Padang (ANTARA) - Idealnya rumah menjadi tempat paling aman bagi anak setelah sekolah karena mereka berada di tengah anggota keluarga yang akan senantiasa melindungi dan memberikan limpahan kasih sayang.

Namun hal itu tidak dirasakan oleh dua bocah perempuan kakak beradik berusia 9 tahun dan 5 tahun di Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat yang menjadi korban pencabulan dan perkosaan justru oleh anggota keluarga intinya.

Saat anak-anak lain mendapatkan perhatian dan cinta kasih dari para anggota keluarga di rumah, kakek, paman, saudara kandung laki-laki hingga tetangga malah melakukan pencabulan terhadap kedua bocah perempuan tersebut di rumah yang sehari-hari mereka tinggali.

Tidak hanya sekali, perlakuan tidak senonoh yang dilakukan terhadap dua anak perempuan itu terjadi beberapa kali membuat publik geram dan serasa tak percaya ada keluarga dekat yang mencabuli anggota keluarga sendiri.

Kasus pencabulan yang terjadi di Padang itu pun terungkap setelah kedua anak tersebut mengeluhkan kepada tetangga sekitar merasa tidak nyaman lagi berada di rumah.

Karena penasaran tetangga mereka pun bertanya perihal apa yang menyebabkan dua anak tersebut merasa ketakutan berada di rumah sendiri.

Lalu keluarlah keterangan yang mengagetkan dari mulut polos dua bocah tersebut bahwa selama ini mereka dicabuli oleh anggota keluarganya.

Mendengar itu sang tetangga pun langsung menghubungi ketua RT setempat dan akhirnya segera melaporkan ke polisi.

Tak berselang lama setelah melakukan penyelidikan Polresta Padang pun menetapkan tujuh orang pelaku sebagai tersangka pada pekan kedua November 2021.

Ada lima pelaku yang sudah ditangkap yaitu inisial ADA (16) yang merupakan kakak sepupu korban, Dj panggilan Udin berusia 70 tahun yang merupakan kakek korban, RO panggilan Rian berusia 23 tahun selaku paman korban.

Lalu dua orang lainnya dijadikan sebagai anak saksi lantaran usianya masih 11 tahun dan 10 tahun dan saat ini dititipkan di LPKS ABH Kasih Ibu.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Padang, Kompol Rico Fernanda mengatakan total pelaku yang sudah diamankan polisi dari kasus dugaan pemerkosaan serta pencabulan itu berjumlah lima orang, namun dua orang dilakukan diversi karena usianya di bawah 12 tahun.

Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

"Selain lima pelaku itu kami juga masih memburu dua pelaku lainnya yang masih buron, mereka diketahui adalah tetangga korban," ungkap Rico.

Pihak kepolisian juga telah melakukan visum terhadap adik kakak yang menjadi korban pemerkosaan itu, keduanya diketahui mengalami trauma dan rusak pada alat vital.

Kini polisi telah merampungkan berkas salah seorang pelaku kasus dugaan perkosaan serta pencabulan berinisial ADA.

Para tersangka dijerat dengan pasal 82 ayat (1) Juncto (Jo), pasal 76E, Jo Pasal 81 Ayat (1) dan Ayat (2), Jo Pasal 76D Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 01 Tahun 2016, tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang.

Kecaman

Usai peristiwa tersebut terungkap ke publik, warga Padang marah bahkan masyarakat di sekitar rumah tempat dua bersaudara tersebut tinggal sempat mengobrak abrik rumah yang telah kosong tersebut karena geram.

Beruntung polisi segera tiba dan menyatakan semua pelaku akan diproses secara hukum sehingga tidak perlu merusak rumah yang bersangkutan.

Wali Kota Padang Hendri Septa mengecam kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak di kota itu dan berjanji akan mengawal kasus yang sedang diproses oleh Polresta Padang hingga tuntas memastikan pelaku dihukum sesuatu ketentuan.

"Ini miris sekali, persoalan ini harus menjadi perhatian khusus semua pihak untuk mengantisipasi agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali," kata dia.

Wali Kota berharap pelaku dihukum seberat-beratnya karena keluarga yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak malah menjadi orang yang melakukan pencabulan.

