Jakarta, (ANTARA) - John Refra alias John Kei bin Pauliinus Refra kembali mencatatkan tinta hitam bersama kelompoknya.
Dia bersama kelompoknya diduga terlibat pembunuhan berencana yang menewaskan Yustus Corwing Rahakbau Kei (46).
Pria yang lahir di Tutrean, Pulau Kei, Maluku Utara, pada 10 September 1969 itu memerintahkan kelompoknya menghabisi nyawa sang paman Nus Kei dan Yustus dalam penyerangan di Perumahan Klater Australia Green Lake City Kota Tangerang, Banten dan Pertigaan ABC Jalan Kresek Raya Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, Minggu (21/6) siang.
Nus Kei selamat dari serbuan kelompok John Kei. Namun anak buahnya, yakni Yustus harus meregang nyawa dengan luka pada sekujur tubuh akibat dianiaya anak buah John Kei di Jalan Kresek, Cengkareng, Jakarta Barat.
Aksi anarki yang ditunjukkan kelompok itu menjadi perhatian publik karena dilakukan di tengah keramaian dan tersebar dokumentasi foto serta video terkait tindakan brutal kelompok tersebut.
Tidak hanya memakan korban jiwa, tindakan kekerasan yang ditunjukkan kelompok John Kei merusak sejumlah kendaraan milik Nus Kei dan tetangganya serta melukai petugas keamanan. Bahkan pengemudi ojek daring di sekitar Perumahan Green Lake City.
Mendapatkan laporan kejadian itu, tim gabungan Polda Metro Jaya, Polres Metro Tangerang Kota dan Polres Metro Jakarta Barat memeriksa saksi korban, Nus Kei. Dia menyampaikan informasi adanya keterkaitan aksi itu dengan kelompok John Kei.
Polisi sebut keterangan Nus Kei jadi dasar penangkapan John Kei
Tembakan
Berbekal keterangan Nus Kei, personel Polri beranjak menuju Jalan Titian Indah di Bekasi, Jawa Barat. Tim kemudian menggerebek beberapa kediaman kelompok John Kei hingga mengamankan 25 orang termasuk John Kei.
Sejumlah anak buah John Kei berupaya menghadang dan menghalangi petugas. Petugas pun melepaskan tembakan ke udara sebagai peringatan agar tidak ada yang menghambat proses penyelidikan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Polisi Tubagus Ade Hidayat menyatakan petugas memberikan tembakan peringatan karena kelompok John Kei menghalangi tindakan polisi.
"Namun tidak ada korban jiwa," kata Tubagus yang memimpin langsung penggerebekan di kediaman John Kei.
Tim gabungan membawa 25 orang termasuk John Kei serta menyita sejumlah barang bukti berupa senjata tajam berbagai jenis, telepon seluler dan kendaraan. Mereka diangkut ke Polda Metro Jaya guna penyidikan lebih lanjut.
Dari hasil penyidikan, polisi mengamankan lima orang lainnya serta menetapkan tersangka terhadap John Kei dan kelompoknya.
Mereka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 88 terkait pemufakatan jahat, Pasal 340 tentang pembunuhan berencana, Pasal 351 tentang penganiayaan dan Pasal 170 dan UU Darurat Nomor 12 Tahun 51.
Banyak Kasus
Menjelang Hari Natal 2019, John Kei menghirup udara bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan Cilacap (Jawa Tengah) setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan pembebasan bersyarat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor Pas-1502.PK.01.04.06 Tahun 2019/tertanggal 23 Desember 2019.
John Kei memberikan "kejutan" bahwa dirinya telah mengabdikan diri menjadi pendeta setelah mendapatkan "petunjuk" kehidupan selama menjalani penahanan di Lapas Nusakambangan.
Enam bulan berlalu setelah menghirup udara bebas melalui pembebasan bersyarat, masyarakat dikejutkan dengan dua aksi anarkis di Green Lake City dan Cengkareng karena keterlibatan John Kei dan kelompoknya.
Sebelumnya, John Kei juga terlibat berbagai aksi kriminal yang melibatkan kelompoknya. Antara lain bentrokan dengan kelompok pimpinan Basri Sangaji di Diskotek Stadium Tamansari (Jakarta Barat) pada 2004.
