Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Agung RI menegaskan putusan pengadilan tata usaha negara yang sudah berkekuatan hukum harus dilaksanakan oleh pihak yang digugat, terkait putusan PTUN dalam perkara Oesman Sapta Odang tertanggal 22 Maret 2019.
"Kalau ada pejabat diputus pengadilan berkuatan tetap tidak mau melaksanakan, pejabat dalam posisi melakukan perbuatan melanggar hukum. Bisa didugat rakyat," tutur Ketua Kamar TUN MA Supandi di Gedung MA, Jakarta, Jumat.
Sebagai negara hukum, tindakan pejabat di Indonesia harus berdasar hukum dan perintah hukum wajib dilaksanakan, walaupun bertentangan dengan kepentingan pribadi.
Supandi mengatakan selain melanggar hukum, apabila pejabat tidak melaksanakan putusan PTUN, maka pejabat itu sedang melawan perintah jabatan.
Menurut dia, sejak berlakunya undang-undang tentang administrasi, banyak pihak yang tidak memahaminya secara tepat dan melihat seolah PTUN mau pun MA memaksakan keputusannya kepada pejabat.
Padahal dalam peradilan administrasi yang diadili adalah pemerintah atau eksekutif berhadapan dengan rakyat yang merasa dirugikan karena adanya perbedaan penafsiran hukum administrasi antara pejabat dengan rakyat.
"Kalau tidak dilaksanakan yang salah bukan PTUN, yang salah bukan hukum, yang salah bukan putusan hakim, yang salah kualitas kesadaran kepatuhan hukum pejabat," ucap Supandi.
Sementara itu, secara terpisah Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan mengatakan dalam mengambil keputusan KPU berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi. KPU pun telah membalas surat Presiden Joko Widodo melalui Mensesneg PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara Oesman Sapta Odang.
"Surat dari Setneg sudah dijawab secara resmi oleh KPU RI, di mana pokok jawaban KPU dalam bersikap secara resmi tetap berpedoman kepada putusan MK. Jadi jelas" kata Wahyu. (*)
"Kalau ada pejabat diputus pengadilan berkuatan tetap tidak mau melaksanakan, pejabat dalam posisi melakukan perbuatan melanggar hukum. Bisa didugat rakyat," tutur Ketua Kamar TUN MA Supandi di Gedung MA, Jakarta, Jumat.
Sebagai negara hukum, tindakan pejabat di Indonesia harus berdasar hukum dan perintah hukum wajib dilaksanakan, walaupun bertentangan dengan kepentingan pribadi.
Supandi mengatakan selain melanggar hukum, apabila pejabat tidak melaksanakan putusan PTUN, maka pejabat itu sedang melawan perintah jabatan.
Menurut dia, sejak berlakunya undang-undang tentang administrasi, banyak pihak yang tidak memahaminya secara tepat dan melihat seolah PTUN mau pun MA memaksakan keputusannya kepada pejabat.
Padahal dalam peradilan administrasi yang diadili adalah pemerintah atau eksekutif berhadapan dengan rakyat yang merasa dirugikan karena adanya perbedaan penafsiran hukum administrasi antara pejabat dengan rakyat.
"Kalau tidak dilaksanakan yang salah bukan PTUN, yang salah bukan hukum, yang salah bukan putusan hakim, yang salah kualitas kesadaran kepatuhan hukum pejabat," ucap Supandi.
Sementara itu, secara terpisah Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan mengatakan dalam mengambil keputusan KPU berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi. KPU pun telah membalas surat Presiden Joko Widodo melalui Mensesneg PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara Oesman Sapta Odang.
"Surat dari Setneg sudah dijawab secara resmi oleh KPU RI, di mana pokok jawaban KPU dalam bersikap secara resmi tetap berpedoman kepada putusan MK. Jadi jelas" kata Wahyu. (*)