Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan moratorium izin pelepasan kawasan hutan untuk sawit selama tiga tahun untuk membenahi berbagai persoalan terkait pengelolaan sawit.
"Kita beri tiga tahun untuk membereskan dan membenahi berbagai persoalan yang ada di perkebunan sawit, termasuk yang masuk kawasan hutan," kata Darmin di Jakarta, Jumat.
Darmin mengatakan selama ini masih terdapat izin pengelolaan sawit di kawasan hutan yang belum sepenuhnya beres dan tidak terdaftar dengan baik, padahal izin tersebut ada yang telah dimiliki oleh perusahaan menengah besar.
"Itu kita akan tata semua sehingga mereka terdaftar dan perizinannya beres. Tentu nanti akan ada persoalan-persoalan, karena selama ini dia tidak terdaftar, melanggar apa, kemudian apa namanya, sanksinya apa, ada aturan mainnya," ujarnya.
Darmin mengatakan melalui pembenahan izin ini maka perkebunan sawit dapat memenuhi standar internasional sesuai Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang selama ini masih diragukan dan menimbulkan perdebatan terkait kualitas produk.
Selain itu, moratorium izin ini juga bermanfaat untuk revitalisasi perkebunan sawit, yang luasnya di kawasan hutan mencapai 2,3 juta hektare, agar tanaman tua dapat diganti dengan tanaman muda untuk mendorong produktivitas.
Secara keseluruhan, moratorium sejalan dengan Perpres Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan, Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Sawit dan Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.
Tiga peraturan hukum ini lahir dengan tujuan untuk menata kembali perizinan, mendukung keberpihakan kepada masyarakat dan menyelesaikan persoalan tanah yang masih tumpang tindih.
"Kita akan menyampaikan penjelasan tertulis terkait moratorium supaya panjang lebar, agar pesannya tersampaikan dengan baik. Jangan dibilang, moratorium itu pikirannya cuma mau menindak orang, ini untuk menyelesaikan persoalan," kata Darmin. (*)
"Kita beri tiga tahun untuk membereskan dan membenahi berbagai persoalan yang ada di perkebunan sawit, termasuk yang masuk kawasan hutan," kata Darmin di Jakarta, Jumat.
Darmin mengatakan selama ini masih terdapat izin pengelolaan sawit di kawasan hutan yang belum sepenuhnya beres dan tidak terdaftar dengan baik, padahal izin tersebut ada yang telah dimiliki oleh perusahaan menengah besar.
"Itu kita akan tata semua sehingga mereka terdaftar dan perizinannya beres. Tentu nanti akan ada persoalan-persoalan, karena selama ini dia tidak terdaftar, melanggar apa, kemudian apa namanya, sanksinya apa, ada aturan mainnya," ujarnya.
Darmin mengatakan melalui pembenahan izin ini maka perkebunan sawit dapat memenuhi standar internasional sesuai Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang selama ini masih diragukan dan menimbulkan perdebatan terkait kualitas produk.
Selain itu, moratorium izin ini juga bermanfaat untuk revitalisasi perkebunan sawit, yang luasnya di kawasan hutan mencapai 2,3 juta hektare, agar tanaman tua dapat diganti dengan tanaman muda untuk mendorong produktivitas.
Secara keseluruhan, moratorium sejalan dengan Perpres Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan, Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Sawit dan Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.
Tiga peraturan hukum ini lahir dengan tujuan untuk menata kembali perizinan, mendukung keberpihakan kepada masyarakat dan menyelesaikan persoalan tanah yang masih tumpang tindih.
"Kita akan menyampaikan penjelasan tertulis terkait moratorium supaya panjang lebar, agar pesannya tersampaikan dengan baik. Jangan dibilang, moratorium itu pikirannya cuma mau menindak orang, ini untuk menyelesaikan persoalan," kata Darmin. (*)