Kedua kelompok itu kerap terlibat bentrokan. Bahkan tangan kiri John Kei menderita cacat usai diserbu kelompok Basri Sangaji pada suatu penyerangan.
Tidak lama setelah itu, John Kei dikaitkan dengan kematian Basri Sangaji akibat ditembak pada bagian dada di suatu lokasi. Namun polisi tidak menemukan bukti keterlibatan John.
Justru John Kei membawa anak buahnya yang terlibat pembunuhan itu ke Polda Metro Jaya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Aksi kekerasan John Kei masih berlanjut bersama adiknya Tito Refra yang menganiaya dua pemuda, Charles Refra dan Remi Refra. Kemudian terlibat bentrokan dengan kelompok pemuda asal Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) di Klub Blowfish (Jakarta Selatan) pada 2010.
Ditembak
Bentrokan kembali terjadi antara kubu John Kei dengan pemuda asal Flores itu saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2010. Bentrok itu menyebabkan dua orang dari kubu John Kei dan seorang sopir Kopaja meninggal dunia.
Dua tahun berlalu, John Kei kembali membuat catatan kriminal usai terlibat pembunuhan terhadap bos PT Sanex Steel Tan Harry Tantono alias Ayung di Swissbel Hotel Jakarta Barat pada Januari 2012.
Dari hasil penyelidikan, John Kei bersama anak buahnya dan korban Ayung terekam kamera tersembunyi sempat bertemu dalam satu lift sebelum Ayung ditemukan tewas di kamar 2701.
John divonis bersalah dengan penjara 12 tahun oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dia terbukti terlibat pembunuhan terhadap Ayung.
Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman lebih berat menjadi 16 tahun penjara atas pembunuhan Ayung yang dilakukan John Kei dan kelompoknya itu.
Anggota Polda Metro Jaya memberikan tindakan tegas dan terukur pada bagian kaki John Kei yang dianggap melakukan perlawanan saat akan ditangkap di Hotel C’one, Pulomas, Jakarta Timur, pada Jumat 17 Februari 2012.
Akibat luka tembak pada bagian lutut kanan tidak kunjung sembuh karena menderita diabetes, John harus mengalami perawatan intensif di Rumah Sakit Polri Kramat Jati
(Jakarta Timur).
Selama lima bulan menjalani perawatan di RS Polri, sejumlah petugas Brimob Polda Metro Jaya berjaga mengamankan ruang perawatan John Kei yang terkenal banyak loyalisnya.
Premanisme
Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Nana Sujana mengemukakan John Kei memerintahkan anak buah untuk membunuh pamannya, Nus Kei dan pengikutnya bernama Yustus. Motifnya dugaan pembagian hasil penjualan lahan tanah yang tidak adil.
Dugaan pembunuhan berencana terhadap Nus Kei dan Yustus itu berdasarkan komunikasi antara John Kei kepada salah satu anak buahnya melalui aplikasi pesan singkat telepon selular.
Aksi anarki tersebut menarik perhatian Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis yang menegaskan negara tidak boleh kalah dengan premanisme seperti yang dilakukan kelompok John Kei.
Idham menyatakan tidak ada ruang bagi kelompok premanisme di Indonesia. Polri sebagai pelayan masyarakat akan menindak tegas kelompok kekerasan dan menjamin keamanan bagi masyarakat.
"Kuncinya adalah negara tidak boleh kalah dengan preman," tutur Idham.
Idham menuturkan negara harus hadir dan tidak boleh kalah dengan aksi-aksi kriminalitas, penganiayaan, perusakan ataupun penjarahan yang tidak dibenarkan secara hukum.
Jenderal polisi bintang empat itu meminta Polda Metro Jaya mengawal kasus itu mulai dari penyidikan hingga persidangan di pengadilan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Polisi Tubagus Ade Hidayat mengimbau masyarakat untuk proaktif melaporkan premanisme guna mendukung pemberantasan kekerasan yang dilakukan suatu kelompok.
"Ketika dipalak, mereka malas untuk membuat laporan-laporan itu," katanya.
