Pembebasan ruas Tol Padangpariaman-Pekanbaru tergantung pemerintah daerah

id dprd sumbar, tol padangpariaman-pekanbaru

Pembebasan ruas Tol Padangpariaman-Pekanbaru tergantung pemerintah daerah

Warga melintas di depan lahan yang baru dibuka untuk pembangunan tol Sumatera Barat, di kawasan Padang Industrial Park (PIP), Padangpariaman, Sumatera Barat, Kamis (14/2/2019). Pengerjaan ruas Tol Padangpariaman-Pekanbaru seksi I kembali dilanjutkan, dengan memindahkan pekerjaan ke titik lain di STA 3875, karena lahan sebelumnya di STA 0-4,2 kilometer masih bermasalah dengan ganti rugi tanah. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc.

Padang, (Antaranews Sumbar) - Wakil Ketua DPRD Sumatera Barat Arkadius mengatakan pembebasan lahan ruas jalan tol Padangpariaman-Pekanbaru sangat tergantung pada kemauan pemerintah daerah dalam menyelesaikannya.

“Apabila terjadi penolakan pembebasan lahan secara umum oleh masyarakat maka kepala daerah itu gagal dalam meyakinkan masyarakatnya untuk memberikan lahan mereka,” kata dia di Padang, Jumat.

Sementara jika penolakan itu berasal dari satu atau dua orang untuk membebaskan lahan tersebut maka pemerintah dapat menitipkan uang mereka di pengadilan negeri dan tetap melanjutkan proses pembangunan jalan tol tersebut.

Menurut dia sekarang tergantung kemauan pemerintah daerah dan sesuai dengan aturannya pembebasan lahan merupakan kewenangan pemerintah kota dan kabupaten. Setelah lahan tersebut bebas diserahkan kepada provinsi dan dikerjakan oleh pihak ketiga.

“Kami mendorong seluruh kepala daerah yang wilayah mereka dilintasi jalur pembangunan tol ini segera melakukan pembebasan lahan. Sejak diresmikan hingga saat ini sering dilakukan penundaan karena lahan yang belum bebas,” katanya.

Ia mengingatkan sejak diresmikan pembangunan ruas tol ini oleh Presiden Joko Widodo telah terjadi banyak penundaan, awalnya pembangunan ini akan dimulai dari Pekanbaru namun ada kendala dan kemudian dipindahkan lokasi pembangunan dimulai dari Kabupaten Padang Pariaman namun juga terkendala.

Selain itu dirinya mengingatkan kepada pemerintah kota dan kabupaten melakukan pembebasan lahan dilakukan secara transparan dengan masyarakat mulai dari nilai uang penggantian lahan dan diketahui secara bersama-sama oleh Forkopimda.

“Jangan sampai karena sering tertunda maka anggaran pembangunan ruas tol ini dipindahkan kepada yang lain, tentu itu merugikan bagi Sumbar,” ujar dia.

Politisi Partai Demokrat itu menilai ruas tol ini sangat vital bagi Sumatera Barat yang merupakan wilayah yang memiliki berbagai destinasi wisata. Sementara Pekanbaru merupakan daerah bisnis dan jalan tol ini akan menghubungkan kedua wilayah tersebut.

“Banyak keuntungan yang akan didapat mulai dari memperpendek jarak kedua kota tersebut bahkan ada jargon yang muncul yakni mencari uang di Pekanbaru kemudian menghabiskan uang tersebut di Sumatera Barat,” katanya.

Sebelumnya dua alat berat milik PT Hutama Karya untuk mengerjakan ruas tol Padangpariaman-Pekanbaru di STA 3875 dihadang sejumlah warga Padangpariaman yang menuntut persoalan tanah diselesaikan sebelum pekerjaan dimulai.

"Kita mulai hari ini, satu tahun setelah ground breaking oleh presiden. Namun ada warga yang menghalangi sehingga kita hentikan dulu sementara," kata Pimpinan Proyek Seksi I Tol Padang-Sicincin, Ramos Pardede.

Empat warga yang menghalangi tersebut mengklaim tanah mereka terimbas oleh pembangunan tol dan belum dilakukan ganti kerugian. Namun dalam dokumen yang ada, nama empat orang tersebut tidak ada.

Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit yang menerima laporan tersebut langsung menggelar rapat koordinasi dengan pihak terkait. Dalam pertemuan itu terungkap, tanah empat orang warga yang menghambat alat berat itu memang terimbas, tetapi segmennya masih dalam tahap pendataan.

Proses ganti kerugian akan dilakukan pada tahap II setelah melewati penilaian oleh tim appraisal.

Tol Padangpariaman-Pekanbaru merupakan sirip dari tol trans Sumatera yang bertujuan untuk mempercepat dan memperlancar akses antara Sumbar dan Riau. Ground breaking proyek strategis nasional itu dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada 13 Februari 2018.(*)