Simpang Empat (ANTARA) - Sengketa lahan kelapa sawit antara PT Bakrie Pasaman Plantation (BPP) dengan Kelompok Tani Bukit Intan Sikabau, Kecamatan Koto Balingka Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat terus berlanjut. 

Perwakilan Kelompok Tani Bukit Intan Sikabau Muslim Hasugian di Simpang Empat, Minggu mengatakan upaya mediasi telah dilakukan di Polres Pasaman Barat pada Jumat (10/3) selama tiga jam lebih itu tidak ada keputusan atau titik terang.

Dia bersama ratusan masyarakat akan tetap melakukan panen di atas lahan 800 hektare yang disebut sebagai plasma masyarakat. Lahan itu, saat ini dikawal pasukan Brimob Polda Sumbar.

"Selama 20 tahun lahan plasma kami digarap oleh PT BPP dan kami tidak kebagian hasil. Ini adalah kezaliman. Dasar kami adalah SK bupati atas kepemilikan plasma tersebut dan putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat pada 25 Januari 2023 lalu agar PT BPP menyerahkan lahan kepada masyarakat,” sebutnya. 

Ia bersama ratusan masyarakat mengaku, tidak akan mundur sedikitpun dan apapun yang terjadi untuk menguasai lahan plasma masyarakat tersebut.

"Kalau PT BPP mengklaim itu HGU mereka, mana batas yang dibuat. Berarti BPP telah menjarah plasma kami yang membuat kami menderita selama 20 tahun," katanya. 

Penasehat hukum Kelompok Tani Bukit Intan Sikabau Abdul Hamid mengakui mediasi sekitar tiga jam belum membuahkan hasil.

Menurutnya putusan Pengadilan Negeri tahap pertama dalam perkara perdata tertanggal 25 Februari 2023 gugatan kliennya sebagian (verstek) dikabulkan majelis hakim.

"Oleh karenanya kami meminta PT BPP agar menyerahkan lahan seluas 300 hektare kepada masyarakat Bukit Intan Sikabau," ujarnya. 

Ia berharap kepada penyidik Polres Pasaman Barat perihal mobil truk masyarakat yang ditahan polisi agar dikembalikan pada masyarakat.

Sedangkan Legal Humas PT Bakrie Pasaman Plantation Boby Endey mengakui, mediasi antara masyarakat dengan PT BPP belum ada penyelesaian.

Ia menyebutkan  secara yuridis lahan yang digugat masyarakat adalah berada dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT BPP dan perusahan berhak atas lahan sawit itu.

"Soal gugatan perdata dari masyarakat belum belum berkekuatan hukum tetap (inkracht van Gewijsde) masih banyak tahap upaya hukum yang harus dilalui." sebutnya. 

Ia menyebutkan jika memang masyarakat yang menang bukan masyarakat atau kelompok tani yang mengeksekusinya tetapi adalah pengadilan. 

"Jadi kita minta masyarakat agar menahan diri dulu sampai putusannya final,"  katanya.

Dalam mediasi itu pihak perusahaan telah menawarkan agar lahan 300 hektare itu, tetap dikelola dan dipanen oleh PT BPP hasilnya diserahkan kepada masyarakat, tetapi masyarakat menolaknya. Menurutnya lahan yang digugat yang berada di HGU PT BPP itu seluas 300 hektare bukan 800 hektare.

"Saya tegaskan, 300 hektare itu berada dalam HGU PT BPP, "katanya.

Ia menegaskan masyarakat yang menduduki lahan selama setahun bukan berarti perusahaan mengakui milik plasma masyarakat, tetapi adalah kebijakan perusahan menghindari konflik dengan masyarakat.

"Tetapi karena keseringan memanen sawit makanya kita laporkan pidananya ke polisi," sebutnya.

Seperti diketahui peristiwa pengaduan tentang dugaan tindak pidana pencurian buah kepala sawit di lahan HGU PT Bakrie Pasaman Plantations yang terjadi pada hari Minggu 5 Maret 2023

Saat ini sedang ditangani Satuan Reskrim  Polres Pasaman Barat. Upaya mediasi yang dilakukan Polres belum membuahkan hasil.


Pewarta : Altas Maulana
Editor : Mario Sofia Nasution
Copyright © ANTARA 2024