Atau ketika diganggu, mungkin (kerugian) tidak seberapa, biasanya masyarakat tidak mau repot. (*)
Dia bersama kelompoknya diduga terlibat pembunuhan berencana yang menewaskan Yustus Corwing Rahakbau Kei (46).
Pria yang lahir di Tutrean, Pulau Kei, Maluku Utara, pada 10 September 1969 itu memerintahkan kelompoknya menghabisi nyawa sang paman Nus Kei dan Yustus dalam penyerangan di Perumahan Klater Australia Green Lake City Kota Tangerang, Banten dan Pertigaan ABC Jalan Kresek Raya Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, Minggu (21/6) siang.
Nus Kei selamat dari serbuan kelompok John Kei. Namun anak buahnya, yakni Yustus harus meregang nyawa dengan luka pada sekujur tubuh akibat dianiaya anak buah John Kei di Jalan Kresek, Cengkareng, Jakarta Barat.
Aksi anarki yang ditunjukkan kelompok itu menjadi perhatian publik karena dilakukan di tengah keramaian dan tersebar dokumentasi foto serta video terkait tindakan brutal kelompok tersebut.
Tidak hanya memakan korban jiwa, tindakan kekerasan yang ditunjukkan kelompok John Kei merusak sejumlah kendaraan milik Nus Kei dan tetangganya serta melukai petugas keamanan. Bahkan pengemudi ojek daring di sekitar Perumahan Green Lake City.
Mendapatkan laporan kejadian itu, tim gabungan Polda Metro Jaya, Polres Metro Tangerang Kota dan Polres Metro Jakarta Barat memeriksa saksi korban, Nus Kei. Dia menyampaikan informasi adanya keterkaitan aksi itu dengan kelompok John Kei.
Tembakan
Berbekal keterangan Nus Kei, personel Polri beranjak menuju Jalan Titian Indah di Bekasi, Jawa Barat. Tim kemudian menggerebek beberapa kediaman kelompok John Kei hingga mengamankan 25 orang termasuk John Kei.
Sejumlah anak buah John Kei berupaya menghadang dan menghalangi petugas. Petugas pun melepaskan tembakan ke udara sebagai peringatan agar tidak ada yang menghambat proses penyelidikan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Polisi Tubagus Ade Hidayat menyatakan petugas memberikan tembakan peringatan karena kelompok John Kei menghalangi tindakan polisi.
"Namun tidak ada korban jiwa," kata Tubagus yang memimpin langsung penggerebekan di kediaman John Kei.
Tim gabungan membawa 25 orang termasuk John Kei serta menyita sejumlah barang bukti berupa senjata tajam berbagai jenis, telepon seluler dan kendaraan. Mereka diangkut ke Polda Metro Jaya guna penyidikan lebih lanjut.
Dari hasil penyidikan, polisi mengamankan lima orang lainnya serta menetapkan tersangka terhadap John Kei dan kelompoknya.
Mereka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 88 terkait pemufakatan jahat, Pasal 340 tentang pembunuhan berencana, Pasal 351 tentang penganiayaan dan Pasal 170 dan UU Darurat Nomor 12 Tahun 51.
Banyak Kasus
Menjelang Hari Natal 2019, John Kei menghirup udara bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan Cilacap (Jawa Tengah) setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan pembebasan bersyarat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor Pas-1502.PK.01.04.06 Tahun 2019/tertanggal 23 Desember 2019.
John Kei memberikan "kejutan" bahwa dirinya telah mengabdikan diri menjadi pendeta setelah mendapatkan "petunjuk" kehidupan selama menjalani penahanan di Lapas Nusakambangan.
Enam bulan berlalu setelah menghirup udara bebas melalui pembebasan bersyarat, masyarakat dikejutkan dengan dua aksi anarkis di Green Lake City dan Cengkareng karena keterlibatan John Kei dan kelompoknya.
Sebelumnya, John Kei juga terlibat berbagai aksi kriminal yang melibatkan kelompoknya. Antara lain bentrokan dengan kelompok pimpinan Basri Sangaji di Diskotek Stadium Tamansari (Jakarta Barat) pada 2004.
