Kemristekdikti prioritaskan pendirian perguruan tinggi vokasi

id kemristekdikti

Kemristekdikti prioritaskan pendirian perguruan tinggi vokasi

Kemristekdikti. (Antara)

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Kementerian Riset, Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) memprioritaskan pendirian perguruan tinggi vokasi di Indonesia karena jumlahnya yang masih sedikit.

"Yang boleh kita buka adalah vokasi. Jumlah perguruan tinggi vokasinya itu kurang, di negara-negara lain, negara yang maju jumlah perguruan tinggi vokasi hampir sama dengan jumlah perguruan tinggi yang non vokasi," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kemristekdikti Patdono Suwignjo dalam Forum Konsultasi Publik Layanan Direktorat Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Perguruan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Jakarta, Selasa

Patdono menuturkan masih sangat sedikit yang mengusulkan pendirian perguruan tinggi vokasi seperti politeknik karena biaya yang mahal.

Presiden Joko Widodo sejak 2016 meminta agar lebih banyak program studi vokasi yang dibuka untuk mencetak generasi bangsa yang terampil dan berdaya saing di pasar kerja.

"Maka dari tahun kemarin itu sudah kita prioritaskan kalau ada orang mau mendirikan politeknik, kita dukung. Tahun 2017 cuma delapan yang usulkan pendirian (perguruan tinggi vokasi), sudah kita kasih izin antara lain di Jakarta dan Padang," tuturnya.

Dia menuturkan jika setiap tahun hanya ada delapan pengusul izin untuk mendirikan perguruan tinggi vokasi, maka untuk menyamakan jumlah perguruan tinggi vokasi dengan non vokasi perlu 250 tahun.

Dia menuturkan pada Januari 2017, ada 4.529 perguruan tinggi. Jika ingin menyamaratakan jumlah maka baik jumlah perguruan tinggi vokasi dan non vokasi masing-masing seharusnya sekitar 2.250 perguruan tinggi.

"Dari 2.250 perguruan tinggi itu, kalau sekarang kita punya 262 perguruan tinggi vokasi berarti perlu tambahan sekitar 2.000, padahal satu tahun cuma delapan yang mengusulkan pendirian. Kalau dari delapan untuk menjadi 2.000 perguruan tinggi vokasi, maka perlu 250 tahun," ujarnya.

Patdono menuturkan pendirian perguruan tinggi vokasi menghadapi sejumlah tantangan antara lain biaya untuk membangun dan mengoperasikan perguruan tinggi vokasi yang mahal dibandingkan perguruan tinggi yang non vokasi, apresiasi masyarakat yang kurang terhadap pendidikan vokasi dan minat warga yang masih kurang untuk melanjutkan studi ke pendidikan vokasi.

Dia menuturkan untuk mendirikan satu perguruan tinggi vokasi seperti politeknik yang mampu menampung antara 2.000-2.500 mahasiswa, itu memerlukan anggaran antara Rp250-Rp300 miliar.

"Malangnya lagi tidak ada anaknya orang kaya mau sekolah politeknik sehingga kalau uang gedung Rp100 juta, tidak ada yang mau, Rp50 juta saja tidak ada yang mau. Coba kalau yang mau kedokteran ditarik Rp500 juta ya antre, meskipun nanti itu 'drop out' tidak apa-apa, pokoknya pernah jadi mahasiswa kedokteran, gagah gitu," ujarnya.

Untuk itu, Patdono menuturkan pihaknya mendukung pendirian perguruan tinggi vokasi termasuk memudahkan pemberian izin tanpa harus mengabaikan kualitas.

Dia mengatakan pihaknya menyederhanakan sejumlah persyaratan untuk menciptakan kondisi agar perguruan tinggi terutama politeknik bisa bertambah, yakni jumlah program studi yang sebelumnya diharuskan lima dapat dikurangi jadi tiga. Lalu jumlah dosen yang dulunya per prodi harus enam dosen, sekarang bisa lima dosen dengan setidaknya tiga dosen tetap dan dua dosen bantuan.

Namun, lanjut Patdono, hingga saat ini pemerintah belum bisa memberikan insentif untuk pendirian politeknik karena anggaran pemerintah sekarang diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur sehingga tidak ada anggaran lebih untuk perguruan tinggi maka pemerintah tidak bisa membuat politeknik baru.

Terkait dengan kondisi itu, dia mengatakan pihaknya menyarankan industri-industri untuk membangun politeknik. Dia menuturkan industri-industri memiliki ketertarikan untuk mendirikan politeknik.

"Hampir yang sekarang membuat politeknik itu ya industri misalnya summarecon," katanya.

Patdono mengatakan politeknik yang sudah ideal untuk didirikan yaitu yang mampu menampung minimum 2.000 mahasiswa.

Dia menuturkan industri memiliki anggaran untuk "tanggung jawab sosial perusahaan" (corporate social responsibility/CSR) yang bisa digunakan untuk mendirikan politeknik dan memiliki cadangan uang untuk membuat politeknik itu terus beroperasi.

Sementara, individu yang bukan berasal dari kalangan industri menghadapi tantangan pembiayaan karena harus mengandalkan uang pribadi sendiri untuk membangun politeknik.

"Yang masalah kan bukan punyanya industri, tapi yang harus dari kantongnya sendiri kan. Kalau jumlah mahasiswanya sedikit, tekor dia. Kalau industri punya anggaran CSR yang bisa digunakan untuk membiayai pendidikan tinggi," ujarnya.

Dia menambahkan politeknik yang bagus adalah politeknik yang memiliki kerja sama yang erat dengan industri.

"Tida ada politeknik yang bagus yang dia itu tidak mempunyai kerja sama yang erat dengan industri," ujarnya. (*)

Pewarta :
Editor: Mukhlisun
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.