Soal kewarganegaraan eks ISIS, pakar: cukup keputusan Menkumham
Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum tata negara Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengatakan penetapan kehilangan kewarganegaraan untuk warga negara Indonesia (WNI) yang pernah tergabung dalam ISIS cukup dengan keputusan Menteri Hukum dan HAM.
"Aturan perundang-undangan Indonesia yang mengatur mengenai tata cara kehilangan kewarganegaraan RI sebenarnya sudah sangat jelas dan terang," ujar Bayu Dwi Anggono dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Ia menuturkan hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI yang merupakan turunan dari UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Pasal 23 huruf (d) UU Kewarganegaraan mengatur seorang WNI dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraan jika masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin dari presiden.
Sedangkan ayat (f) di pasal yang sama menegaskan seorang WNI dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraan jika secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing.
Terhadap WNI yang memenuhi ketentuan tersebut, selanjutnya diatur dalam Pasal 32 ayat (1) PP Nomor 2 Tahun 2007, pimpinan instansi tingkat pusat yang mengetahui adanya WNI yang memenuhi ketentuan kehilangan Kewarganegaraan RI mengoordinasikan dengan Menteri Hukum dan HAM.
Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 2 Tahun 2007 juga membuka ruang adanya laporan dari pimpinan instansi tingkat daerah atau anggota masyarakat yang mengetahui adanya WNI yang memenuhi ketentuan kehilangan kewarganegaraan.
Kemudian dalam Pasal 34 ayat (1) PP Nomor 2 Tahun 2007, diatur tindak lanjut hasil koordinasi atau laporan, Menteri Hukum dan HAM memeriksa kebenaran laporan tentang kehilangan Kewarganegaraan RI.
Dalam memeriksa kebenaran laporan tersebut, Menteri Hukum dan HAM melakukan klarifikasi kepada pelapor, terlapor dan instansi terkait.
"Mengingat terlapor, yaitu WNI yang bergabung di ISIS tidak memungkinkan untuk dilakukan klarifikasi dan di sisi lain bukti-bukti yang menunjukkan bahwa mereka bergabung ke ISIS telah terang benderang, maka Menteri Hukum dan HAM cukup melakukan klarifikasi kepada instansi terkait," kata Bayu Dwi Anggono.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan klarifikasi, Menteri Hukum dan HAM menetapkan keputusan menteri tentang nama orang yang kehilangan Kewarganegaraan RI. Keputusan itu tembusannya di antaranya disampaikan kepada Presiden.
"Presiden hanya menerima tembusan saja dan tidak perlu menetapkan keputusan presiden tentang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia bagi WNI yang bergabung ISIS karena kewenangan tersebut merupakan kewenangan Menteri Hukum dan HAM," ucap dia.
"Aturan perundang-undangan Indonesia yang mengatur mengenai tata cara kehilangan kewarganegaraan RI sebenarnya sudah sangat jelas dan terang," ujar Bayu Dwi Anggono dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Ia menuturkan hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI yang merupakan turunan dari UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Pasal 23 huruf (d) UU Kewarganegaraan mengatur seorang WNI dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraan jika masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin dari presiden.
Sedangkan ayat (f) di pasal yang sama menegaskan seorang WNI dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraan jika secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing.
Terhadap WNI yang memenuhi ketentuan tersebut, selanjutnya diatur dalam Pasal 32 ayat (1) PP Nomor 2 Tahun 2007, pimpinan instansi tingkat pusat yang mengetahui adanya WNI yang memenuhi ketentuan kehilangan Kewarganegaraan RI mengoordinasikan dengan Menteri Hukum dan HAM.
Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 2 Tahun 2007 juga membuka ruang adanya laporan dari pimpinan instansi tingkat daerah atau anggota masyarakat yang mengetahui adanya WNI yang memenuhi ketentuan kehilangan kewarganegaraan.
Kemudian dalam Pasal 34 ayat (1) PP Nomor 2 Tahun 2007, diatur tindak lanjut hasil koordinasi atau laporan, Menteri Hukum dan HAM memeriksa kebenaran laporan tentang kehilangan Kewarganegaraan RI.
Dalam memeriksa kebenaran laporan tersebut, Menteri Hukum dan HAM melakukan klarifikasi kepada pelapor, terlapor dan instansi terkait.
"Mengingat terlapor, yaitu WNI yang bergabung di ISIS tidak memungkinkan untuk dilakukan klarifikasi dan di sisi lain bukti-bukti yang menunjukkan bahwa mereka bergabung ke ISIS telah terang benderang, maka Menteri Hukum dan HAM cukup melakukan klarifikasi kepada instansi terkait," kata Bayu Dwi Anggono.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan klarifikasi, Menteri Hukum dan HAM menetapkan keputusan menteri tentang nama orang yang kehilangan Kewarganegaraan RI. Keputusan itu tembusannya di antaranya disampaikan kepada Presiden.
"Presiden hanya menerima tembusan saja dan tidak perlu menetapkan keputusan presiden tentang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia bagi WNI yang bergabung ISIS karena kewenangan tersebut merupakan kewenangan Menteri Hukum dan HAM," ucap dia.