MK tegaskan kewenangan antara kurator dan likuidator berbeda

id mahkamah konstitusi

MK tegaskan kewenangan antara kurator dan likuidator berbeda

Mahkamah Konstitusi. (Antara)

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa tugas dan kewenangan antara kurator dengan likuidator berbeda sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

"Sekali pun dalam hal-hal tertentu ada kalanya keduanya melakukan pekerjaan yang sama, namun antara kurator dan likuidator memiliki tugas dan kewenangan yang berbeda," kata hakim konstitusi Aswanto, dalam sidang, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis.

Aswato membacakan pertimbangan mahkamah dalam putusan pengujian UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang diajukan oleh Perkumpulan Profesi Likuidator Indonesia (PPLI).

Lebih lanjut, Aswanto menjelaskan baik kurator maupun likuidator sama-sama bertugas menyelesaikan persoalan perseroan yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga.

Ketika perseroan dinyatakan bubar, seorang kurator yang ditunjuk pengadilan bertugas untuk membereskan harta pailit perseroan, kemudian berada dalam keadaan "insolvensi", maka kurator bertindak sebagai likuidator.

"Secara substansi terdapat perbedaan yang mendasar antara tugas dan wewenang kurator dengan likuidator," ujar Aswanto.

Mahkamah kemudian merujuk pada UU 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, menjelaskan bahwa kurator adalah orang perseroan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan hakim.

Sedangkan likuidator adalah orang yang ditunjuk atau diangkat menjadi penyelenggara likuidasi, baik yang diangkat oleh RUPS atau pengadilan, sepanjang berkaitan dengan perseroan yang dinyatakan pailit.

"Inilah alasan sebenarnya untuk menjadi kurator diatur secara ketat dibandingkan syarat-syarat menjadi likuidator," ujar Aswanto.

Sebelumnya, para pemohon dalam perkara ini mendalilkan bahwa telah terjadi perbedaan perlakuan antara likuidator dengan kurator, yang berpotensi menimbulkan diskriminasi.

Atas dasar itulah pemohon meminta supaya ketentuan yang diujikan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. (*)