Padang (ANTARA) - Otoritas Jasa keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) dinilai terus memperkuat sistem keamanan keuangan digital dalam rangka melindungi nasabah.
"Regulasi yang dibuat OJK bersama Bank Indonesia sudah sangat bagus dan memberikan proteksi yang sangat tinggi," kata pengamat keuangan dan perbankan dari Universitas Andalas (Unand) Fajri Adrianto di Padang, Rabu.
Selain BI dan OJK, lulusan Queensland University of Technology tersebut juga menilai bank-bank besar di tanah air juga terus memperkuat aspek keamanan untuk melindungi data-data para nasabah.
Namun apabila masih terjadi kesalahan sistem yang berkaitan dengan data, maka nasabah masih terselamatkan dengan lembaga penjamin simpanan (LPS).
Hal itu berarti adanya sistem perlindungan berlapis hingga jaminan dari negara lewat LPS akan membantu percepatan penerapan keuangan digital di Indonesia.
"Jadi, saya rasa Bank Indonesia, OJK dan pemerintah sudah bekerja keras bagaimana meningkatkan keamanan para nasabah," ujarnya.
Di satu sisi, dosen pada Fakultas Ekonomi Unand tersebut memahami salah satu kekhawatiran masyarakat untuk beralih ke sistem keuangan digital ialah terkait aspek keamanan.
Namun, dari riset yang telah dilakukan, persentase terjadinya hal-hal yang mengkhawatirkan tersebut tergolong kecil.
Terpisah, Kepala BI Perwakilan Sumbar Mohamad Abdul Majid Ikram mengatakan, dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2024 telah diluncurkan cetak biru sistem pembayaran Indonesia hingga 2030, yang salah satu isinya terkait perlindungan data nasabah.
BI berencana mengembangkan suatu sistem database nasabah bank yang nantinya data-data nasabah yang masuk daftar hitam harus disimpan dalam satu folder tertentu.
Dalam cetak biru yang disusun BI tersebut juga mengharuskan sistem keamanan keuangan digital memperbaharui atau mengembangkan sistem secara berkala.
Langkah tersebut untuk mengantisipasi kejahatan siber yang juga terus berkembang dengan berbagai pola dan mekanisme.
"Regulasi yang dibuat OJK bersama Bank Indonesia sudah sangat bagus dan memberikan proteksi yang sangat tinggi," kata pengamat keuangan dan perbankan dari Universitas Andalas (Unand) Fajri Adrianto di Padang, Rabu.
Selain BI dan OJK, lulusan Queensland University of Technology tersebut juga menilai bank-bank besar di tanah air juga terus memperkuat aspek keamanan untuk melindungi data-data para nasabah.
Namun apabila masih terjadi kesalahan sistem yang berkaitan dengan data, maka nasabah masih terselamatkan dengan lembaga penjamin simpanan (LPS).
Hal itu berarti adanya sistem perlindungan berlapis hingga jaminan dari negara lewat LPS akan membantu percepatan penerapan keuangan digital di Indonesia.
"Jadi, saya rasa Bank Indonesia, OJK dan pemerintah sudah bekerja keras bagaimana meningkatkan keamanan para nasabah," ujarnya.
Di satu sisi, dosen pada Fakultas Ekonomi Unand tersebut memahami salah satu kekhawatiran masyarakat untuk beralih ke sistem keuangan digital ialah terkait aspek keamanan.
Namun, dari riset yang telah dilakukan, persentase terjadinya hal-hal yang mengkhawatirkan tersebut tergolong kecil.
Terpisah, Kepala BI Perwakilan Sumbar Mohamad Abdul Majid Ikram mengatakan, dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2024 telah diluncurkan cetak biru sistem pembayaran Indonesia hingga 2030, yang salah satu isinya terkait perlindungan data nasabah.
BI berencana mengembangkan suatu sistem database nasabah bank yang nantinya data-data nasabah yang masuk daftar hitam harus disimpan dalam satu folder tertentu.
Dalam cetak biru yang disusun BI tersebut juga mengharuskan sistem keamanan keuangan digital memperbaharui atau mengembangkan sistem secara berkala.
Langkah tersebut untuk mengantisipasi kejahatan siber yang juga terus berkembang dengan berbagai pola dan mekanisme.