Rio de Janeiro, (Antara/AFP) - Dengan memakai baju serba hitam dan topeng ski, kelompok anarkis Black Bloc memimpin kerusuhan sosial di Brasil dengan menggunakan taktik kekerasan yang menargetkan simbol-simbol kapitalisme.
Beberapa pakar kesulitan untuk mengidentifikasi kelompok tersebut, yang mulai menarik perhatian dalam demonstrasi pada Juli memprotes layanan publik di bawah standar, korupsi, dan biaya Piala Dunia 2014.
Saat kerusuhan sosial tumbuh dengan sporadis, taktik Black Bloc menginspirasi lebih banyak aksi-aksi kekerasan, terutama di sekitar kota Rio de Jenairo dan Sao Paulo.
Kelompok anarkis tersebut menginfiltrasi demonstrasi-demonstrasi untuk memprovokasi tindakan vandalisme terhadap simbol kapitalisme seperti restoran cepat saji McDonald dan bank.
Taktik Black Bloc dengan menggunakan pakaian serba hitam untuk merahasiakan identitas pertama kali muncul pada 1980 dalam gerakan protes melawan penggusuran liar di Eropa.
Namun mereka pertama kali mendapat perhatian internasional selama protes anti globalisasi yang berhasil menggagalkan konferensi World Trade Organization di Seattle 1999.
Di Brasil, kelompok tersebut mencoba untuk tetap tidak dikenal. Cabang Black Bloc di Rio menolak permohonan wawancara AFP dengan mengatakan, "Sangat sulit untuk menkontak kami dengan telephon karena sambungan kami diawasi. Kami lebih memilih berkomunikasi melalui Facebook."
"Kami tidak berbicara dengan para wartawan," kata kantor pusat kelompok itu.
Kelompok yang sukar dipahami itu menjadi daya tarik tersendiri bagi beberapa pakar.
"Sangat sulit untuk mengenal siapa mereka. Tidak hierarki yang jelas di organisasi itu. Pergerakan mereka sangat bersifat horizontal, sangat muda," kata Luiz Antonio Machado, pakar sosiolodi dari Rio Institute of Social and Political Studies (IESP).
"Gerakan ini tumbuh di tengah ketidak puasan umum dengan institusi sosial yang tidak berfungsi. Mereka tidak revolusioner namun sangat mungkin bergerak ke arah lebih radikal karena tidak mau berdialog," kata Machado.
Machado meyakini bahwa media massa telah menggunakan aksi kekerasan Black Bloc untuk mendiskreditkan unjuk rasa damai lainnya.
Sementara itu menurut Alba Zaluar, yang mendalami studi kekerasan di Universitas Rio, Black Bloc "menghancurkan semua pilar demokrasi yang dibangun" setelah periode kediktatoran 1964-1985.
"Black Bloc membuat demonstrasi semakin tidak diminati. Rakyat tidak berusaha untuk menghancurkan negara, mereka hanya ingin perbaikan layanan kesehatan, pendidikan, dan transportasi," kata dia.
Di sisi lain, sosiologis Jose Augusto Rodrigues bersikeras bahwa "tidak semua aksi vandalisme dilakukan oleh Black Bloc" namun dia sadar bahwa taktik kelompok itu "tidak berhasil."
"Pada Juni, banyak sekali masyarakat yang bergabung dalam demonstrasi, namun sejak Black Bloc menginfiltrasi unjuk rasa, masyarakat perlahan-lahan mundur," kata dia menambahkan.
Rodrigues mengatakan bahwa sangat sulit untuk memprediksi masa depan pengaruh Black Bloc dalam lanskap politik di Brasil. Hal itu bergantung pada bagaimana negara dan pihak kepolisian bereaksi.
Black Bloc sendiri berjanji akan meningkatkan aksi kekerasan selama berlangsungnya Piala Dunia pada Juni tahun depan. (*/sun)