Kecaman pun juga datang dari Pimpinan Wilayah Persaudaraan Muslimah Sumatera Barat (PW Salimah Sumbar) yang menyampaikan duka cita yang mendalam kepada dua anak korban kekerasan seksual.

Ketua PW Salimah Sumbar dr Laila Isrona mengecam keras tindakan pemerkosaan serta segala bentuk kekerasan terhadap anak karena merupakan perbuatan keji dan melanggar Pancasila dan UUD 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan juga Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Salimah mendukung segala upaya pemerintah melalui kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan dinas terkait mengusut tuntas kasus kekerasan seksual ini, memberikan hukuman maksimal dengan pemberatan kepada para pelaku sehingga memberikan rasa keadilan dan perlindungan kepada korban serta melakukan pemulihan kondisi fisik dan psikologis bagi korban dan keluarga.

Pihaknya juga meminta semua elemen masyarakat mulai dari tingkat RT hingga kota/kabupaten untuk bersama-sama meningkatkan peran dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar sebagai upaya pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Yayasan Ruang Anak Dunia (Ruandu) selaku lembaga yang fokus melakukan pendampingan terhadap anak menilai meningkatnya kasus kejahatan seksual kepada anak di Kota Padang harus menjadi evaluasi bagi sistem pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak.

Manajer Program Yayasan Ruandu Wanda Leksmana melihat sensitivitas perlindungan anak sudah semakin membaik, karena semua pihak sudah bersedia melaporkan segala bentuk tindakan kekerasan terhadap anak kepada pihak yang berwenang.

"Akan tetapi, yang perlu menjadi evaluasi dalam sistem perlindungan anak di daerah yang perlu untuk ditingkatkan adalah meningkatkan sensitivitas saat terjadinya indikasi kasus," ujarnya.

Ia menilai penyebab kekerasan seksual meningkat akibat semua pihak termasuk anak belum memahami soal pendidikan kesehatan reproduksi.

Bagi kalangan masyarakat tertentu, mempelajari atau bahkan mendengar kalimat pendidikan kesehatan reproduksi menjadi hal yang tabu atau tidak lumrah dibicarakan dalam ranah publik.

"Terkadang apabila topik tersebut dibicarakan pada ranah adat, sebagian tokoh mengatakan bahwa itu adalah sumbang," katanya

Padahal pendidikan kesehatan reproduksi mengajarkan kepada anak dan orang dewasa untuk menghargai bagian tubuh anak yang boleh dan tidak boleh disentuh oleh siapapun termasuk oleh orang tua kandung laki-laki.

Tanggung Jawab Siapa ?

Menyikapi kasus ini Majelis Ulama Indonesia Kota Padang mengajak semua pihak untuk berhenti saling menyalahkan dan saatnya bahu membahu mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.

"Masyarakat harus bersama-sama mencegah kemungkaran dan jangan setelah terjadi baru ribut dan menuding sana sini ini yang salah, upaya pencegahan jauh lebih baik," kata Sekretaris MUI Kota Padang Mulyadi Muslim.

Menurut dia perlu upaya sistematis mencegah terjadi kekerasan seksual terhadap anak dengan mengontrol tayangan di televisi hingga telepon pintar.

"Ini bisa diantisipasi dengan gerakan bersama mulai dari tingkat RT, RW sampai kelurahan untuk bertekad menjaga anak-anak kita misalnya program HP sehat," ujarnya.

Kemudian ia mendorong pemerintah mengambil inisiatif yang lebih konkret mengantisipasi terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak dan pencegahan penyakit masyarakat.

"Selama ini cenderung reaktif ketika ada kasus ditangkap, ini tidak menyelesaikan masalah karena reaktif," ujarnya.

Mulyadi melihat kasus ini adalah masalah dan tanggung jawab bersama semua pihak dan mari jadikan ini pelajaran bersama.

Pemerintah harus berperan, tokoh dan masyarakat juga harus lebih peduli sesuai tugas di lingkungan masing-masing," katanya mengimbau.

Deteksi Dini

Guna mencegah kasus serupa tidak terulang Pemerintah Kota Padang telah membentuk relawan perlindungan anak pada 104 kelurahan sebagai upaya melakukan deteksi dini kekerasan terhadap anak dalam rangka mewujudkan Padang menuju kota layak anak.

