Jakarta (ANTARA) - Pernah sekali waktu, China berada di ambang kehancuran ekonomi yang parah pada 2008. Ketika itu krisis ekonomi global menjadi badai besar yang menerjang raksasa ekonomi China hingga negara itu masih harus merasakan dampaknya sampai bertahun-tahun ke depan.

Ekonomi perlahan namun pasti melambat, pelaku usaha meskipun mendapatkan beragam stimulus tetap saja sulit bertahan, hingga ekspor pun menurun drastis. Di balik semua yang terjadi sesuatu yang unik terjadi baik di sisi konsumsi dan supply e-commerce di wilayah pedesaan Tiongkok.

Ada siklus yang berjalan terus-menerus dimana e-commerce memberdayakan warga desa untuk menjadi pewirausaha dengan menjual produk-produk hasil bumi dan kriya mereka secara online, dan hasil pendapatannya mendorong konsumsi berbasis e-commerce karena warga desa mencari produk-produk yang mereka tidak bisa temukan di toko sekitar. Dunia kemudian mengenalnya sebagai cara China keluar dari krisis melalui model Taobao Village.

Setelah 10 tahun, model Taobao Village telah mencapai skala yang cukup besar untuk memberi manfaat bagi sekitar setengah dari populasi Tiongkok yang tinggal di wilayah pedesaan. Sampai Agustus 2019, terdapat 4.310 Taobao Village di 25 provinsi, dimana 250 juta dari total 564 juta penduduk desa tinggal, menurut data AliResearch.

Total penjualan dari Taobao Village dan Taobao Town, yang merupakan model serupa dengan skala lebih besar terdiri dari RMB700 miliar dalam 12 bulan yang berakhir Juni 2019.

Taobao Village menarik perhatian dunia untuk mereplikasi seiring fakta bahwa hanya pelaku usaha yang terakses dunia digital yang akan mampu bertahan di era revolusi industri 4.0.

Seiring dengan kondisi terkini di tanah air, ancaman pandemi merupakan faktor lain yang mendorong pelaku usaha untuk tak boleh lagi mengabaikan platform digital. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki juga meyakinkan bahwa UMKM yang akan bisa bertahan di tengah pandemi hanyalah mereka yang telah terdigitalisasi.

Meski saat ini baru 13 persen atau 8 juta pelaku UMKM di Indonesia yang sudah terkoneksi secara digital namun target perluasan terus bertambah seiring begitu banyaknya program untuk mendorong UMKM terdigitalisasi lebih banyak.

Belajar dari Taobao Village di China, maka digitalisasi UMKM adalah fondasi dari sebuah upaya membangun masa depan bangsa. Bangsa ini telah masuk dalam gerbang dunia cyber sehingga hidup serba digital menjadi semakin tidak terelakkan.
  Teten antisipasi prediksi kebangkrutan UMKM Indonesia dengan digitalisasi (Humas Kemenkop)
UMKM Indonesia

Hikmah di balik pandemi COVID-19 mengantarkan banyak pelaku UMKM di tanah air untuk berkenalan lebih dekat dengan platform digital.

Sebab hanya mereka yang terhubung dengan dunia digital yang akan bertahan dan mampu beradaptasi di tengah pandemi. Maka mau tidak mau, suka tidak suka, pelaku UMKM dituntut untuk menguasai keterampilan bisnis dalam dunia digital.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki pun mengingatkan ancaman dan potensi yang mungkin terjadi pascapandemi. Dimana resesi akan mendorong jumlah pengangguran yang meningkat. Oleh karena itu, berwirausaha akan menjadi pilihan yang paling rasional namun dengan tetap mempertimbangkan akses yang baik ke platform digital.

“Kementerian Koperasi dan UKM menawarkan berbagai pelatihan untuk membantu pelaku UMKM memasuki era digital dan memperkuat kualitas produknya,” kata Teten.

Sejumlah program yang dilakukan antara lain dengan edukukm.id yaitu program e-learning atau pelatihan daring secara gratis (diakses di www.edukukm.id) Seri Podcast 60 detik untuk memandu UMKM beralih ke model bisnis digital yang dapat diakses di kanal media sosial @kemenkopukm.

Program lainnya adalah Seri Webinar SPARC Campus (diakses di SMESCO) Seri video bertema New Normal/Adaptasi Kebiasaan Baru yang juga dapat diakses di kanal media sosial @kemenkopukm, Seri pelatihan daring terintegrasi program SPARC Campus (diakses di SMESCO), serta Kakak Asuh UMKM.

