Jakarta (ANTARA) - Sekalipun Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo baru beberapa puluh hari menjadi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ( Kapolri) ternyata sudah setumpuk (“pekerjaan rumah” menanti di meja kerjanya, seperti ikut menyiapkan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang diperintahkan Presiden Joko Widodo.
Selain tugas-tugas yang bersifat nasional, ternyata juga terdapat kewajiban untuk membina sekitar 450.000 prajurit Polri, apalagi sebagian besar di antara mereka masih berusia muda sekitar 20-30 tahun sehingga kadangkala bersifat emosional.
Dua prajurit Polri di Kepolisian Daerah ( Polda) Maluku baru-baru ini ditangkap dengan dugaan menjual satu senjata laras pendek dan satu senjata laras panjang ke kelompok kriminal bersenjata di Bintuni, Papua Barat, serta tidak kurang dari 600 amunisi atau peluru. Selain itu, Polisi Militer Kodam XVI Patimura, Maluku juga membekuk seorang prajurit TNI dalam kasus yang sama.
Kedua polisi itu selama ini menyimpan dan menguasai senjata-senjata tersebut lengkap dengan amunisinya hasil kerusuhan di Ambon, Malulu tahun 1998- 1999.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Polisi Rusdi Hartono membenarkan telah terjadinya peristiwa yang sangat memalukan tersebut. Kedua polisi itu bisa mendapat ancaman dipecat dari kedinasan di Polri atau dihukum.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar Roem Ohoirat menambahkan bahwa kasus ini sedang diperiksa oleh Polda Maluku dan Propam ( Proesi dan Pengamanan ) Maarkas Besar Polri. Selain kedua polisi ini maka empat warga sipil juga diperiksa.
Karena dua senjata itu merupakan hasil kerusuhan sekitar 22 tahun lalu, maka di benak warga Indonesia khususnya orang Ambon dan sekitarnya bisa timbul berbagai pertanyaan misalnya, apakah mungkin hanya dua polisi itu saja yang mnyembunyikan senjata- senjata selama ini?
Tanpa bermaksud menuduh ratusan bahkan ribuan polisi di Polda Maluku ikut menyimpan senjata= senjata, maka pertanyaan mungkinkah ada oknum- oknum lain bukanlah hal yang aneh.
Jika senjata- senjata itu dijual ke KKB di Bintuni, Papua Barat, maka pertanyaan lainnya apakah mungkin ada senjata sejenis yang dijual kepada kelompok sejenis di Papua misalnya di Nduga atau Paniai.
Pertanyaan lainnya apakah mungkin kedua polisi itu hanya menjual senjata api itu hanya demi mencari keuntungan yang bersifat ekonomis belaka, seperti yang disebutkan Kombes Roem? Mungkin saja oknum- oknum itu simpatisan KKB di Papua dan Papua Barat.
Lindungi masyarakat
Mudah- mudahan saja kasus penemuan senjata di Ambon, Maluku, ini merupakan yang pertama dan terakhir kalinya. Akan tetapi pihak berwajib baik di Maluku dan di Papua telah beberapa kali menemukan “biisnis haram” ini. Maka tugas apparat penegak hukum disana adalah aktif bahkan agresif mencari tempat- tempat disembunyikannya senjata pembunuh tersebut.
Tentu dibutuhkan sikap jujur seluruh anggota Polri dan TNI, tanpa kecuali, untuk menyerahkan senjata yang selama ini mereka kuasai. Di lingkungan TNI dan Polri maka ada aturan untuk menyerahkan Kembali semua senjata yang mereka kuasai termasuk seluruh purnawirawan. Kasus penyimpan senjata oleh purnawirawan hasil daerah operasi militer (DOM) di Aceh merupakan bukti masih adanya penyimpanan secara tak sah alias ilegal.
Kasus di Ambon ini harus dijadikan pelajaran oleh Polri selaku aparat penegak hukum untuk meningkatkan operasi pencarian senjata gelap misalnya di Poso, Sulawesi Tengah, Ambon, Maluku hingga Paapua dan Papua Barat.
