Rencana pendudukan paksa Israel di Tepi Barat, AS belum pastikan dukungan

id aneksasi Tepi Barat,rencana aneksasi Israel,pendudukan paksa di Tepi Barat,AS dan Israel,palestina di Tepi Barat

Rencana pendudukan paksa Israel di Tepi Barat, AS belum pastikan dukungan

Foto Arsip: Penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner (tengah) tersenyum ketika mendengarkan pembicaraan Presiden AS Donald Trump (kiri) dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat, 25/3/2019. ANTARA/REUTERS/Carlos Barria/TM

Washington/Yerusalem (ANTARA) - Pertemuan selama tiga hari yang diikuti oleh para penasihat Presiden Amerika Serikat Donald Trump belum menghasilkan keputusan terkait dukungan AS terhadap rencana pendudukan paksa Israel di Tepi Barat, kata beberapa pejabat pemerintah, Kamis (25/6).

Pertemuan tingkat tinggi itu membahas rencana Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperluas kedaulatan Israel pada pemukiman Yahudi di Tepi Barat. Rencana itu dikutuk keras oleh Palestina, sejumlah negara Arab, dan negara-negara asing lainnya.

Kabinet PM Netanyahu secara resmi mulai membuka pembahasan mengenai rencana pendudukan paksa/aneksasi, Rabu (24/6). Posisi AS yang masih belum jelas menunjukkan kehati-hatian pemerintahan Trump sebelum membuat keputusan.

"Belum ada keputusan final untuk menerapkan langkah selanjutnya dalam rencana Trump," kata satu pejabat. Ia mengacu pada rancangan pakta perdamaian Israel-Palestina versi Trump yang dapat menjadi landasan Netanyahu menduduki paksa Tepi Barat.

Trump, yang cenderung berpihak ke Israel, turut hadir dalam pertemuan tingkat tinggi itu, kata beberapa sumber yang menolak menyebut nama.

Seorang pejabat lain mengatakan "penemuan fakta" lebih lanjut dibutuhkan sebelum AS menetapkan sikapnya.

Rancangan pakta perdamaian buatan Trump yang diumumkan ke publik pada Januari menyebutkan AS akan mengakui pemukiman Yahudi sebagai bagian dari Israel. Usulan Trump itu diragukan oleh banyak pihak.

Pemukiman Yahudi yang disebut dalam rancangan tersebut dibangun di atas tanah milik rakyat Palestina. Palestina berharap tanah yang berada di Tepi Barat itu dapat menjadi bagian dari negaranya.

Usulan Trump memungkinkan Palestina membentuk sebuah negara, tetapi ia menetapkan syarat yang ketat. Sejumlah petinggi di Palestina menolak rancangan pakta perdamaian Trump tersebut.

Netanyahu berharap AS menyetujui rencana perluasan kedaulatan Israel di permukiman Yahudi dan Lembah Yordania. Sebagian besar negara lain menilai pembangunan pemukiman merupakan perbuatan ilegal.

Pertemuan antara penasihat Trump pada minggu ini dihadiri oleh menantu presiden yang juga menjabat sebagai penasihat senior, Jared Kushner, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, dan sejumlah ajudan lainnya. Pompeo pada Rabu (24/6) mengatakan keputusan terkait aneksasi merupakan "kewenangan Israel".

Salah satu opsi yang disediakan AS dalam usulannya mencakup perluasan kedaulatan Israel secara bertahap di beberapa pemukiman dekat Yerusalem. Wilayah itu lebih luas dari rencana awal Netanyahu, yang menghendaki 30 persen luas Tepi Barat masuk ke bagian Israel, kata seorang sumber yang mengetahui rencana tersebut.

Pemerintah Trump masih membuka kemungkinan Israel akan melakukan pendudukan paksa lebih luas. Namun, Kusher khawatir jika AS membiarkan Israel bergerak terlalu cepat, rakyat Palestina akan semakin terpinggirkan.

AS juga khawatir ada penolakan dari Yordania, satu dari dua negara yang punya perjanjian damai dengan Israel. Yordania juga adalah salah satu negara di wilayah Teluk Arab yang memperluas kerja sama dengan Israel.

Washington menginginkan Pemerintah Israel, yang sempat terpecah dalam beberapa isu, mencapai kesepakatan atau konsensus.

Sumber: Reuters