Jakarta, (ANTARA) - Amnesty International Indonesia menyoroti tewasnya seorang mahasiswa di Kendari dalam aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Sulawesi Tenggara menunjukkan taktik pengamanan dan pengawalan unjuk rasa oleh polisi tidak menjamin keamanan pedemo.

"Kematian seorang mahasiswa hari ini menunjukkan bahwa taktik polisi tidak menjamin keamanan demonstran," ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Ia mendesak kepolisian segera menetapkan fakta penembakan terhadap mahasiswa itu melalui penyelidikan yang cepat, menyeluruh, independen dan imparsial.

Meskipun informasi secara utuh mengenai terbunuhnya mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Halu Oleo, asal Desa Lakarinta, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna, bernama Randi (21) itu belum secara lengkap terpublikasi, Usman Hamid menekankan penggunaan kekerasan secara berlebihan oleh kepolisian dalam aksi unjuk rasa akan memperburuk situasi.

Dalam pengamanan unjuk rasa, ucap dia, personel kepolisian harus memprioritaskan pencegahan jatuhnya korban dan perlindungan hak asai manusia pedemo.

Ada pun Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan penyebab tewasnya Randi di tengah aksi unjuk rasa masih menunggu autopsi sehingga belum dapat disimpulkan karena peluru tajam.

Dalam menyimpulkan penyebab kematian karena peluru tajam, tutur dia, harus melalui proses pembuktian ilmiah, dimulai dengan pengecekan ada tidaknya proyektil.

Apabila proyektil ditemukan, selanjutnya dilakukan uji balistik untuk menentukan jenis senjata serta pembandingnya.

Dedi Prasetyo menegaskan personel yang mengamankan unjuk rasa tidak dibekali senjata tajam, melainkan hanya tameng, meriam air dan gas air mata. (*)


Pewarta : Dyah Dwi Astuti
Editor : Mukhlisun
Copyright © ANTARA 2024