Hal itu sangat penting terutama karena pada tahun 2024 akan berlangsung pemilihan presiden dan wakil presiden hingga anggota MPR, DPD, DPR serta DPRD provinsi, kota dan kabupaten. Di Sulawesi Tengah masih saja ada kelompok- kelompok separatis yang hingga kini masih terus dikejar-kejar TNI.
Masyarakat di Tanah Air tentu sangat mengharapkan ketenangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tentu sulit membayangkan kehidupan di Tanah Air pasti akan terus 100 persen aman dan terkendali. Wajar ada saja kalau disana-sini sekali= sekali ada pengacau alias orang jahat. Tapi rakyat sangat mendambakan suasana kehidupan yang damai dan Sentosa.
Karena itu, TNI sebagai aparat pertahanan dan Polri yang menjadi aparat penegak hukum harus bekerja sama seeratnya untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini . Apabila di Ambon dan di Poso masih ada saja sisa- sisa pistol, senapan sisa kerusuhan masa lalu maka segeralah sita dan musnahkan agar tak terjadi penyalahgunaan oleh orang- orang yang menarik keuntungan dari sisa- sisa senjata dan amunisi itu.
Rakyat Indonesia kini sedang memerangi bibit penyakit korona alias corona virus disease (COVID-10) yang telah positif menyerang sekitar 1,3 juta warga Indonesia. Diharapkan akhir tahun 2021 ini korona sudah bisa dihabisi sehinngga rakyat bisa memusatkan perhatiannya Kembali membangun perekomiannya yang bisa disebut sudah morat- marit.
Jadi rakyat berhak minta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapori Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk menindak tegas dan menghukum prajuritnya yang melanggar hukum tanpa pandang bulu.
Rakyat pasti akan menghargai pimpinan Polri dan TNI yang sanggup bertindak keras dan tegas kepada para prajuritnya yang sok kuasa dan tak meninggalkan rakyati .
Lebih baik Polri kehilangan dua prajuritnya daripada nama baik dan kehormatannya rusak atau bahkan hancur akibat ulahnya yang menodai masyarakat Indonesia.
*) Arnaz Firman, wartawan antara tahun 1982-2018. Meliput acara kepresidenan tahun 1987- 2009
Selain tugas-tugas yang bersifat nasional, ternyata juga terdapat kewajiban untuk membina sekitar 450.000 prajurit Polri, apalagi sebagian besar di antara mereka masih berusia muda sekitar 20-30 tahun sehingga kadangkala bersifat emosional.
Dua prajurit Polri di Kepolisian Daerah ( Polda) Maluku baru-baru ini ditangkap dengan dugaan menjual satu senjata laras pendek dan satu senjata laras panjang ke kelompok kriminal bersenjata di Bintuni, Papua Barat, serta tidak kurang dari 600 amunisi atau peluru. Selain itu, Polisi Militer Kodam XVI Patimura, Maluku juga membekuk seorang prajurit TNI dalam kasus yang sama.
Kedua polisi itu selama ini menyimpan dan menguasai senjata-senjata tersebut lengkap dengan amunisinya hasil kerusuhan di Ambon, Malulu tahun 1998- 1999.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Polisi Rusdi Hartono membenarkan telah terjadinya peristiwa yang sangat memalukan tersebut. Kedua polisi itu bisa mendapat ancaman dipecat dari kedinasan di Polri atau dihukum.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar Roem Ohoirat menambahkan bahwa kasus ini sedang diperiksa oleh Polda Maluku dan Propam ( Proesi dan Pengamanan ) Maarkas Besar Polri. Selain kedua polisi ini maka empat warga sipil juga diperiksa.
Karena dua senjata itu merupakan hasil kerusuhan sekitar 22 tahun lalu, maka di benak warga Indonesia khususnya orang Ambon dan sekitarnya bisa timbul berbagai pertanyaan misalnya, apakah mungkin hanya dua polisi itu saja yang mnyembunyikan senjata- senjata selama ini?
Tanpa bermaksud menuduh ratusan bahkan ribuan polisi di Polda Maluku ikut menyimpan senjata= senjata, maka pertanyaan mungkinkah ada oknum- oknum lain bukanlah hal yang aneh.
