Sepanjang 2016, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Barat menerima 350 laporan pengaduan masyarakat tentang pelayanan publik, yang sebagian besar didominasi bidang pendidikan.

         Dari 350 laporan yang masuk, sektor pendidikan mendominasi, yakni mencapai 54 laporan, mulai dari permintaan uang di luar ketentuan atau pungutan liar hingga pendanaan pendidikan yang mencapai 20 laporan.

         Maraknya praktik pungutan liar tersebut karena tidak ada regulasi untuk mengatur pendanaan pendidikan, terutama yang berasal dari masyarakat dan komite.

         "Akibatnya, kepala sekolah sulit membedakan mana yang pungli mana yang tidak, mana yang sumbangan dan mana yang pungutan," kata Asisten Ombudsman Perwakilan Sumbar Adel Wahidi.
  
    Ia melihat praktik pungli sering dibiarkan dengan alasan pemerintah tidak mempunyai anggaran yang cukup untuk mendanai pendidikan.

         Mengantisipasi pungli pendanaan pendidikan tersebut, Ombudsman telah mengeluarkan saran terhadap pemerintah untuk membuat ketentuan pendanaan pendidikan setingkat peraturan kepala daerah, terutama yang pendanaannya berasal dari masyarakat dan komite.

         "Kota Padang, Kota Payakumbuh dan Kabupaten Tanah Datar telah merespons saran ini," katanya.

         Selain itu, pemerintah diminta untuk meningkatkan penganggaran pendidikan melalui program Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA).

         Sementara, Dinas Pendidikan Sumbar menilai perlu dibuat regulasi tentang pembiayaan di sekolah yang bersumber dari masyarakat dan wali murid untuk mencegah terjadinya pungutan liar.

         "Dengan adanya regulasi tersebut maka pihak sekolah bisa mengantisipasi kegiatan yang masuk kategori pungutan liar sehingga bisa dicegah," kata Kepala Dinas Pendidikan Sumbar Burhasman.

         Menurutnya pungutan di sekolah sebenarnya boleh kecuali pada pendidikan dasar, yaitu SD dan SMP yang harus mengikuti mekanisme agar tidak menjadi pungutan tidak resmi.

         "Misalnya kalau di SLTA ingin memungut iuran harus melalui rapat dengan dasar yang jelas dan disepakati bersama serta jelas pemakaian uangnya," katanya.

         Sementara kalau pungutan liar, katanya itu jelas definisnya, yaitu pungutan yang sengaja dilakukan dengan memaksa orang untuk membayar sesuatu yang tidak seharusnya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, lanjutnya.

         Ia mengatakan kalau pungutan yang dilakukan untuk kepentingan  lembaga pendidikan berdasarkan kesepakatan bersama maka hal itu tidak ada masalah asal sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

         Kemudian juga harus dibuat batasan yang jelas mana yang masuk kategori sumbangan dan mana yang masuk pungutan agar bisa dibedakan secara teknis, lanjutnya.

    Burhasman mengakui dengan dibentuknya Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) dan ada operasi tangkap tangan membuat pengelola sekolah khawatir apakah pungutan yang dilakukan selama ini masuk kategori pungli.

         Pada sisi lain ia menyorot wacana pendidikan gratis yang selama ini mengemuka karena dalam regulasi tidak ada nomenklatur pendidikan gratis, namun yang ada hanya tanggung jawab pemerintah dengan menjamin pendidikan dasar serta melarang pungutan pada tingkat dasar serta warga negara wajib berkontribusi.

         "Masyarakat wajib berkontribusi dalam pendidikan dan yang dibebaskan itu adalah mereka yang tidak mampu," katanya.  

    Sementara Kepala SMP Negeri 1 Padang Hakim mengatakan pihaknya selama ini dalam menunjang proses belajar mengajar kerap menerima sumbangan dari wali murid dalam bentuk peralatan belajar yang mendukung ruangan kelas, seperti proyektor, pendingin ruangan hingga pengecatan ruang kelas.

         "Semua itu murni inisiatif wali murid tanpa diminta dan tidak ada paksaan bagi yang tidak mampu," kata dia.

         Sejalan dengan itu anggota DPRD Sumbar Apris menilai jika Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak cukup untuk menunjang pelaksanan belajar mengajar sebenarnya bisa diajukan BOS daerah yang bersumber dari APBD.

Sanksi Pidana
    Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Sumatera Barat terus  mengingatkan pengelola sekolah agar tidak melakukan pungutan liar yang jika terbukti bisa berujung sanksi pidana.

         "Selama ini banyak yang belum tahu bahwa selama ini uang yang dipungut masuk kategori pungli, karena itu biasakanlah melakukan yang benar bukan membenarkan sesuatu yang telah jadi kebiasaan," kata Kepala Ombudsman perwakilan Sumbar Yunafri.

         Menurut dia jika pengelola sekolah tetap melakukan praktik pungutan liar akan dapat menjadi bumerang.

         Ia menjelaskan pungutan liar dalam konteks dunia pendidikan adalah pungutan yang dilakukan tanpa ada regulasi yang mengatur.

         Selain itu jika ada suatu kegiatan di sekolah yang tanpa perencanaan sejak awal maka bisa dikategorikan pungutan liar, katanya.

         Ia menekankan untuk pendidikan dasar tidak dibenarkan memungut biaya apapun kecuali sumbangan serta di sekolah swasta asalkan merujuk kepada peraturan berupa toleransi bagi yang tidak mampu.

         Tapi kalau untuk SMA masih dibolehkan dengan syarat harus tercantum dalam aturan sekolah, ujarnya.

         Yunafri mengatakan pungutan di sekolah masuk lima besar laporan pengaduan masyarakat kepada ombudsman dalam bentuk pungutan kepada siswa hingga mahasiswa melakukan praktik di sekolah yang dimintai uang.

         Ia berpesan kepada penyelenggara pendidikan di tingkat sekolah agar bekerja sesuai aturan apalagi saat ini telah ada Tim Saber Pungli.

         Sementara anggota Komisi IV DPRD Padang Muharlion menyarankan Dinas Pendidikan segera membuat regulasi sebagai payung hukum soal pungutan di sekolah.

         "Sejak adanya Tim Sapu Bersih Pungutan Liar, para kepala sekolah dan guru resah. Mereka khawatir kebijakan yang sudah dibuat sekolah selama ini masuk kategori pungli sehingga bisa ditangkap," kata dia.

         Menurut dia, payung hukum tersebut mendesak untuk dibuat agar pengelola pendidikan di tingkat sekolah tidak berada pada wilayah abu-abu.

         "Jadi jelas batasannya mana yang masuk kategori pungutan, mana yang liar dan mana yang sumbangan," ujarnya.

         Ia mengatakan jika regulasi tersebut tidak segera dibuat dikhawatirkan pengelola sekolah akan ragu-ragu dalam mengambil kebijakan yang pada akhirnya berpengaruh pada proses belajar.

         "Dalam hal ini Disdik bisa berkoordinasi dengan Bagian Hukum Pemkot Padang dan melakukan kajian mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak," katanya. (*)

Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024