Pulau Punjung (ANTARA) - Seorang bidan desa sukarela di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat (Sumbar) mengaku diancam oknum pemerintah nagari apabila tidak mengembalikan dana bantuan langsung tunai (BLT) yang sudah diterima.
"Saya diancam dipindahkan dari posisi sebagai bidan desa, bahkan hingga menerima ancaman pidana kalau tidak dikembalikan," kata Lisa Arianti (25) di Pulau Punjung, Jumat.
Lisa Arianti mengaku hanya sebagai bidan desa dengan status sukarela, bukan PNS dan bukan pegawai kontrak pemerintah pusat. Ia mengaku setiap bulan hanya mendapat insentif Rp400.000 dari pemerintah daerah setempat.
Ia mengaku mendapat ancaman dari wali nagari akan pindahkan sebagai bidan desa di Jorong Pasar, Nagari Sialang Gaung apabila tidak mengembalikan BLT yang bersumber dari dana provinsi.
Begitu juga dari oknum kepala korong mengancam dapat dipenjara apabila dana yang sudah diterima tidak dikembalikan, lanjut dia.
"Bahkan hingga bagian TU Puskesmas Koto Baru juga menghubungi saya untuk mengembalikan dana tersebut. Bukan saya tidak mau, uangnya sudah dipakai untuk membeli kebutuhan sehari-hari," ungkap dia.
Ia mengaku cemas atas ancaman tersebut, dan berharap ada solusi terkait persoalan itu.
Ia mengatakan dirinya tidak meminta-minta agar terdaftar sebagai penerim BLT ke pemerintah nagari. Namum, kalau diberikan maka diterima.
"Waktu itu kepala korong meminta fotokopi kartu keluarga, setelah itu diberitahu kalau nama saya terdaftar sebagai penerima BLT, disuruh jemput dan diambil. Sekarang minta dikembalikan, ya bagiamana uangnya sudah habis untuk membeli kebutuhan sehari-hari," ungkap dia.
Sementara, Wali Nagari Sialang Gaung, Kecamatan Koto Baru Sahrial membantah adanya tudingan tersebut.
Menurut dia pemerintah nagari juga tidak mempersoalkan apabila penerima tidak mengembalikan dengan syarat menandatangani surat pernyataan.
Dalam surat tersebut, jelasnya lebih kurang berbunyi apabila tidak berhak menerima BLT atau data tumpang tindih maka yang bersangkutan wajib mengembalikan dana tersebut, kalau tidak akan dapat diproses secara hukum yang berlaku.
"Kurang lebih suratnya berbunyi seperti itu. Jadi di sini bukan diancam, kalau masyarakat tidak mau mengembalikan tandatangani saja suratnya," ungkapnya.
Saat ditanya proses pendataan hingga verifikasi dalam menentukan nama-nama penerima BLT, menurut dia telah dilakukan sesuai arahan pemerintah.
Awal mula program BLT digulirkan seluruh perangkat korong diminta untuk mengumpulkan Kartu Keluarga (KK) masyarakat. Setelah melalui proses yang panjang kemudian turun nama-nama yang memperoleh BLT.
"Jadi begini, bantuan itu diserahkan setelah data diajukan, namun lain data yang diberikan, lain pula data yang keluar, kalau tidak kita serahkan masyarakat menuntut. Mungkin saja kasus ini namanya tetap keluar karena sudah diusulkan dari awal-awal rencana bantuan, namun setelah ada perubahan kita data lagi tetap juga keluar," katanya.