Jika senjata- senjata itu dijual ke KKB di Bintuni, Papua Barat, maka pertanyaan lainnya apakah mungkin ada senjata sejenis yang dijual kepada kelompok sejenis di Papua misalnya di Nduga atau Paniai.
Pertanyaan lainnya apakah mungkin kedua polisi itu hanya menjual senjata api itu hanya demi mencari keuntungan yang bersifat ekonomis belaka, seperti yang disebutkan Kombes Roem? Mungkin saja oknum- oknum itu simpatisan KKB di Papua dan Papua Barat.
Lindungi masyarakat
Mudah- mudahan saja kasus penemuan senjata di Ambon, Maluku, ini merupakan yang pertama dan terakhir kalinya. Akan tetapi pihak berwajib baik di Maluku dan di Papua telah beberapa kali menemukan “biisnis haram” ini. Maka tugas apparat penegak hukum disana adalah aktif bahkan agresif mencari tempat- tempat disembunyikannya senjata pembunuh tersebut.
Tentu dibutuhkan sikap jujur seluruh anggota Polri dan TNI, tanpa kecuali, untuk menyerahkan senjata yang selama ini mereka kuasai. Di lingkungan TNI dan Polri maka ada aturan untuk menyerahkan Kembali semua senjata yang mereka kuasai termasuk seluruh purnawirawan. Kasus penyimpan senjata oleh purnawirawan hasil daerah operasi militer (DOM) di Aceh merupakan bukti masih adanya penyimpanan secara tak sah alias ilegal.
Kasus di Ambon ini harus dijadikan pelajaran oleh Polri selaku aparat penegak hukum untuk meningkatkan operasi pencarian senjata gelap misalnya di Poso, Sulawesi Tengah, Ambon, Maluku hingga Paapua dan Papua Barat.
Hal itu sangat penting terutama karena pada tahun 2024 akan berlangsung pemilihan presiden dan wakil presiden hingga anggota MPR, DPD, DPR serta DPRD provinsi, kota dan kabupaten. Di Sulawesi Tengah masih saja ada kelompok- kelompok separatis yang hingga kini masih terus dikejar-kejar TNI.
Masyarakat di Tanah Air tentu sangat mengharapkan ketenangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tentu sulit membayangkan kehidupan di Tanah Air pasti akan terus 100 persen aman dan terkendali. Wajar ada saja kalau disana-sini sekali= sekali ada pengacau alias orang jahat. Tapi rakyat sangat mendambakan suasana kehidupan yang damai dan Sentosa.
Karena itu, TNI sebagai aparat pertahanan dan Polri yang menjadi aparat penegak hukum harus bekerja sama seeratnya untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini . Apabila di Ambon dan di Poso masih ada saja sisa- sisa pistol, senapan sisa kerusuhan masa lalu maka segeralah sita dan musnahkan agar tak terjadi penyalahgunaan oleh orang- orang yang menarik keuntungan dari sisa- sisa senjata dan amunisi itu.
Rakyat Indonesia kini sedang memerangi bibit penyakit korona alias corona virus disease (COVID-10) yang telah positif menyerang sekitar 1,3 juta warga Indonesia. Diharapkan akhir tahun 2021 ini korona sudah bisa dihabisi sehinngga rakyat bisa memusatkan perhatiannya Kembali membangun perekomiannya yang bisa disebut sudah morat- marit.
Jadi rakyat berhak minta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapori Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk menindak tegas dan menghukum prajuritnya yang melanggar hukum tanpa pandang bulu.
Rakyat pasti akan menghargai pimpinan Polri dan TNI yang sanggup bertindak keras dan tegas kepada para prajuritnya yang sok kuasa dan tak meninggalkan rakyati .
Lebih baik Polri kehilangan dua prajuritnya daripada nama baik dan kehormatannya rusak atau bahkan hancur akibat ulahnya yang menodai masyarakat Indonesia.
*) Arnaz Firman, wartawan antara tahun 1982-2018. Meliput acara kepresidenan tahun 1987- 2009