Padang (ANTARA) - Aktivitas mengajar terlihat berjalan normal di satu ruang kelas bernomor 316 pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang (UNP). Seorang dosen muda terlihat asyik mengajar dengan sejumlah mahasiswa.
Tiba-tiba telfon berdering, yang meminta dirinya untuk datang ke Kantor Kepegawaian UNP untuk menjemput selembar kertas penting. Kertas itu adalah Surat Keputusan (SK) pengangkatan Guru Besarnya dari Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Tanpa disadari senyum terpancar dari perempuan yang kini menjabat Kepala Departemen Program Studi Teknologi Pendidikan (TP), Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Padang (UNP) itu.
Diiringi dengan ucapan kalimat Alhamdulillah...Alhamdulillah...Alhamdulillah keluar dari mulutnya.
Betapa tidak, rasa bahagia dan syukur sedang menyelimuti diri ibu tiga anak itu, karena terhitung mulai Agustus 2023 sudah menjadi profesor atau guru besar.
Kebahagiaan itu secepatnya ditularkan ke orang-orang terdekatnya, terutama mengabarkan kepada sang suaminya, keluarga lainnya, dan tak luput para seniornya.
Hanya saja kepada kedua orang tuanya secara langsung tidak bisa ia kabarkan, Papa Abdurrani (Almarhum) seorang pensiunan guru SMP di Padang, karena sudah lama berpulang.
Begitu juga dengan sang Ibu Putrina (Almarhumah) pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN) Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang, yang sudah pergi selamanya sekitar dua bulan lalu.
Kini Prof. Abna Hidayati menjadi guru besar perempuan termuda di UNP pada usianya 40 tahun. Meski profesor paling termuda di UNP adalah seorang dosen pria berusia 36 tahun.
"Alhamdulillah, terima kasih dukungan dan doa-doa orang terdekat dan teman serta para senior," ucap istri Ipda Rahmat Hamulian SH.MM itu, ketika dikonfirmasi.
Ia membenarkan, masuk sebagai profesor termuda ketiga di UNP saat ini, dan termasuk cepat bisa sampai mencapai posisi guru besar.
Prof Abna guru besar dalam bidang Analisis Kurikulum dan Teknologi Pembelajaran sesuai dengan SK Mendikbudristek No.46168/M/07/2023.
Perjalanan karir sebagai dosen tetap diawali Prof Abna sejak diterima pada 2008 di Program Studi Teknologi Pendidikan, tak lama setelah dirinya menyelesaikan kuliah pasca sarjana yang digelutinya sambil menjalankan profesi jurnalis di Kantor Berita Antara Biro Sumatera Barat.
Berselang waktu tiga tahun kemudian pada September 2011, dia melanjutkan pendidikan doktoral atau S-3 di kampus yang sama.
Perempuan kelahiran 26 September 1983 itu, berhasil mempertahankan disertasinya berjudul "Pengembangan Kurikulum Pendidikan Karakter Bagi Siswa Sekolah Dasar" di depan para penguji pada 2014.
Seiring waktu berjalan Dr Abna dipercaya untuk menjadi Kepala Departemen/Ketua Prodi Teknologi Pendidikan FIP UNP.
"Kalau sebagai seorang pengajar di kampus sudah sampai diposisi doktor, tentu berkeinginan dan niat hati untuk sampai menjadi guru besar. Tapi tidak juga terlalu dikejar-kejar,"ungkapnya.
Berlahan saja tetapi pasti, tambahnya sembari menyebut cara dilakukan untuk meraih guru besar dalam kurun waktu kurang lebih 8,5 tahun. Dr Abna menyampaikan kiatnya, di antaranya rajin ikut seminar, menulis jurnal diwaktu luangnya.
Selain itu, setiap ada undangan seminar yang ada luaran prosiding baik dalam maupun luar negeri sering ikut. Terlibat dalam melakukan penelitian-penelitian.
Temuan yang turut mengantarkannya menjadi guru besar adalah menghasilkan website pembelajaran sainsteraktif, video pembelajaran, dan multimedia interaktif.