"Selama ini kekerasan terhadap anak kerap terlambat diketahui, sehingga sudah berlangsung berbulan-bulan menyebabkan anak lama mengalami penderitaan. Oleh sebab itu kami menggagas program deteksi dini," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Padang Editiawarman.

Menurut dia selama kekerasan terhadap anak kerap disembunyikan baik oleh korban sendiri hingga keluarga dan orang terdekat sampai keluarga pelaku.

"Cenderung ditutupi dan keluarga enggan melapor akibat merasa malu karena dianggap aib keluarga," ujarnya.

Ada juga keluarga korban yang tidak mau hendak kemana melapor menyebabkan anak yang menjadi korban berada dalam kondisi trauma dan berdampak pada tumbuh kembang.

Oleh sebab itu,  ia melakukan langkah deteksi dini lewat penelusuran langsung di lapangan dan melakukan pendeteksian agar jika ada anak menjadi korban kekerasan cepat diketahui.

"Dari deteksi diupayakan penanganan sesuai aturan dan sumber daya yang dimiliki," ujarnya.

Ia menyampaikan dalam pelaksanaan deteksi dini melibatkan elemen masyarakat mulai dari kader KB yang ada di kelurahan hingga tenaga perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat yang ada di kelurahan.

Mereka semua bertugas menghimpun informasi dan sosialisasi soal perlindungan anak di wilayah masing-masing.

Tidak hanya itu pihaknya juga berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan agar guru lebih aktif di sekolah melakukan deteksi dini jika ada siswa yang diduga bermasalah dan menjadi korban kekerasan.

Ia menilai jika program deteksi dini telah berjalan maka dapat saja terjadi peningkatan kasus baru yang selama ini belum terungkap.

"Tidak masalah kasus naik, yang lebih penting adalah bisa dilakukan penanganannya," kata dia.

Editiawarman memaparkan jika terjadi temuan kasus ada banyak sumber daya yang dilibatkan untuk menangani mulai dari psikolog dan untuk persoalan hukum dilanjutkan ke aparat.

"Dengan ditemukannya anak yang menjadi korban kekerasan maka ini langkah awal untuk memberikan pelayanan dan pemulihan, jika tidak ada upaya proaktif sama artinya melakukan pembiaran," kata dia.

Kini dua anak perempuan tersebut berada dalam pendampingan untuk pemulihan trauma psikologis oleh Pemkot Padang dan ke depan jika semua pihak lebih peduli maka bisa meminimalkan terulangnya kasus serupa.

Peran Media

Pada sisi lain Editiawarman  juga mengingatkan media agar turut berperan menghadirkan peliputan yang lebih ramah anak.

Menurut dia Dewan Pers sudah mengeluarkan Peraturan no 1 tahun 2019 soal Pedoman Pemberitaan Ramah Anak.

Salah satunya wartawan merahasiakan identitas anak dalam memberitakan informasi tentang anak khususnya yang diduga, disangka, didakwa melakukan pelanggaran hukum atau dipidana atas kejahatannya.

Kemudian wartawan memberitakan secara faktual dengankalimat/narasi/visual/audio yang bernuansa positif, empati,dan/atau tidak membuat deskripsi/rekonstruksi peristiwayang bersifat seksual dan sadistis.

Tidak hanya itu dalam pasal 5 Kode Etik Jurnalistik dinyatakan wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Ia masih menemukan ada media massa yang menampilkan gambar anak yang menjadi korban pelecehan hingga anak yang menjadi pelaku kejahatan.

"Atau ada juga yang malah menulis alamat lengkap anak  korban kekerasan seksual, akhirnya kan orang jadi tahu, atau memajang foto orang tua pelaku pencabulan anak, kan tetangganya jadi tahu," katanya.

Oleh sebab itu ia mengajak semua pihak bersama-sama mengawal ini dan jika ada pemberitaan soal anak yang dinilai kurang tepat mari bersama-sama saling mengingatkan.

Sebab media perannya amat strategis untuk bersama-sama menyosialisasikan dan mengedukasi warga agar hadirnya pemberitaan ramah anak.
 

Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor : Joko Nugroho
Copyright © ANTARA 2024