Mahasiswa S3 Wajib Publikasi Internasional

id Publikasi Internasional

Mahasiswa S3 Wajib Publikasi Internasional

Ilustrasi - Publikasi internasional. (Antara)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) Ali Ghufron Mukti mengatakan mahasiswa yang menempuh jenjang doktoral wajib melakukan publikasi internasional.

"Untuk mahasiswa S3 atau doktor ada kewajiban untuk melakukan publikasi internasional," ujar Ghufron di Jakarta, Senin.

Sementara untuk mahasiswa pascasarjana, diwajibkan untuk melakukan penulisan di jurnal yang terakreditasi nasional.

Ghufron mengatakan bahwa kewajiban melakukan publikasi internasional itu tertuang dalam Permenristekdikti 44/2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT). Selain itu, juga menumbuhkan budaya menulis di perguruan tinggi.

Tak hanya para mahasiswa, para dosen maupun guru besar juga dituntut untuk melakukan penelitian dan publikasi karya ilmiah.

Menurut Ghufron, hal itu tertuang dalam Permenristekdikti 20/2017 tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor, yang mana guru besar maupun lektor kepala berkewajiban melakukan publikasi yang terakreditasi nasional dan internasional.

Kemristekdikti akan melakukan pemberhentian sementara tunjangan profesi bagi lektor kepala yang tak melakukan publikasi nasional dan internasional.

"Jumlah publikasi internasional hingga akhir 2016 sudah mencapai 9.989. Jumlah tersebut meningkat tajam dari tahun yang sebelumnya yang hanya 5.000-an publikasi internasional".

Meski demikian, publikasi internasional Indonesia masih kalah dibandingkan Malaysia, Singapura dan Thailand. Publikasi internasional Malaysia yang terindeks Scopus saja mencapai 23.500 jurnal, Singapura sekitar 17.000 dan Thailand 12.000, sedangkan Indonesia baru 5.499.

"Malaysia lebih banyak karena memang jumlah universitasnya banyak dibandingkan Singapura".

Indonesia juga memiliki potensi yang cukup besar, yang mana jumlah lektor kepala mencapai 31.000 orang, kemudian guru besar sebanyak 5.200 profesor.

"Sebenarnya potensi Indonesia besar, oleh karena itu perlu dilakukan pengoptimalan melalui Permenristekdikti 20/2017 tersebut," cetus dia. (*)