Ada juga pelatihan khusus untuk UMKM agar dapat menjadi digital marketers agar bisa membantu penjualan UMKM khususnya di e-commerce yang dapat diakses di SMESCO.

Teten menegaskan akan mendorong transformasi UMKM agar mampu beradaptasi terhadap berbagai perkembangan termasuk tranformasi digital dalam produksi dan pemasaran. Transformasi untuk menumbuhkan ekosistem pembiayaan, ekosistem perizinan yang lebih mudah, ekosistem kewirausahaan, dan akses kepada pasar yang lebih luas seperti ekspor.

Tak hanya itu, MenkopUKM pun mendorong pelaku UMKM agar dapat mengoptimalkan teknologi digital sehingga dapat menjalankan usahanya dari rumah dan terhubung ke ekosistem digital serta melakukan adaptasi dan inovasi produk.

"Sebab, UMKM digital produktif akan menjadi kunci pemulihan ekonomi,” kata Teten.

Teten menyebutkan sejak pandemi terjadi, penjualan di e-commerce naik 26 persen dan mencapai 3,1 juta transaksi perhari sebagaimana data McKinsey pada Juni 2020. Namun, demikian di awal 2020, pemerintah mendata, baru 8 juta UMKM terhubung pada platform digital atau 13 persen dari total populasi UMKM.

Untuk itu, MenkopUKM menekankan perlunya peningkatan kerja sama antara Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, institusi perbankan, fintech, marketplace, dan seluruh pihak lain yang terlibat, untuk menyiapkan masa depan UMKM agar UMKM dapat bersaing di pasar domestik dan pasar global. "Sebab, pandemi COVID-19 berdampak signifikan bagi pelaku UMKM di Indonesia, baik dari sisi permintaan maupun pasokan," ucap Teten.

Tantangan lain juga tidak cukup hanya dari sisi platform digital, isu keberlanjutan dari UMKM di platform digital juga patut mendapat perhatian. "UMKM tidak hanya harus bertahan, namun harus mampu menjadi kompetitif baik di pasar lokal dan global,” ujar MenkopUKM.

Di samping itu, KemenkopUKM juga telah bekerja sama dengan LKPP untuk menghadirkan Laman UMKM dan BeLa Pengadaan untuk program ini, serta melakukan pendampingan dan pelatihan bagi UMKM untuk dapat terakses dalam platform ini.

"Bersama Kementerian BUMN, kami bekerja sama untuk memastikan belanja barang dan jasa di bawah nilai Rp14 miliar agar UMKM dapat ikut serta melalui Pasar Digital UMKM yang memiliki potensi setidaknya Rp35 triliun dan 27 kategori produk," kata Teten.

Saat ini, 9 BUMN telah siap dan secara bertahap meluas ke BUMN lainnya untuk mulai menyerap produk UMKM. Contoh kategori adalah Alat Tulis Kantor, Catering & Snack, Souvenir & Merchandise, Pengadaan & Sewa Furniture, Jasa Event Organizer dan lain lain.

Tak hanya itu, KemenkopUKM juga melakukan onboarding digitalisasi UMKM di daerah-daerah dengan memanfaatkan katalog digital atau e-Brochure. Katalog digital ini nantinya berisi produk UMKM serta tautan kontak penjual. "Sehingga, dapat disebarkan dengan sederhana melalui platform chat ataupun media sosial dan jika diklik akan langsung terhubung ke WA penjual," kata Teten.
 
Mendadak Digital

Bukan mudah bagi pelaku usaha mikro dan kecil untuk mendadak digital. Umumnya mereka yang terbiasa manual dan konvensional akan tergagap-gagap dengan digitalisasi yang serba canggih.

Pencet tombol ini itu untuk menjangkau pasar yang lebih luas masih terlampau absurd untuk dipahami bagi misalnya seorang penjual odading yang miskin informasi.

Oleh karena itu, pengamat koperasi dan UMKM Suroto mengatakan digitalisasi bagi UMKM boleh jadi solusi namun untuk mewujudkannya perlu pendampingan yang tak sebentar.

Belum lagi persoalan jangkauan internet yang barangkali belum seluruh daerah terakses dengan stabil hingga persoalan teknis yang muncul tak terduga di lapangan.

Namun bukan berarti semangat digitalisasi tak lantas dihentikan melainkan harus tetap dilakukan dengan begitu banyak catatan agar efektif dan efisien.

Sebab zaman adalah milik mereka yang benar-benar menghargai sebuah perubahan dan mengikutinya tanpa tercerabut dari akar.

Pewarta : Hanni Sofia
Editor : Joko Nugroho
Copyright © ANTARA 2024