Padang (ANTARA) - Jaringan peduli perempuan Sumatera Barat yang tergabung dari sejumlah organisasi swadaya masyarakat dan komunitas menggelar aksi diam pada momentum merayakan Hari Perempuan Internasional sebagai bentuk penolakan terhadap aturan yang diskriminatif.
Aksi diam digelar di kawasan card free day Jalan Khatib Sulaiman Kota Padang, Sumbar, Minggu.
Dalam siaran pers dirilis, perempuan berdaulat atas dirinya, sahkan RUU penghapusan kekerasan seksual,
dan tolak RRU cipta kerja, tolak RUU ketahanan keluarga.
"Kami perempuan Sumatera Barat menolak peraturan- peraturan diskriminatif terhadap perempuan," kata Koordinator Jaringan Peduli Perempuan Sumbar Rahmi Meri Yanti seperti dalam rilis diterima, Minggu.
Saat ini pemerintah dan DPR telah merancang dan membuat peraturan-peraturan yang berpotensi merampas hak perempuan ke depan.
"Kami menyatakan menolak RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) dan RUU Ketahanan Keluarga yang sedang digodok oleh pemerintah dan DPR RI saat ini. Kami mendesak untuk disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sekarang dikenal dengan RUU Penghapusan Tindak Pidana Kekerasan Seksual,c
Melalui aksi ini kami menyuarakan keberatan kami terhadap RUU Cipta Kerja dan RUU Ketahanan Keluarga.
Ini pernyataan sikap Jaringan Peduli Perempuan Sumbar diantaranya:
1. Dalam proses pembentukan RUU Cipta Kerja pemerintah hanya melibatkan pengusaha tanpa melibatkan partisipasi masyarakat. Tentunya sikap diskriminasi dan menutup ruang partisipasi masyarakat oleh pemerintah dalam pembuatan RUU ini dapat dikategorikan sebagai persekongkolan yang akan merampas dan mengebiri hak-hak rakyat.
2. RUU Cipta Kerja minim keberpihakan terhadap nasib rakyat. Sistem pengupahan tidak adil, diberangusnya hak pekerja perempuan dalam cuti haid dan cuti melahirkan, tenaga kontrak bagi pekerjaan utama sehingga akan menghasilkan perbudakan modern kedepannya.
Kedepan, dapat kita lihat potensi kemiskinan yang semakin meluas yang tentunya akan berdampak pada kekerasan perempuan di ranah domestik dan ruang publik.
3. RUU Cipta Kerja tidak mengutamakan keselamatan lingkungan. Peniadaan IMB, izin lingkungan, penghapusan kewajiban 30 persen untuk kawasan hutan dan amdal bukan prioritas akan membuka kesempatan luas untuk melanggengkan kerusakan lingkungan. Kami yakin dan percaya masifnya kerusakan lingkungan pastinya berdampak pada hak kesehatan, hak ekonomi, peningkatan bencana ekologis yang mempersulit hidup rakyat kedepan.
4. RUU Ketahanan Keluarga yang meletakkan peran perempuan diranah domestik sehingga membatasi perempuan di ruang publik.
5. RUU Ketahanan Keluarga merupakan represif negara hingga ke relasi suami istri disebuah rumah tangga yang tidak mengutamakan kesetaraan dan keadilan gender.
6. RUU Cipta kerja dan RUU Ketahanan Keluarga berpotensi besar memiskinkan rakyat dan perempuan kedepannya.
"Hari ini kami mendesak negara untuk berpihak pada korban kekerasan seksual dengan mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," tegasnya.
Catatan Nurani Perempuan, tahun 2019 ada 105 kasus yang dilaporkan ke Nurani Perempuan, 51 kasus merupakan kekerasan seksual. Kekerasan seksual merupakan kasus tertinggi yang ditangani tahun 2019.Direktur Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (LP2M) Ramadhaniati menambahkan, masih banyak tantangan dalam melakukan penanganan korban kekerasan seksual.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual hadir untuk menjawab kebutuhan korban, tambahnya.
Aksi ini diikuti oleh perwakilan perempuan di Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Tanah Datar.
Jaringan peduli perempuan sumbar menyuarakan agar perempuan dimanapun berada menyuarakan kepentingan rakyat dan perempuan untuk kemaslahatan bangsa kedepan.