Padang, (AntaraSumbar) - Skema "Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation" bertujuan mencegah perubahan iklim di negara berkembang, kata Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat Hendri Oktavia.
"Penyumbang terbesar perubahan iklim di Indonesia adalah kerusakan hutan. REDD+ atau pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan merupakan upaya pengelolaan hutan untuk mencegah atau mengurangi penurunan jumlah tutupan hutan akibat penebangan liar, pembakaran dan aktivitas pengrusakan hutan lainnya," katanya di Padang, Rabu.
Ia mengatakan hutan memiliki peran cukup besar bagi kelangsungan hidup makhluk hidup, di antaranya sebagai tempat hidup satwa liar dan menjaga udara tetap bersih.
"Melalui REDD+, dilakukan berbagai kegiatan di bidang kehutanan untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan karena dalam penerapannya melibatkan masyarakat," katanya.
Selain itu, melalui upaya tersebut akan membantu mengurangi jumlah karbondioksida (C02) di udara karena dalam aktivitasnya untuk tumbuh dan menghasilkan oksigen (O2), pohon membutuhkan CO2.
"Bila tidak ditanggulangi, dampak dari perubahan iklim tentu akan dirasakan oleh manusia, khususnya orang yang hidup langsung dari alam seperti nelayan dan petani," ujarnya.
Sementara itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) stasiun iklim Sicincin membekali 25 orang penyuluh pertanian di Sumbar mengenai pengetahuan tentang iklim sebagai upaya meningkatkan produksi pangan.
"Ini dilakukan untuk mengurangi risiko gagal tanam akibat iklim dan cuaca," ujar Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Sicincin Goeroeh Tjiptanto.
Ia mengatakan pertanian rentan terhadap dampak iklim dan salah satu strategi menyiasatinya adalah membekali penyuluh pengetahuan yang memadai.
Sejak 2012, sudah 175 penyuluh pertanian yang dibekali pengetahuan dan pemanfaatan tentang iklim dalam bidang pertanian, jelasnya. (cpw)