Ketua DPRD Tanah Datar Anton Yondra menyatakan dukungannya untuk mematenkan balapan sapi "pacu jawi" sebagai atraksi tradisi asli budaya masyarakat setempat.

         "Kami sangat mendukung bila tradisi 'pacu jawi' yang merupakan alek (pesta, red) anak nagari (wilayah adat) didaftarkan hak patennya sebagai kekayaan budaya lokal ke pihak terkait," katanya di Batusangkar, Sumatera Barat.

         Ia mengatakan dukungannya tersebut saat menutup tradisi pacu jawi di Nagari Labuah, Kecamatan Limo Kaum, Kabupaten Tanah Datar.

         Pendaftaran hak paten atas kebudayaan yang ada di daerah itu, supaya tidak ada daerah atau negara lain yang nantinya mengklaim pacu jawi sebagai bagian dari kebudayaan mereka.

         "Kendati proses keluarnya hak paten membutuhkan waktu cukup lama, namun kita harus segera mempersiapkan segala sesuatunya guna mendapatkan hak paten tersebut," tambahnya.

         Pacu jawi di Tanah Datar sangat unik dan berbeda dengan tradisi yang ada di daerah lain, sehingga perlu dilestarikan sebagai budaya dan tradisi masyarakat setempat.

         "Pacu jawi ini sangat unik dan menarik sehingga menjadi salah satu agenda pariwisata yang disukai para fotografer dan wisatawan lokal maupun mancanegara," sebutnya.

         Sementara itu, Asisten Pemerintahan Sekretariat Daerah Kabupaten (Sekdakab) Tanah Datar, Mukhlis mengapresiasi sekaligus mendukung upaya mematenkan pacu jawi, sekaligus melestarikannya.

         "Alek pacu jawi saat ini bukan hanya milik kita saja, tapi sudah mendunia sehingga diharapkan masyarakat dapat mempertahankan tradisi kekayaan budaya ini," katanya.

         Ia mengharapkan pengurus Persatuan Olahraga Pacu Jawi (Porwi) bersama Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga setempat dapat membuat kalender wisata kegiatan pacu jawi sehingga wisatawan dapat menentukan waktu menyaksikan olahraga yang unik dan menarik ini.

         "Banyak biro perjalanan wisata yang menginginkan agar ada kalender tetap pacu jawi, sehingga mereka dapat membawa tamunya sesuai jadwal yang telah ditentukan," katanya.

         Ketua Porwi Tanah Datar, Khairul Fahmi mengatakan atraksi pacu jawi merupakan permainan tradisional masyarakat di empat kecamatan yakni Sungai Tarab, Pariangan, Rambatan, dan Limo Kaum, yang diaplikasikan sebagai sarana hiburan masyarakat.

         Ia menyebutkan pacu jawi dilaksanakan untuk mengisi masa setelah panen padi sampai musim bercocok tanam yang prosesinya dilaksanakan secara adat Minangkabau.

    
                            Mengenal pacu jawi
    Pacu jawi adalah balapan sapi, yang dalam satu sesi melibatkan empat ekor hewan itu yang dibagi menjadi dua pasang.

         Setiap pasangan sapi diikat lehernya dan disatukan menggunakan alat seperti saat membajak yang terikat satu sama lain. Di antara keduanya nampak gagah, masing-masing joki memegang tali yang terhubung dengan leher sapi dan ekor-ekor hewan itu juga digengamnya.

         Arena pacuan adalah areal persawahan yang habis dipanen. Arena itu penuh lumpur dan air setinggi mata kaki hingga betis orang dewasa.

         Lintasan lomba yang becek itu sepanjang ratusan meter dan lebarnya sekitar 40 meter. Di sisi-sisi lintasan dibatasi tali plastik nampak berbaris ratusan hingga ribuan penonton. Mereka ada yang duduk, jongkok dan berdiri untuk menyaksikan jagoannya masing-masing berpacu.

         Para penonton laki-laki dan wanita serta bermacam-macam pula tingkatan usinya. Orang tua, dewasa, remaja, anak-anak, balita hingga bayi yang masih dalam gendongan ibunya.

         Asal penonton pun beragam. Ada warga lokal Tanah Datar, Sumatera Barat dan wilayah lainnya si Sumatera bahkan Indonesia yang jadi wisatawan. Di antara mereka juga nampak orang berkulit putih dan berhidung mancung yang sengaja datang sebagai wisatawan mancanegara.

         Para wisatawan dalam dan luar negeri itu berkunjung sebagai bagian trip paket wisata mereka di Ranahminang yang telah disusun pihak tour dan travelnya.