Kedua kelompok itu kerap terlibat bentrokan. Bahkan tangan kiri John Kei menderita cacat usai diserbu kelompok Basri Sangaji pada suatu penyerangan.
Tidak lama setelah itu, John Kei dikaitkan dengan kematian Basri Sangaji akibat ditembak pada bagian dada di suatu lokasi. Namun polisi tidak menemukan bukti keterlibatan John.
Justru John Kei membawa anak buahnya yang terlibat pembunuhan itu ke Polda Metro Jaya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Aksi kekerasan John Kei masih berlanjut bersama adiknya Tito Refra yang menganiaya dua pemuda, Charles Refra dan Remi Refra. Kemudian terlibat bentrokan dengan kelompok pemuda asal Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) di Klub Blowfish (Jakarta Selatan) pada 2010.
Ditembak
Bentrokan kembali terjadi antara kubu John Kei dengan pemuda asal Flores itu saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2010. Bentrok itu menyebabkan dua orang dari kubu John Kei dan seorang sopir Kopaja meninggal dunia.
Dua tahun berlalu, John Kei kembali membuat catatan kriminal usai terlibat pembunuhan terhadap bos PT Sanex Steel Tan Harry Tantono alias Ayung di Swissbel Hotel Jakarta Barat pada Januari 2012.
Dari hasil penyelidikan, John Kei bersama anak buahnya dan korban Ayung terekam kamera tersembunyi sempat bertemu dalam satu lift sebelum Ayung ditemukan tewas di kamar 2701.
John divonis bersalah dengan penjara 12 tahun oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dia terbukti terlibat pembunuhan terhadap Ayung.
Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman lebih berat menjadi 16 tahun penjara atas pembunuhan Ayung yang dilakukan John Kei dan kelompoknya itu.
Anggota Polda Metro Jaya memberikan tindakan tegas dan terukur pada bagian kaki John Kei yang dianggap melakukan perlawanan saat akan ditangkap di Hotel C’one, Pulomas, Jakarta Timur, pada Jumat 17 Februari 2012.
Akibat luka tembak pada bagian lutut kanan tidak kunjung sembuh karena menderita diabetes, John harus mengalami perawatan intensif di Rumah Sakit Polri Kramat Jati
(Jakarta Timur).
Selama lima bulan menjalani perawatan di RS Polri, sejumlah petugas Brimob Polda Metro Jaya berjaga mengamankan ruang perawatan John Kei yang terkenal banyak loyalisnya.
Premanisme
Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Nana Sujana mengemukakan John Kei memerintahkan anak buah untuk membunuh pamannya, Nus Kei dan pengikutnya bernama Yustus. Motifnya dugaan pembagian hasil penjualan lahan tanah yang tidak adil.
Dugaan pembunuhan berencana terhadap Nus Kei dan Yustus itu berdasarkan komunikasi antara John Kei kepada salah satu anak buahnya melalui aplikasi pesan singkat telepon selular.
Aksi anarki tersebut menarik perhatian Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis yang menegaskan negara tidak boleh kalah dengan premanisme seperti yang dilakukan kelompok John Kei.
Idham menyatakan tidak ada ruang bagi kelompok premanisme di Indonesia. Polri sebagai pelayan masyarakat akan menindak tegas kelompok kekerasan dan menjamin keamanan bagi masyarakat.
"Kuncinya adalah negara tidak boleh kalah dengan preman," tutur Idham.
Idham menuturkan negara harus hadir dan tidak boleh kalah dengan aksi-aksi kriminalitas, penganiayaan, perusakan ataupun penjarahan yang tidak dibenarkan secara hukum.
Jenderal polisi bintang empat itu meminta Polda Metro Jaya mengawal kasus itu mulai dari penyidikan hingga persidangan di pengadilan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Polisi Tubagus Ade Hidayat mengimbau masyarakat untuk proaktif melaporkan premanisme guna mendukung pemberantasan kekerasan yang dilakukan suatu kelompok.
"Ketika dipalak, mereka malas untuk membuat laporan-laporan itu," katanya.
Atau ketika diganggu, mungkin (kerugian) tidak seberapa, biasanya masyarakat tidak mau repot. (*)