Manjakan Lidah Di Tanah Minang

id kulinerminang

Manjakan  Lidah Di Tanah Minang

kuliner minang

"Butuh lebih dari satu minggu kalau Anda ingin wisata menikmati jajanan khas Padang," kata Ikhwan Wahyudi salah satu masyarakat Kota Padang.

Hal tersebut tampaknya memang menggambarkan betapa kayanya Padang dengan sensasi kulinernya. Masakan warung Padang atau rendang memang menjadi salah satu makanan terenak di dunia menurut berbagai sumber. Namun, bukan hanya makanan tersebut yang mendominasi kuliner Tanah Minang.

Walau tidak sepopuler rendang, gulai ikan karang mempunyai kekhasan tersendiri bagi penikmat kuliner nusantara.

Nama lokalnya adalah gulai lauak karang, atau yang berarti ikan karang. Makanan lokal berkuah ini bisa dijumpai di sepanjang Kecamatan Pauh, Kota Padang.

Mempunyai tekstur kuah yang kental keemasan, ciri khas dari campuran santan. Selain itu, campuran jeruk nipis juga terasa di setiap seduhan, bahkan meresap ke dalam daging ikannya sehingga mampu hampir menghilangkan aroma amisnya.

Ikan yang disajikan adalah bagian kepala hingga badannya, alasannya adalah secara umum kepala ikan mempunyai duri yang lebih sedikit dan besar daripada separuh badan ke ekornya sehingga mudah untuk memisahkan antara tulang dan dagingnya ketika dimakan.

"Biasanya para pembeli suka kepala ikan juga karena enak untuk diisap-isap kuahnya yang ada di kepala. Makanya, lebih nikmat pakai tangan kosong ketika memakannya," kata Ikhwan.

Kombinasi lengkuas dan daun serai sering terlihat potongan daunnya di antara remahan bumbu dalam kuah, mampu membuat "efek segar" bagi penikmat kuah.

Cabai merah, bawang putih, dan bawang merah harus dihaluskan agar tidak memengaruhi tekstur kental santan. Ruas-ruas jahe mampu membuat hangat tenggorokan untuk mengombinasikan pedas dan asamnya kuah.

Untuk tekstur daging ikan karang, jenis yang digunakan biasanya kakap karena dagingnya yang tebal. Namun, tidak jarang ditemui juga ikan kerapu.

Sebagai pasangan santap gulai ini, camilan paling nikmat adalah dengan rakik maco atau terbuat dari campuran bahan-bahan alami, seperti tepung beras, telur, maco (sejenis ikan), dan bumbu lainnya.

Karena tekstur keras pipih seperti keripik peyek ikan, lebih enak jika dilumuri dengan kuah gulai ikan. Sambalado menjadi pelengkap sempurna dari sajian ini. Pedas dan tidak halusnya cabai yang ditumbuk menjadi lebih kerasa ketika dikunyah.

Menurut pantauan Antara, rumah makan di pinggir jalan Pauh memang rumah makan sederhana, dalam artian benar-benar sederhana dari segi bahan bangunannya.

Berdinding kayu susun, jendela lebar tanpa daun jendela, meja, dan kursi yang berjejer, serta kobokan tangan dari bekas botol bir yang selalu sudah tersedia sebelum makanan dihidangkan.

Jendela yang lebar langsung menyajikan hamparan sawah yang hijau, membuat selera makan makin tergugah ketika ditemani sayup angin semilirnya khas perdesaan Padang yang masih alami.

"Tambuah ciek lai," kata salah satu pengunjung warung gulai ikan tersebut, yang berarti tambah satu lagi.

"Lamak Bana,(Enak sekali)," katanya memuji.

Harga yang ditawarkan terjangkau, yaitu dua porsi gulai ikan karang, perkedel kentang, rakik maco, daun singkong, dua es teh manis, serta nasinya satu bakul hanya dibanderol Rp48 ribu.

Cindua Padang

Tidaak lengkap rasanya jika mencicip kuliner makanannya, tanpa minuman khas. Cindua padang atau cendol padang merupakan salah satu minuman khas kota asal kisah Siti Nurbaya tersebut.

Masih sama dengan khas warung sederhana dengan dinding kayunya, minuman cendol ini juga banyak dijajakan di sepanjang jalan daerah Pauh, juga banyak di daerah Bukittinggi.

Ketika menyajikan, cendol hijau selalu berada di bawah lapisan gelas, sedikit bercampur dengan cendol cokelat (lopis), kemudian santan serta gula aren berada di tengah lapisan gelas sehingga bagian atas telihat serutan es.

Tampilan susunan tersebut membuat lebih segar cindua padang karena terlihat gradasi seperti kue lapis sebelum diaduk menjadi satu bercampur dengan serutan es yang mulai mencair.

Yang membedakan cendol padang dengan yang lain adalah adanya ampiang alias beras pulut. Jika diartikan dalam bahasa Minang, disebut "bareh puluik" teksturnya harus ditumbuk hingga pipih, berwarna kecokelatan campur putih sebesar bulir-bulir nasi.

Pemanisnya adalah gula aren, bahasa Minangnya disebut gulo anau, yang telah diencerkan berwarna cokelat kental.

Setelah itu, dicampurkan dengan cendol, santan, serta lopis. Toping di atasnya adalah es serut sebagai penyegar dari minuman ini untuk menyatukan campuran gula aren dan santan.

Ada juga ditambah dengan parutan daging kelapa yang halus sehingga terasa gurih dan ada sensasi renyah ketika diminum. Jika ada menu lain, ada ditemui campuran cendol dengan daging durian, sesuai dengan selera dari pembeli.

"Minuman cendol ini sudah ada semenjak awal-awal perjuangan kemerdekaan, konon sejarahnya begitu," kata penjual Cindua Padang.

Harga minuman lokal ini berkisar Rp7.000,00 per gelasnya, tidak akan banyak menguras kantong pengunjung.

Biasanya di warung penjual cindua akan disajikan juga rambak kulit ikan atau rambak kulit sapi sebagai camilan pendamping es cendol manis tersebut.

Sebagai kota asal mitos Malin Kundang, selain banyak bumbu-bumbu mitos dan cerita pengiringnya, Padang memang memiliki bumbu-bumbu racikan salah satu terbaik di Indonesia, bahkan dunia.

Tidak salah jika para pencinta kuliner ingin menjadikan Padang sebagai salah satu daftar tempat yang harus dikunjungi untuk memanjakan selera kuliner pelancong.