         Di tengah gemuruh penonton juga nampak sejumlah fotografer lokal dan mancanegara, juga beberapa kameramen. Lensa-lensa di kamera mereka panjang-panjang dan apa pula pakai tripot. Mereka siap-siap mengabadikan moment pacuan jawi itu untuk berbagai kepentingan.

         Suasana di lokasi pacuan seperti pesta malam. Ribuan penonton tumpah ruah, dan para pedagang makanan, minuman, mainan anak-anak dan aksesoris juga berdatangan menjajakan dagangannya.

         Payung-payung besarpun terkembang oleh para pedagang untuk peneduh tempatnya berjualan. Ratusan ribu, jutaan hingga puluhan juta rupiah beredar membuat ekonomi berputar.

         Acaranya biasanya berlangsung pada sore hari hingga matahari terbenam. Tradisi yang telah turun temurun ini makin hangat dengan alunan musik-musik tradisional Minang yang diputar panitia dengan alat pengeras suara.

         Sementara itu dua pasangan "jawi" atau sapi nampak bersiap di garis star. Setelah semua benar-benar siap, baru seorang panitia mengibarkan bendera star, bertanda pacuan dimulai.

         Dua pasang jawi lalu berpacu untuk menjadi yang tercepat dan terkuat. Dipandu para joki yang memegang tali dan ekor ternak tersebut. Jawi-jawi itu menghentakan kaki-kakinya di lintasan yang basah dan berlumpur.

         Nampak sekali-kali air dan lumpur terciprat ke udara diterjang kaki-kaki sapi. Sang joki kadang sampai mengigit ekor jawi dan melecutinya untuk memberi semangat agar makin cepat berlari.

         Sorak-sorai penonton bergema ditengah alunan musik talempong, puput dan gendang hingga acara pun makin meriah.

         Lama pacuan tidak lebih dari satu menit dan beberapa kali dilaksanakan menampilkan puluhan pasangan jawi nan jokinya. Hingga akhirnya terpilih yang tercepat dan terkuat serta terbaik.

         Yang tercepat, terkuat dan terbaik dianugerahi hadiah oleh panitia. Nilai jual sapi-sapi pemenang pun menjadi tinggi dan jauh lebih mahal dibanding sapi biasa.

         Pacu jawi ini telah berlangsung sejak dulu di Tanah Datar, yang awalnya sebagai ungkapan rasa syukur setelah habis panen.

         Kini tradisi itu telah menasional bahkan mendunia, masuk kalender tetap pariwisata daerah itu dan sangat diminati wisatawan.

    
                  Perlu dilestarikan
    Bupati Tanah Datar, Irdinansyah Tarmizi meminta agar keunikan pacu jawi tetap dilestarikan.

         "Kegiatan ini sangat unik dan berbeda dengan yang lain, sehingga perlu dilestarikan sebagai budaya dan tradisi masyarakat Kabupaten Tanah Datar," ujarnya.

         Menurutnya, pacuan ini sangat unik dan menarik hingga menjadi salah satu agenda pariwisata yang diminati para fotografer dan wisatawan baik dalam maupun luar negeri.

         Selain itu pacu jawi juga berdampak positif bagi perekonomian dan sosial budaya masyarakat setempat, bisa pula meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dan daerah Tanah Datar umumnya.

         Ketika acara pacu jawi ini diadakan masyarakat bisa menggelar aneka jenis makanan, minuman, dan cendara mata. Selain itu, bagi para peternak jawi atau sapi juga bisa pula meningkatkan kesejahteraannya. Ini karena setiap sapi pacuan akan punya nilai jual berbeda. Sapi yang berlomba akan lebih tinggi dibanding sapi biasa.

         Tradisi pacu jawi kini bukan hanya milik masyarakat Kabupaten Tanah Datar saja, tapi sudah mendunia sehingga diharapkan masyarakat bisa mempertahankan tradisi ini dan dijaga agar jangan terpengaruh oleh kebudayaan asing.

         Para pengurus Persatuan Olahraga Pacu Jawi (Porwi) setempat bersama Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga bisa membuat kalender wisata kegiatan pacu jawi, sehingga para wisatawan dalam dan luar negeri dapat menentukan waktu kapan mereka bisa menyaksikan olahraga tradional yang unik dan menarik tersebut.

         Bupati juga mengapresiasi masyarakat yang sudah melaksanakan lomba pacuan jawi di lokasi persawahan yang sudah seringkali dilaksanakan. (*)

Pewarta : Hendra Agusta dan Irfan Taufik
Editor :
Copyright © ANTARA 2024