Bachtiar Nasir ajak sunni dan syiah saling menghormati untuk kerukunan dan persatuan umat

id Bachtiar Nasir

Bachtiar Nasir ajak sunni dan syiah saling menghormati untuk kerukunan dan persatuan umat

Bachtiar Nasir. (Antara)

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Ustadz Bachtiar Nasir (UBN) berharap agar penganut madzhab Islam, Sunni dan Syiah, saling menghormati untuk kerukunan dan persatuan umat.

"Kalau anda anggap persoalan perbedaan Sunni dan Syiah tidak jadi masalah ya sudah tidak usah dakwah Syiah ke Indonesia, kami juga tidak dakwahkan Sunni ke Iran. Jalan tengahnya itu," kata UBN di sela Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) Ulama dan Cendekiawan Muslim Dunia di Bogor, Rabu.

Dengan kata lain, Bachtiar Nasir menekankan pentingnya menghormati teritori dari masing-masing madzhab sehingga tidak saling mengganggu tetapi tetap dapat bekerja sama beriringan.

Persoalan Sunni-Syiah, kata dia, merupakan persoalan sejak lama yaitu sejak meninggalnya Nabi Muhammad SAW. Perbedaan keduanya yang dalam beberapa kesempatan bertentangan memicu gerakan politik, sosial, kebudayaan dan lainnya.

Dia menyadari penyatuan dua madzhab itu sudah kerap dilakukan tetapi kerap ada dalam hasil yang jalan di tempat atau stagnan. Untuk itu, sudah seharusnya keduanya hidup berdampingan tanpa saling mengganggu.

"Kita sepakat untuk tidak sepakat dalam hal 'khilafiah furuiyah', itu merupakan ideologi mendasar kita kalau perlu pembagian wilayah," katanya.

Istilah "khilafiyah furuiyah" itu sendiri merujuk pada perbedaan-perbedaan dalam menerapkan Islam pada unsur cabang-cabang agama.

UBN mengatakan konsep Islam "wasathiyah" (moderat atau penengah) dimiliki oleh aliran Islam baik itu Sunni dan Syiah. Akan tetapi, bagaimanapun tetap ada perbedaan penerapan meski memiliki muara yang sama bahwa Islam adalah rahmat bagi alam semesta bukan mengarah pada radikalisme.

Menurut dia, ada persoalan mendasar antara Sunni dan Syiah yang dari zaman lama hingga kini tidak pernah dapat dipertemukan yaitu persoalan adanya penghinaan terhadap sahabat nabi dan belum adanya keterusterangan di antara dua madzhab utama dalam Islam.

"Selama tidak ada keterusterangan maka tidak akan ada persatuan. Begitu juga adanya penghinaan sabahat, selama itu ada Islam tidak akan bersatu," kata dia. (*)