Harus diakui bahwa narkoba masih menjadi ancaman terbesar di Tanah Air disimak dari maraknya pemberitaan kasus penyalahgunaan narkotika dan obat/bahan berbahaya itu yang seakan tak pernah habis.
Sebagai negara yang telah menyatakan perang terhadap narkoba aparat penegak hukum terus melakukan pemberantasan mulai dari pencegahan, ataupun penindakan hukum dengan menangkap pelaku yang terlibat pengedarannya.
Salah satu kasus yang menonjol adalah penangkapan gembong narkoba jaringan internasional di Pantai Anyer, Kabupaten Serang, Banten. Aparat berhasil mengamankan narkotika golongan I jenis sabu-sabu seberat satu ton pada 13 Juli 2017.
Dua pekan setelahnya, petugas kembali melakukan penangkapan di Pluit, Jakarta, pada 26 Juli 2017. Dari penangkapan itu kembali diamakan sabu-sabu seberat 300 kilogram.
Ketegasan hukum sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang 35 tahun 2009 tentang Narkotika, perlu dilakukan untuk membuktikan tidak ada tempat di Indonesia bagi barang haram itu.
Di Sumatera Barat pernyataaan perang melawan narkoba di antaranya telah ditegaskan oleh Kejaksaan Tinggi sebagai bagian dari penegak hukum.
Korps Adhyaksa itu menegaskan pihaknya tidak akan segan-segan terhadap para pelaku yang telah tertangkap.
Ketegasan sikap tersebut diimplementasikan dalam kewenangan penuntutan yang dimiliki. Dengan kewenangan itu pihak kejaksaan mulai menerapkan tuntutan hukuman maksimal bagi para terdakwa yang dihadapkan ke persidangan.
"Penerapan hukuman maksimal kepada terdakwa penyalahgunaan narkoba, diperlukan untuk memberikan efek jera," kata Kepala Kejati Sumbar Diah Srikanti, didampingi Asisten Pidana Umum Bambang Supriyambodo.
Penerapan hukuman maksimal dalam artian, jika pada suatu pasal tercantum ancaman maksimal 20 tahun penjara, kemudian setiap unsur pasal terpenuhi, maka tuntutan jaksa tidak akan jauh dari angka 20 tahun tersebut.
Tingginya hukuman itu berbanding lurus dengan pertimbangan peran pelaku yaitu pemakai, kurir, pengedar, bandar, serta banyaknya barang bukti yang diamankan.
Tak ayal hal itu membuat para terdakwa "sesak nafas", ketika mendengar Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Sumbar membacakan tuntutannya di persidangan.
Pasalnya tuntutan hukuman yang dijatuhkan oleh jaksa itu tak cukup hanya dengan hitungan jari tangan.
Berdasarkan data yang dihimpun, setidaknya ada lima perkara narkoba di Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, yang ditangani Kejati Sumbar, dituntut dengan hukuman 12 tahun ke atas.
Pertama terdakwa Mario (35) atas kasus penyalahgunaan narkoba jenis sabu-sabu. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zulrahimah, pada sidang yang digelar 24 Januari 2017, menuntut dengan hukuman 16 tahun penjara, ditambah denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Kemudian terdakwa Dedi Putra (27), dengan sabu-sabu seberat 8,42 gram, oleh JPU Dewi Permata Asri dituntut hukuman 15 tahun penjara, ditambah denda sebesar Rp1 miliar, subsider enam bulan kurungan. Sidang digelar pada 1 Maret 2017.
Ketiga adalah terdakwa Vicky Andreas (28), dan Afrizon, keduanya dituntut JPU Bastian pada 21 Maret 2017, dengan hukuman penjara 12 tahun, denda Rp1 miliar subisider enam bulan kurungan.
Selanjutnya terdakwa Aris (34), dan Willy Saputra (27), yang terjerat kasus penyalahgunaan narkoba serta pil ekstasi. JPU Novi menuntut dengan hukuman 16 tahun penjara, denda sebesar Rp1 miliar, subsider enam bulan kurungan.
Terakhir Irwanto dengan barang bukti sabu-sabu seberat 89,16 gram. JPU Herry Suroto pada sidang 26 Juli 2017, menuntut dengan hukuman penjara selama 17 tahun, denda Rp1 miliar subsider enam bulan penjara.
Kasus-kasus itu baru untuk perkara yang ditangani oleh Kejati. Sementara untuk jajaran Kejaksaan Negeri (Kejari), Diah Srikanti juga mendorong untuk melakukan hal yang sama di wilayah hukum masing-masing demi pemberantasan narkoba.
"Kejati akan mempertanyakan jika ada jaksa yang tuntutan hukumannya mencurigakan antara tuntutan dengan ancaman hukuman pada pasal sangat berbeda jauh," katanya.
Asisten Pidana Umum Bambang Supriyambodo memaparkan pada 2017 terdapat perkara sebanyak 4.000 lebih. Dari data tersebut sekitar 30 persen adalah kasus penyalahgunaan narkoba.
Sementara data Pengadilan Negeri Kelas I A Padang mencatat hingga Juni 2017 telah menyidangkan sebanyak 233 terdakwa.
Berdasarkan data itu tidak tertutup kemungkinan terjadi peningkatan jumlah penyalahgunaan narkoba pada 2017, jika dibandingkan 2016.
Mengingat selama 2016 jumlah yang disidangkan sebanyak 395 kasus. Sementara pada Januari-Juni 2017 telah disidangkan 233 terdakwa.
Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sumatera Barat Defika Yufiandra, memberikan apresiasinya terhadap penerapan hukuman maksimal kepada para pelaku itu.
"Narkoba adalah ancaman bagi generasi muda kita. Jika terbukti sebagai pemakai direhabilitasi, jika pengedar ataupun bandar dihukum maksimal," lanjut pria yang juga berprofesi sebagai pengacara itu.
Langkah itu ia nilai tepat dalam memberikan efek jera kepada para pelaku peredaran narkoba.
"Disamping langkah pencegahan dan pemberian materi bahaya narkoba, hukuman juga harus ditegaskan kepada pelaku sebagai efek jera," katanya.
Ia juga mendorong pihak kepolisian terus mengungkap kasus-kasus besar penyalahgunaan narkoba dengan menangkap dalang pengedarnya.
Sebelumnya Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo pada kuliah umum di Universitas Negeri Padang (UNP), menyampaikan bahwa narkoba juga ancaman bagi negara selain terorisme.
Tak hanya merusak generasi muda, Panglima itu juga menyampaikan bahaya narkoba dalam skala yang lebih luas yaitu peristiwa perang candu ganja di China pada 1834-1842, yang akhirnya berimplikasi jatuhnya China ke tangan Inggris pada masa itu.
Di hadapan mahasiswa ia menampilkan sejumlah data yang bersumber dari Kepolisian RI dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Pada 2016 tercatat 5,1 juta orang Indonesia yang terlibat penyalahgunaan narkoba, sebanyak 15.000 jiwa di antaranya mati dalam setahun.
Oleh sebab itu penerapan tuntutan hukuman maksimal dari Kejaksaan merupakan salah satu langkah memberi efek jera bagi pelaku dan pelajaran bagi yang lain agar berpikir panjang untuk tidak berhubungan dengan barang haram itu walaupun sedikit. (*)