Berat Melepas Profesi Jurnalis
Ketika ingin menentukan pilihan memang dihadapkan pada kebimbangan bagi sebagian orang. Hal itu terjadi tentu disebabkan dengan banyak pertimbangan. Tetapi keadaan menuntut tetap harus memilih.
Ayang dia akrab disapa, merasa berat dalam menentukan pilihannya pada 2008. Tetap bertahan sebagai jurnalis di kantor berita negara ini atau harus melanjutkan perjuangan jadi profesional di kampus para pendidik itu.
Pasalnya telah menjalankan profesi wartawan di LKBN Antara Biro Sumatera Barat sejak pertengahan 2005. Selama di Kampus pernah aktif menulis di Koran Suara Kampus (SKK Ganto).
Masuk sebagai jurnalis Kantor Berita Antara dengan mendapat polesan pengetahuan ilmu jurnalistik lebih mendalam sehingga lebih cepat piawainya merangkai kata dengan mainan jari-jarinya dalam membuat tulisan hardnews maupun feature.
Banyak feature dimuat media nasional dan ada yang diterjemahkan ke bahasa asing. Perempuan berdarah Ujung Gading Pasaman Barat itu juga ditempatkan di pos liputan strategis atau ring satu (di kantor gubernur Sumbar).
Karena sebagai sosok yang ramah dan mudah senyum serta kualitas berita dihasilkannya membuat ia dekat dengan banyak narasumber, tentu termasuk dengan orang nomor 1 di Sumatera Barat di era itu Bapak Gamawan Fauzi, dan juga Wakil Gubernur Prof Marlis Rahman (Alm) yang sempat juga jadi gubernur pengganti.
Peluang Ayang terbuka untuk jadi pewarta organik (pegawai tetap, red) di lembaga kantor berita itu. Dari posisi sebelumnya sebagai pegawai perjanjian antar waktu.
Kecintaannya dalam menjalankan profesi wartawan makin nyata melekat di perempuan berkerudung itu. Mendapatkan penugasan termasuk liputan bencana alam tidak ada surut atau menolak. Hanya saja orang tuanya yang risau di rumah.
Meski demikian sempat juga ia beberapa kali terlibat liputan bencana, seperti musibah gempa bumi di Sumbar dan banjir serta longsor di Daerah Mandailing Natal Sumut.
Apalagi didunia jurnalis terbuka banyak relasi dan jaringan yang terbangun, mulai dari orang biasa sampai yang berpangkat tinggi, serta selalu disuguhkan dengan informasi-informasi baru.
Suasana dan cara kerja yang ditekuninya sempat membuat rasa berat dan setidaknya ragu bagi Ayang melepas profesi sebagai jurnalis.
Setelah perenungannya, kebimbangan itu berlalu dibawa angin pantai Padang. Barangkali juga setelah mendapatkan penguatan dari kedua orang tuanya, dan teman dekat. Pilihan jatuh melanjutkan perjalanan karir jadi dosen.
Keilmuan Prof Abna selain disuguhkan untuk para mahasiswa di kampus, juga kini telah didirikannya Yayasan House Of Character merupakan lembaga yang didirikannya untuk menggiatkan pendidikan karakter bagi anak usia dini. Yayasan ini fokus bergerak di bidang pendidikan, seperti membangun rumah karakter dan membuat rumah tahfizd gratis untuk anak kurang mampu.
Tak ia pungkiri kebiasaannya menulis saat menjadi jurnalis, turut andil banyak lahir jurnal ilmiah dipublikasikannya sehingga mempercepat angka kredit terkumpul.
Akhirnya bunda dari Keisya Fitri Salsabila, Abyan Aqil Pranaja dan Abyan Alby Luthfy, kini menjadi guru besar. Selain itu, Istri Ipda Rahmat yang kini seorang perwira Polisi di Polda Sumbar ini, juga aktif dalam menjalankan kegiatan bhayangkarinya sebagai istri polisi.
Ayang menyadari perannya sebagai istri seorang polisi sangat disorot masyarakat, jadi dirinya senantiasa membagi waktunya agar mendukung penuh juga karir suaminya di sela-sela kegiatannya di kampus.
