Padang, (Antaranews Sumbar) - N (39) sama sekali tak pernah menduga akan mengidap HIV di usia terbilang muda yaitu 28 tahun yang membuat ia nyaris kehilangan semangat hidup.
Pria yang lahir di Jakarta dan kini berdomisili di Padang itu ketika divonis positif HIV pada 2006 hanya bisa pasrah dan mencoba untuk menerima kenyataan pahit tersebut.
"Saya cukup terkejut, awalnya sempat tidak percaya dengan keadaan kok bisa begini, saya tidak terima," katanya menceritakan kisahnya.
Ia diduga tertular HIV akibat kebiasaan menggunakan narkoba jenis heroin atau putaw memakai jarum suntik.
Perkenalan dengan barang haram itu dimulai ketika kuliah di salah satu universitas swasta di ibu kota negara. Saat itu pada kurun 1998 ia hanya coba-coba memakai putaw di kampus.
"Peredaran banyak, mendapatkannya mudah bisa dibilang kampus saya itu sarang narkoba," ujarnya.
Rasa penasaran terhadap narkoba membuat ia berhasrat mencoba seperti apa rasa benda berbentuk serbuk putih itu.
Apalagi ketika itu harganya terbilang murah hanya dengan uang Rp20 ribu bisa dipakai bersama lima orang teman, awalnya dihisap, dapatnya mudah, peredaran gampang.
Intensitas pemakaian N kian hari semakin tinggi dan selama ini barang yang biasanya diperoleh secara cuma-cuma dari teman tak bisa lagi gratis.
"Saking tingginya saya pakai per jam, kadang cuma untuk menutupi rasa sakit saja karena badan sudah minta," katanya.
Karena telah kecanduan membuat N memutar akal untuk mencari uang pembeli putaw. Akhirnya ia pun mulai ikut berjualan barang haram itu agar bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
"Pokoknya nutup, perputaran barang dan permintaan tinggi di kampus hingga lingkungan," katanya.
Namun naas menimpa karena ulahnya sebagai pengedar membuat harus berurusan dengan polisi dan tertangkap pada kurun 2000.
Saat itu salah seorang konsumennya tertangkap dan bernyanyi mendapatkan barang haram darinya sehingga N dijebak oleh polisi dan akhirnya ditangkap.
Tidak hanya harus menjalani persidangan ulah N memakai narkoba juga membuat ia dikucilkan dan tidak dianggap lagi oleh keluarga saat itu.
Orang tua berkali-kali melarang bahkan sampai ia pernah dilarang keluar rumah satu minggu sebagai hukuman. Namun perlakukan tersebut membuat ia memberontak dan kabur dari rumah.
Pernah juga orang tua hendak membawa ke tempat terapi di Garut namun ia bisa kabur dengan berpura-pura membeli rokok saat dalam perjalanan ke lokasi.
Kehidupan rumah tangganya juga kandas akibat memakai narkoba. Menikah dengan istri pada 2000 bahteranya goncang karena harus menjalani hukuman.
Menjalani status sebagai narapida di LP Cipinang pada awalnya N berpikir peristiwa itu sebagai momentum untuk bisa sadar dan tidak lagi memakai narkoba.
Ternyata sebaliknya di dalam penjara ia makin kecanduan menggunakan putaw dan menjadi tidak terkontrol.
Dia mengakui mendapatkan barang itu di dalam lebih mudah daripada di luar dan sudah jadi rahasia umum peredaran narkoba dikendalikan dari dalam.
Parahnya karena kondisi terbatas ia pun memakai putaw dengan jarum suntik bergiliran dengan sesama napi lain.
Saat itu karena kondisi terdesak ia tak berpikir panjang lagi risiko berganti-ganti memakai jarum suntik dengan orang lain.
"Itulah jahatnya narkoba, walaupun tahu tapi saat lagi terdesak semua akan lupa, dengan dicuci berkali-kali dianggap steril," katanya.
Setahun menjalani hukuman N kembali ke kampus untuk menyelesaikan kuliah yang terlantar sambil bekerja.
Tujuh bulan pertama setelah keluar ia sempat bersih dan tidak memakai narkoba. Namun karena perjumpaan dengan salah seorang teman lama yang menawari barang akhirnya ia kembali terjerumus.
Perilakunya kembali memakai narkoba membuat rumah tangganya kandas pada 2002 sehingga harus berpisah dengan istri kendati sudah dikaruania satu orang anak.
Akhirnya pada 2006 N mengalami sakit parah. Beragam penyakit mendera tubuhnya mulai dari TB paru, panas demam, mulut berjamur hingga diare terus menerus selama tujuh bulan membuat beratnya turun dari 60 kilogram menjadi 45 kilogram saja.
Karena tak kunjung sembuh dokter menanyai riwayat hidupnya dan dengan jujur ia menyatakan pernah memakai narkoba suntik.
Atas dasar itu akhirnya N dianjurkan untuk melakukan tes HIV . Ditemani sang kakak ia pun harus menerima kenyataan bahwa dalam tubuhnya virus tersebut positif.
"Ibu saya sampai nangis saking tidak siap menerima kenyataan, untung dijelaskan oleh kakak," ujarnya.
Terima kenyataan
Ia pun pada awalnya tak siap menghadapi kenyataan itu namun berkat pendampingan dari dokter dan tenaga konseling yang terus menguatkan ia pun mulai bisa menerima kenyataan.
Teringat akan istri dan anaknya N meski sudah berpisah N menyampaikan statusnya yang positif HIV dan mengajak istrinya untuk melakukan tes.
"Namun mantan istri saya masih keberatan dan sampai sekarang kabarnya sehat, kalau anak sudah dites alhamdulillah negatif," katanya.
Untuk memutus rantai N dengan narkoba akhirnya orang tua memutuskan untuk membawanya ke Padang dan menjalani hidup di ibu kota provinsi Sumatera Barat.
Setelah menjalani pengobatan dari beragam penyakit yang mendera, N mulai mengonsumsi secara rutin obat Anti Retro Viral (ARV).
Setiap bulan ia kontrol rutin ke dokter dan harus mengonsumsi ARV
Semangat hidupnya pun mulai kembali dan memutuskan untuk kuliah di Padang. Tidak hanya itu ia pun membantu orang tua di rumah dengan menjalankan usaha pembayaran online.
N pun terlibat aktif dalam komunitas Orang Hidup Dengan HIV AIDS (ODHA) melakukan edukasi dan beragam penyuluhan.
Apalagi masyarakat masih memberikan stigma buruk kepada penyandang HIV karena belum paham.
Ia pun menyadari penggunaan narkoba tenryata membawa banyak kerugian mulai dari dikucilkan oleh keluarga, kuliah terbengkalai, hingga rumah tangga berantakan.
"Jangan coba-coba karena sangat merugikan diri sendiri, mari hindari narkoba," pesannya.
Kini sejak 12 tahun lalu divonis HIV ia tetap bisa menjalani hidup sebagaimana orang kebanyakan. Sesekali ia masih tetap melakoni hobinya naik gunung dan berolahraga.
Semangat Tak Berbatas Penderita HIV
Itulah jahatnya narkoba, walaupun tahu tapi saat lagi terdesak semua akan lupa, dengan dicuci berkali-kali dianggap steril