Padang, (Antara Sumbar) - Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) mencatat laju inflasi di provinsi itu pada triwulan I 2017 mencapai 3,82 persen atau  lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya  sebesar 4,89 persen.

         "Meskipun angka ini berada di atas inflasi nasional yaitu  3,61 persen, namun secara tahunan cenderung turun karena merosotnya harga sejumlah komoditas pangan," kata Kepala BI Perwakilan Sumbar, Puji Atmoko di Padang, Kamis.

        Ia mengemukakan turunnya  tingkat inflasi tersebut disebabkan  meredanya tekanan harga karena  panen komoditas cabai di berbagai sentra produksi di Sumbar dan daerah pemasok lainnya.

        Puji memaparkan  secara spasial, inflasi tahunan Kota Padang tercatat lebih tinggi daripada  Bukittinggi.

        Ia menyebutkan pada triwulan I 2017, Kota Padang mengalami inflasi 3,98 persen  sedangkan Kota Bukittinggi relatif lebih rendah yakni sebesar 2,65 persen.

        Secara tahun kalender, inflasi Kota Padang tercatat 0,42 persen  dan Kota Bukittinggi 0,02 persen, katanya.

        Ia menyampaikan dibandingkan triwulan sebelumnya, rendahnya inflasi kedua kota ini didorong  meredanya tekanan  kelompok bahan makanan khususnya subkelompok bumbu-bumbuan seiring panen cabai merah di berbagai sentra produksi.

        Sementara  berdasarkan kelompok barang dan jasa, inflasi  kelompok bahan makanan turun signifikan di triwulan I 2017 yang secara tahunan berada pada angka  2,78 persen atau  lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016 yang mencapai  10,56 persen.

        Kemudian inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau meningkat akibat penyesuaian tarif cukai rokok mencapai 5,93 persen atau meningkat  dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 5,43 persen.

        Puji mengatakan kelompok ini menjadi penyumbang inflasi tertinggi dari seluruh kelompok di triwulan I 2017 dengan andil inflasi mencapai 1,08 persen .

        Pada sisi lain penyesuaian tarif listrik secara bertahap dan bahan bakar minyak menjadi pendorong utama inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar.

         Kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 4,45 persen, meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 2,45 persen, ujarnya.

         Ia mengatakan  peningkatan harga pada kelompok ini didorong oleh peningkatan harga tarif listrik seiring dengan penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan pasca bayar daya 900 VA nonsubsidi yang dilakukan PLN.

         Mencermati perkembangan inflasi pada triwulan I 2017  dan berkaca pada pola musiman tahun sebelumnya, BI memperkirakan  tekanan inflasi Sumbar  pada triwulan II 2017  meningkat signifikan seiring dengan berlangsungnya perayaan Hari Besar Keagamaan.

         "Pada tahun ini  periode puasa  dimulai pada akhir Mei 2017 sementara Lebaran jatuh pada minggu terakhir Juni 2017, berdasarkan data historis, siklus Ramadhan dan Lebaran memberikan dampak yang besar pada inflasi Sumbar," katanya.

        Ia menerangkan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, terlihat hari besar keagamaan  memberikan dampak langsung dan tidak langsung dalam rentang tiga bulan dengan besaran yang bervariasi.

         Inflasi bulan pertama lebih didorong masa persiapan memasuki puasa dan menjalani puasa, sementara inflasi bulan kedua disebabkan adanya faktor perayaan Lebaran dan pada bulan ketiga dominan disebabkan tradisi pulang basamo di Sumbar, katanya.

         Sebelumnya Pemprov Sumbar sudah menyiapkan sejumlah upaya untuk mengendalikan inflasi pada 2017  diantaranya program penanaman cabai merah dalam polybag di setiap rumah warga.

        "Kami juga meminta bupati dan wali kota  menganggarkan dana untuk mengelola gabungan kelompok tani  mulai dari produksi hingga penanganan pasca panen termasuk pemasarannya dan pemasangan papan harga pangan di setiap pasar," kata Gubernur Sumbar Irwan Prayitno.

         Selain itu juga dilakukan upaya memperbanyak jumlah Toko Tani Indonesia di setiap daerah serta perluasan program Pasar Tani hingga menjangkau ke nagari. (*)

Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024