Penetapan Prof Dr Abna Hidayati sebagai akademisi paripurna di FIP UNP dapat dikatakan "sebagai kado HUT kemerdekaan" bagi dirinya dan orang terdekatnya. Selamat, semoga semakin berguna bagi nusa dan bangsa!.*
Tiba-tiba telfon berdering, yang meminta dirinya untuk datang ke Kantor Kepegawaian UNP untuk menjemput selembar kertas penting. Kertas itu adalah Surat Keputusan (SK) pengangkatan Guru Besarnya dari Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Tanpa disadari senyum terpancar dari perempuan yang kini menjabat Kepala Departemen Program Studi Teknologi Pendidikan (TP), Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Padang (UNP) itu.
Diiringi dengan ucapan kalimat Alhamdulillah...Alhamdulillah...Alhamdulillah keluar dari mulutnya.
Betapa tidak, rasa bahagia dan syukur sedang menyelimuti diri ibu tiga anak itu, karena terhitung mulai Agustus 2023 sudah menjadi profesor atau guru besar.
Kebahagiaan itu secepatnya ditularkan ke orang-orang terdekatnya, terutama mengabarkan kepada sang suaminya, keluarga lainnya, dan tak luput para seniornya.
Hanya saja kepada kedua orang tuanya secara langsung tidak bisa ia kabarkan, Papa Abdurrani (Almarhum) seorang pensiunan guru SMP di Padang, karena sudah lama berpulang.
Begitu juga dengan sang Ibu Putrina (Almarhumah) pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN) Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang, yang sudah pergi selamanya sekitar dua bulan lalu.
Kini Prof. Abna Hidayati menjadi guru besar perempuan termuda di UNP pada usianya 40 tahun. Meski profesor paling termuda di UNP adalah seorang dosen pria berusia 36 tahun.
"Alhamdulillah, terima kasih dukungan dan doa-doa orang terdekat dan teman serta para senior," ucap istri Ipda Rahmat Hamulian SH.MM itu, ketika dikonfirmasi.
Ia membenarkan, masuk sebagai profesor termuda ketiga di UNP saat ini, dan termasuk cepat bisa sampai mencapai posisi guru besar.
Prof Abna guru besar dalam bidang Analisis Kurikulum dan Teknologi Pembelajaran sesuai dengan SK Mendikbudristek No.46168/M/07/2023.
Perjalanan karir sebagai dosen tetap diawali Prof Abna sejak diterima pada 2008 di Program Studi Teknologi Pendidikan, tak lama setelah dirinya menyelesaikan kuliah pasca sarjana yang digelutinya sambil menjalankan profesi jurnalis di Kantor Berita Antara Biro Sumatera Barat.
Berselang waktu tiga tahun kemudian pada September 2011, dia melanjutkan pendidikan doktoral atau S-3 di kampus yang sama.
Perempuan kelahiran 26 September 1983 itu, berhasil mempertahankan disertasinya berjudul "Pengembangan Kurikulum Pendidikan Karakter Bagi Siswa Sekolah Dasar" di depan para penguji pada 2014.
Seiring waktu berjalan Dr Abna dipercaya untuk menjadi Kepala Departemen/Ketua Prodi Teknologi Pendidikan FIP UNP.
"Kalau sebagai seorang pengajar di kampus sudah sampai diposisi doktor, tentu berkeinginan dan niat hati untuk sampai menjadi guru besar. Tapi tidak juga terlalu dikejar-kejar,"ungkapnya.
Berlahan saja tetapi pasti, tambahnya sembari menyebut cara dilakukan untuk meraih guru besar dalam kurun waktu kurang lebih 8,5 tahun. Dr Abna menyampaikan kiatnya, di antaranya rajin ikut seminar, menulis jurnal diwaktu luangnya.
Selain itu, setiap ada undangan seminar yang ada luaran prosiding baik dalam maupun luar negeri sering ikut. Terlibat dalam melakukan penelitian-penelitian.
Temuan yang turut mengantarkannya menjadi guru besar adalah menghasilkan website pembelajaran sainsteraktif, video pembelajaran, dan multimedia interaktif.
Berat Melepas Profesi Jurnalis
Ketika ingin menentukan pilihan memang dihadapkan pada kebimbangan bagi sebagian orang. Hal itu terjadi tentu disebabkan dengan banyak pertimbangan. Tetapi keadaan menuntut tetap harus memilih.
