Wapres Bersaksi Meringankan Mantan Bupati Indramayu

id Wapres Bersaksi Meringankan Mantan Bupati Indramayu

Bandung, (Antara) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menghadiri undangan Pengadilan Tipikor Bandung, Senin, guna menjadi saksi meringankan bagi terdakwa dugaan kasus korupsi, yang juga mantan bupati Indramayu, Irianto Mahfudz Sidik Syafiuddin. Wapres, yang untuk pertama kalinya bersaksi di peradilan tipikor, tiba di ruang sidang lantai dua Gedung Pengadilan Negeri Bandung pukul 09.59 WIB dengan mengenakan kemeja putih berlengan panjang. Hadir pula Ketua Umum DPP Partai Golkar versi Munas Bali Aburizal Bakrie, Ketua Fraksi Partai Golkar Ade Komaruddin dalam persidangan dan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Irianto Syafiuddin atau akrab disapa Yance tersangkut kasus dugaan penggelembungan dana pembebasan lahan terkait pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Sumuradem 1 Indramayu, Jawa Barat. Kasus tersebut menjerat Yance saat dia menjabat sebagai bupati Indramayu dan Kalla menjabat sebagai Wakil Presiden di Kabinet Indonesia Bersatu. Yance didakwa melakukan penggelembungan ganti rugi tanah menjadi Rp57.850 /meter persegi, dari harga nilai jual obyek pajak milik PT Wiharta Karya Agung yang hanya sebesar Rp14.000/meter persegi. Akibat perbuatannya itu, Yance didakwa merugikan Negara senilai Rp4,1 miliar dan diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. Sebelumnya Wapres mengatakan pihaknya bersedia menjadi saksi untuk menegaskan bahwa pembebasan lahan tersebut dilakukan atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2006. Saya harus memberikan kesaksian bahwa benar itu adalah keputusan Pemerintah, karena dia (Irianto) dianggap bersalah dalam hal pembebasan lahan itu dan itu melalui keputusan Pemerintah," kata Wapres Kalla. Dalam Perpres tersebut diperingatkan semua perizinan yang menyangkut amdal, bahwa pembebasan dan kompensasi jalur transmisi dan proses pengadaan tanah harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 120 hari oleh instansi/pejabat terkait sejak pertama kali diajukan. Wapres mengatakan percepatan pembebasan lahan tersebut justru menguntungkan Pemerintah karena proyek pembangunan PLTU dapat segera terlaksana. Lagi pula nilai biaya pembebasan lahannya tidak terlalu merugikan Negara jika dibandingkan dengan nilai investasi pembangunan pembangkit listrik tersebut. "Dibandingkan dengan harga tanahya yang hanya 0,3 persen (dari nilai investasi) serta dengan cepat selesai, berarti justru sangat menguntungkan Negara. Karena pembebasan lahannya itu hanya Rp43 miliar, sedangkan biaya pembangunannya (pembangkit listrik) itu Rp10 triliun," jelasnya. Percepatan pembebasan lahan tersebut lebih efisien dibandingkan dengan proyek serupa di daerah lain, dimana proses pembebasan lahannya menghambat pembangunan pembangkit listrik. "Bandingkan dengan daerah yang sampai sekarang sudah dua tahun tidak selesai juga pembebasan lahannya, seperti di Batang (Jawa Tengah). Berapa kerugian Negara di situ? Justru karena (di Indramayu) ini cepat, jadi sebenarnya menguntungkan Negara," ujar Wapres. (*/sun)