Padang (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan yang diajukan pasangan Calon Gubernur (Cagub) Sumbar, Mulyadi-Ali Mukhni terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum pilgub Sumbar 2020.


"Menyatakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan putusan perkara 129/PHP.GUB-XIX/2021 yang dipantau secara daring di Padang, Selasa.


Menurut Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams persoalan yang diajukan Mulyadi selaku pemohon merupakan ranah institusi lain untuk menilainya,  dan kendati yang bersangkutan berstatus tersangka pidana pemilu masih dapat mengikuti pilgub Sumbar dan tidak dikenakan sanksi pembatalan.


Selain itu tidak terdapat bukti yang meyakinkan Mahkamah dalam kaitannya dengan perolehan suara pilgub Sumbar dengan persoalan yang diajukan pemohon.


Lagi pula saksi pemohon di tingkat  kabupaten/kota juga menandatangani rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kabupaten/kota dan provinsi


Oleh sebab itu Mahkamah berpendapat tidak terdapat alasan untuk meneruskan permohonan pemohon pada pemeriksaan persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian.


Sebelumnya Calon Gubernur Sumatera Barat Mulyadi  merasa dizalimi atas penetapan status tersangka pidana pemilu sehingga mempengaruhi perolehan suaranya pada Pilkada Gubernur Sumbar 2020.


"Pelaksanaan pilgub Sumbar 2020 jauh dari prinsip jujur dan adil, tiga hari sebelum pencoblosan saya ditetapkan sebagai tersangka, ini sungguh merugikan hati kami," kata Mulyadi pada sidang  pembacaan permohonan perkara 129/PHP.GUB-XIX/2021.


Menurut Mulyadi upaya yang dirintisnya selama ini menjadi runtuh berkeping dan mendelegitimasi kepercayaan publik kepadanya di tengah elektabilitas yang tengah menanjak.


"Berita saya ditetapkan sebagai tersangka juga  disebarkan secara masif oleh pihak yang berkepentingan di  media sosial, cetak dan elektronik," kata dia.


Ia bahkan menemukan kata kunci pemberitaan Mulyadi ditangkap hingga Mulyadi tak layak dipilih sebagai Gubernur Sumbar.


"Saya  terlanjur dipersepsikan bersalah di masyarakat, diperlakukan semena-mena padahal telah merintis karir di politik cukup lama, bahkan reka melepaskan jabatan sebagai anggota DPR 2019-2024," ujarnya.


Ia mengemukakan gugatan ke Mahkamah Konstitusi merupakan proses  amar maruf nahi mungkar.


Oleh sebab itu, ia memohon kepada MK  untuk  membatalkan putusan KPU Sumbar soal penetapan hasil Pilgub Sumbar yang dilakukan KPU Sumatera Barat .


Selain itu pihaknya juga meminta KPU melakukan pemilihan ulang di seluruh wilayah di Sumbar


Menjawab hal itu Kuasa Hukum KPU Sumatera Barat menilai Mahkamah Konstitusi tidak berwenang memeriksa, mengadili  dan memutuskan gugatan yang diajukan calon gubernur Sumbar  Mulyadi ke MK karena yang diajukan bukan soal penetapan perolehan suara


"MK tidak berwenang memeriksa, mengadili memutus perkara yang diajukan  karena yang digugat adalah proses penegakan hukum yang tidak adil dan dipaksakan  oleh sentra penegakan hukum terpadu, " kata kuasa hukum KPU Sumbar, Sudi Prayitno.


Menurut dia gugatan yang disampaikan cagub Mulyadi lebih tepat dikualifikasikan kepada pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan yang merupakan kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.


Ia menilai Calon Gubernur Sumbar, Mulyadi juga tidak memiliki kedudukan hukum mengajukan permohonan PHPUPilgub Sumbar 2020, karena selisih perolehan suara sebanyak 112.406 dengan peraih suara terbanyak.


"Ini berada di atas ambang batas perolehan suara yang diperbolehkan undang-undang untuk mengajukan permohonan yaitu  33.602 suara," kata dia.


Ia juga menilai permohonan Cagub Mulyadi tidak jelas apa yang menjadi pokok tuntutannya dan tidak menguraikan dalil yang menjadi dasar permohonan.


"Tuntutan pemohon tidak pernah meminta Mahkamah untuk menetapkan hasil perhitungan suara yang benar menurut pemohon, dan tuntutan diadakan pemilihan ulang tidak disertakan dengan alasan yang kuat," kata dia.


Selain itu, ia menilai status tersangka tidak akan mempengaruhi elektabilitas calon kepala daerah pada Pilgub Sumbar 2020.


"Selain  belum ada kajian ilmiah yang dapat membuktikan, ternyata di Sumbar ada seorang calon bupati Pesisir Selatan yang berstatus terdakwa justru memiliki elektabilitas lebih tinggi dari calon lain dan ditetapkan sebagai peraih suara terbanyak," katanya.


Menurut dia pada pilkada 2015 juga ada seorang calon Bupati Solok berstatus terpidana dan oleh KPU setempat ditetapkan sebagai peraih suara terbanyak.


Kemudian terkait dengan adanya pemberitaan media yang dinilai merugikan Mulyadi ia menilai seharusnya disikapi dengan memberikan hak jawab sebagaimana diatur dalam UU no 40 1999 tentang pers.






 

Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor : Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2025