Penyair muda itu ternyata pemuda Ranah Minang

id penyair

Pria berambut ikal tersebut mengatakan bahwa kehidupannya biasa saja, dari SD hingga SMA tak ada yang terlalu mencolok.

Padang (Antaranews Sumbar) Menjadi salah satu nominasi di acara bergengsi, Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2018 tidak pernah diduga sebelumnya oleh seorang Andre Septiawan.

Pria yang masih menyandang status sebagai mahasiswa itu

berhasil menyabet gelar gelar '"emerging writer", yakni istilah yang digunakan oleh UWRF untuk para penulis Indonesia yang memiliki karya berkualitas namun belum memperoleh publikasi yang memadai.

Andre, begitu sapaannya, menyukai dunia penulisan sejak beberapa tahun silam. Dia melakukannya sebagai hobi belaka.

Dengan logat khasnya, Andre yang lahir di Pariaman, Sumatera Barat, 22 tahun silam itu berbagi pengalamannya di dunia kepenulisan melalui telepon.

Pria berambut ikal tersebut mengatakan bahwa kehidupannya biasa saja, dari SD hingga SMA tak ada yang terlalu mencolok.

Tapi, saat duduk di bangku SMA, Andre mulai tertarik membaca buku kumpulan puisi seperti "Aku" karya Chairil Anwar dan "Mantra" karya Asrul Sani.

"Saya menulis dari kuliah, tapi hobi membaca puisi sejak SMA," ujarnya.

Dalam UWRF 2018, dua puisi karangannya berhasil masuk nominasi mengalahkan pesaing lain dari seluruh Indonesia. Puisi itu bertajuk "Dalam Perjalanan ke Bukittinggi" dan "Pasar Malam".

Dua puisi lelaki pendiam itu menceritakan dua hal yang berbeda, kenangan dan keinginan masa kini.

Begitu kuliah di jurusan Sastra Inggris, Universitas Andalas,Padang, Sumbar tahun 2013, Andre mulai menulis puisi bertemakan pemberontakan seperti karya WS. Rendra. Totalnya ada 19 puisi yang dia tuangkan ke kertas, namun buku berisikan puisi itu hilang.

Ketika ditanya kiat agar menjadi penulis yang baik, Andre memberikan sebuah kutipan yang menyentil.

"Penulis yang baik adalah pembaca yang baik," ucapnya.

Maksud dari kutipan tersebut, lanjutnya, jika ingin menjadi penulis yang kompeten maka bahan bacaan harus diperbanyak. Sebab, disanalah sumber inspirasi dan bahan yang dibutuhkan ketika berkarya.

"Saya menulis kalau sedang ada inspirasi, dimana pun dan kapan pun. Bahkan saat sedang mengendarai motor sekalipun," katanya lagi dengan diselingi gelak tawa.

Hobi menulisnya tidak dilatarbelakangi oleh orang tuanya, melainkan muncul dengan sendirinya karena selalu diasah alias otodidak.

Orang tua Andre yang bermukim di Pariaman bekerja sebagai pedagang, dan dua orang adiknya juga disana. Andre yang meneruskan pendidikan di kota Padang mengaku tak pernah menyangka bahwa karya yang dikirimnya ketika deadline berbuah manis.

Selama ini lelaki yang nantinya akan wisuda akhir Juni 2018 tersebut pernah mengirimkan beberapa puisinya ke ajang kompetisi serupa, namun tidak ada yang pernah berhasil.

"Jadi, adik saya memberi tahu bahwa ada ajang UWRF. Dia menyuruh saya agar mencoba untuk mengirimkan karya saya, karena selama ini keluarga saya tahu hobi saya.

Daripada tak bernilai dan tertimbun begitu saja, maka saya coba kirim lewat e-mail. Ternyata pada hari Jumat (22 Juni)saya dikabari lewat telepon bahwa saya terpilih menjadi salah satu penulis emerging. Bahagianya," katanya.

