
Terakhir, lanjut Wimboh, investasi perlu didorong dengan membangun optimisme para pengusaha. OJK sendiri bersama pemangku kepentingan lainnya telah berupaya agar dari sisi permintaan maupun penawaran bisa betul-betul bangkit setelah terdampak pandemi.
"Perbankan tidak ada masalah likuiditasnya, tinggal bagaimana demand kreditnya kita tingkatkan. Demand kredit tergantung dari demand masyarakat, aktivitas ekonomi dan sebagainya. Pemerintah sudah melakukan banyak hal dengan insentif agar terjadi demand yang luar biasa melalui spending termasuk alokasi social benefit kepada masyarakat. Bagaimana ini bisa cepat yang akhirnya mendorong investasi. Ini satu hal yang patut kita cermati bersama agar investasi ini bisa rolling," ujar Wimboh,
Wimboh menambahkan dengan telah disahkannya UU Cipta Kerja, dapat menjadi momentum yang baik bagi pengusaha untuk bisa mengoptimalkan bisnisnya agar investasi cepat berkembang dan menyerap tenaga kerja yang lebih banyak lagi.
"Ini adalah momentum yang tepat pada saat ini bagaimana investasi ini bisa kami inject lebih cepat lagi," katanya.