Ayang dia akrab disapa, merasa berat dalam menentukan pilihannya pada 2008. Tetap bertahan sebagai jurnalis di kantor berita negara ini atau harus melanjutkan perjuangan jadi profesional di kampus para pendidik itu.
Pasalnya telah menjalankan profesi wartawan di LKBN Antara Biro Sumatera Barat sejak pertengahan 2005. Selama di Kampus pernah aktif menulis di Koran Suara Kampus (SKK Ganto).
Masuk sebagai jurnalis Kantor Berita Antara dengan mendapat polesan pengetahuan ilmu jurnalistik lebih mendalam sehingga lebih cepat piawainya merangkai kata dengan mainan jari-jarinya dalam membuat tulisan hardnews maupun feature.
Banyak feature dimuat media nasional dan ada yang diterjemahkan ke bahasa asing. Perempuan berdarah Ujung Gading Pasaman Barat itu juga ditempatkan di pos liputan strategis atau ring satu (di kantor gubernur Sumbar).
Karena sebagai sosok yang ramah dan mudah senyum serta kualitas berita dihasilkannya membuat ia dekat dengan banyak narasumber, tentu termasuk dengan orang nomor 1 di Sumatera Barat di era itu Bapak Gamawan Fauzi, dan juga Wakil Gubernur Prof Marlis Rahman (Alm) yang sempat juga jadi gubernur pengganti.
Peluang Ayang terbuka untuk jadi pewarta organik (pegawai tetap, red) di lembaga kantor berita itu. Dari posisi sebelumnya sebagai pegawai perjanjian antar waktu.
Kecintaannya dalam menjalankan profesi wartawan makin nyata melekat di perempuan berkerudung itu. Mendapatkan penugasan termasuk liputan bencana alam tidak ada surut atau menolak. Hanya saja orang tuanya yang risau di rumah.
Meski demikian sempat juga ia beberapa kali terlibat liputan bencana, seperti musibah gempa bumi di Sumbar dan banjir serta longsor di Daerah Mandailing Natal Sumut.
Apalagi didunia jurnalis terbuka banyak relasi dan jaringan yang terbangun, mulai dari orang biasa sampai yang berpangkat tinggi, serta selalu disuguhkan dengan informasi-informasi baru.
Suasana dan cara kerja yang ditekuninya sempat membuat rasa berat dan setidaknya ragu bagi Ayang melepas profesi sebagai jurnalis.
Setelah perenungannya, kebimbangan itu berlalu dibawa angin pantai Padang. Barangkali juga setelah mendapatkan penguatan dari kedua orang tuanya, dan teman dekat. Pilihan jatuh melanjutkan perjalanan karir jadi dosen.
Keilmuan Prof Abna selain disuguhkan untuk para mahasiswa di kampus, juga kini telah didirikannya Yayasan House Of Character merupakan lembaga yang didirikannya untuk menggiatkan pendidikan karakter bagi anak usia dini. Yayasan ini fokus bergerak di bidang pendidikan, seperti membangun rumah karakter dan membuat rumah tahfizd gratis untuk anak kurang mampu.
Tak ia pungkiri kebiasaannya menulis saat menjadi jurnalis, turut andil banyak lahir jurnal ilmiah dipublikasikannya sehingga mempercepat angka kredit terkumpul.
Akhirnya bunda dari Keisya Fitri Salsabila, Abyan Aqil Pranaja dan Abyan Alby Luthfy, kini menjadi guru besar. Selain itu, Istri Ipda Rahmat yang kini seorang perwira Polisi di Polda Sumbar ini, juga aktif dalam menjalankan kegiatan bhayangkarinya sebagai istri polisi.
Ayang menyadari perannya sebagai istri seorang polisi sangat disorot masyarakat, jadi dirinya senantiasa membagi waktunya agar mendukung penuh juga karir suaminya di sela-sela kegiatannya di kampus.
Penetapan Prof Dr Abna Hidayati sebagai akademisi paripurna di FIP UNP dapat dikatakan "sebagai kado HUT kemerdekaan" bagi dirinya dan orang terdekatnya. Selamat, semoga semakin berguna bagi nusa dan bangsa!.*