Karya berkualitas

Selama ini UWRF memilih banyak penulis terpilih sebagai emerging writers, namun tahun ini Yayasan Mudra Swari Saraswati sebagai penyelenggara UWRF hanya memilih lima penulis.

Hal ini mencerminkan komitmen UWRF untuk menempatkan kualitas karya sebagai parameter yang paling utama dalam proses seleksi.

"Dalam perspektif ini, jauh lebih penting bagi kami untuk menampilkan penulis dengan karya-karya yang berkualitas tinggi dibandingkan dengan semata-mata mengejar jumlah penulis. Karena itulah, dalam seleksi tahun ini kami putuskan hanya memilih lima penulis saja karena karya-karya dari para penulis lainnya secara kualitas belum memenuhi harapan kami," ujar I Wayan Juniarta mewakili UWRF, dikutip dari wawancara pada hari Selasa (26 Juni).

Masa pengumpulan karya untuk seleksi penulis emerging UWRF berlangsung sejak Desember 2017 hingga Februari 2018. Dalam rentang waktu tersebut, terkumpul 850 karya dari penulis-penulis yang berasal dari Sabang sampai Merauke.

Karya-karya tersebut terdiri atas cerpen, puisi, novel, esai, non fiksi, naskah drama, dan banyak jenis sastra lainnya.

Kelima penulis emerging terpilih datang dari latar belakang berbeda. Dua diantaranya masih mahasiswa, sedang tiga lainnya berprofesi sebagai dosen, peneliti bahasa, dan pemilik toko buku.

Para penulis emerging terpilih ini merupakan para penulis muda, dengan rentang usia 22-36 tahun.

Setelah tahun lalu karya sastra berupa puisi menjadi sorotan, tahun ini cerpen menggeser posisi tersebut. Lima karya dari penulis emerging terpilih berupa tiga cerpen, satu novel, dan satu puisi. Karya-karya ini mengambil tema-tema yang sederhana, tetapi diolah dengan bahasa yang sangat indah.

Program Seleksi Penulis Emerging Indonesia menjembatani para penulis emerging untuk lebih berkembang. Mereka mendapat kesempatan memperkenalkan karyanya kepada dunia bersama para penulis ternama Indonesia maupun internasional.

Selain itu, para penulis emerging akan diberangkatkan dari kota masing-masing untuk berpartisipasi dalam mengisi panel-panel diskusi di UWRF 2018 di Ubud dari tanggal 24-28 Oktober 2018.

Karya-karya mereka pun akan dibukukan dalam buku Antologi 2018, bersama dengan karya dari penulis-penulis ternama Indonesia lainnya.

Nama-nama penulis ternama Indonesia yang akan melengkapi buku Antologi 2018 akan diumumkan bersamaan dengan pengumuman program lengkap UWRF 2018.

Begitu ditanya mengenai publikasi buku dan ikut serta dalam acara bergengsi tersebut, Andre mengaku senang sebab ini kali pertama baginya dapat mengunjungi Pulau Dewata yang terkenal sebagai destinasi wisata dunia itu.

"Malahan saya dikirimi pesan oleh Bu Leila S Chudori lewat Facebook, wah saya senang sekali diucapkan selamat langsung dari penulis sehebat beliau," ujar Andre bersemangat seolah menganggap semua keberhasilan ini sebagai mimpi.

Dewan Kurator UWRF 2018 memilih lima penulis yakni Andre Septiawan dari Pariaman, Sumatera Barat; Pratiwi Juliani dari Rantau, Kalimantan Selatan; Rosyid H Dimas dari Yogyakarta; Reni Nuryanti dari Aceh; dan Darmawati Majid dari Bone, Sulawesi Selatan.

Leila S Chudori mengatakan bahwa karya-karya para penulis baru tersebut telah meningkat baik dari segi cerita, bertutur, dan penggunanaan diksi.

Dia berharap agar penulis yang berbakat dapat memiliki wadah yang mumpuni supaya Indonesia tak pernah kehabisan penulis maupun penyair ulung di masa-masa berikutnya.