Padang Aro, (ANTARA) - Direktur Panas Bumi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Harris mengatakan dalam waktu dekat akan melelang projek geothermal di Nagekeo Provinsi Nusa Tenggara Timur hasil dari program Government Drilling.
"Risiko paling tinggi dari proyek panas bumi adalah saat eksplorasi karena biayanya bisa mencapai US$ 5 juta satu sumur sehingga pemerintah menyikapi dengan goverment drilling dimana pemerintah melakukan pengeboran sendiri sebelum dilelang ke swasta, dan ini sudah dilakukan di Nagekeo dan dalam waktu dekat akan dilelang," katanya saat kunjungan ke Solok Selatan, Sumatera Barat, Rabu.
Dia mengatakan, dengan biaya US$ 5 juta per sumur belum tentu ada hasilnya sehingga sangat besar risikonya bagi pengembang.
Pengeboran eksplorasi panas bumi program government drilling di Nagekeo katanya, dilakukan pihak ketiga dengan biaya pemerintah.
Dengan program ini pemerintah berharap mampu menarik minat investor dalam melakukan pengembangan panas bumi untuk WKP di wilayah Indonesia.
Terkait kendala penetapan harga antara pengembang dengan PLN katanya, sudah ada Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 yang terbit pada September dan didalamnya juga diatur tentang Panas Bumi.
Dengan adanya Perpres Nomor 112 Tahun 2022 ia berharap potensi Panas Bumi di Solok Selatan yang dikelola oleh PT Supreme Energy Muaralaboh segera memasuki tahap II.
"Sekarang Panas Bumi Muaralaboh baru menghasilkan 86 megawatt dari potensi 220 megawatt dan dengan adanya Perpres ini unit II bisa berjalan dengan lancar," ujarnya.
Dia menyebutkan, manfaat panas bumi bukan hanya tentang listrik tetapi juga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 32 persen untuk daerah penghasilkan.
Selain itu juga ada bonus produksi serta Corporate Social Responsibility (CSR) serta keuntungan lainnya yang bisa didapat masyarakat.
"Kalau ada potensi seperti di Solok Selatan sangat potensi dikembangkan dengan berbagai keuntungannya," ujarnya. (*)
"Risiko paling tinggi dari proyek panas bumi adalah saat eksplorasi karena biayanya bisa mencapai US$ 5 juta satu sumur sehingga pemerintah menyikapi dengan goverment drilling dimana pemerintah melakukan pengeboran sendiri sebelum dilelang ke swasta, dan ini sudah dilakukan di Nagekeo dan dalam waktu dekat akan dilelang," katanya saat kunjungan ke Solok Selatan, Sumatera Barat, Rabu.
Dia mengatakan, dengan biaya US$ 5 juta per sumur belum tentu ada hasilnya sehingga sangat besar risikonya bagi pengembang.
Pengeboran eksplorasi panas bumi program government drilling di Nagekeo katanya, dilakukan pihak ketiga dengan biaya pemerintah.
Dengan program ini pemerintah berharap mampu menarik minat investor dalam melakukan pengembangan panas bumi untuk WKP di wilayah Indonesia.
Terkait kendala penetapan harga antara pengembang dengan PLN katanya, sudah ada Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 yang terbit pada September dan didalamnya juga diatur tentang Panas Bumi.
Dengan adanya Perpres Nomor 112 Tahun 2022 ia berharap potensi Panas Bumi di Solok Selatan yang dikelola oleh PT Supreme Energy Muaralaboh segera memasuki tahap II.
"Sekarang Panas Bumi Muaralaboh baru menghasilkan 86 megawatt dari potensi 220 megawatt dan dengan adanya Perpres ini unit II bisa berjalan dengan lancar," ujarnya.
Dia menyebutkan, manfaat panas bumi bukan hanya tentang listrik tetapi juga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 32 persen untuk daerah penghasilkan.
Selain itu juga ada bonus produksi serta Corporate Social Responsibility (CSR) serta keuntungan lainnya yang bisa didapat masyarakat.
"Kalau ada potensi seperti di Solok Selatan sangat potensi dikembangkan dengan berbagai keuntungannya," ujarnya. (*)